Inisiatif Frankfurt

(Hasil ‘Duek Pakat’ Mahasiswa Aceh di Eropa)

Oleh Zulkarnain Jalil
Kamis, 26 Juli 2012-opini serambi indonesia

MEI 2012 silam di Frankfurt, Jerman berlangsung sebuah kegiatan penting yang digagas oleh para pelajar Aceh yang sedang menuntut ilmu di Eropa. Kegiatan yang berlangsung satu hari penuh di Gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Frankfurt itu merupakan hasil kolaborasi antara Jaroe (Jaringan Aneuk Nanggroe di Eropa) dan IMAN (Ikatan Mahasiswa Aceh di Jerman). 

Dari hasil duek pakat para pemuda belia itu menghasilkan beberapa butir rekomendasi yang ditujukan kepada mahasiswa dan masyarakat Aceh yang berada di luar negeri khususnya Eropa serta untuk Pemerintah Aceh. Rekomendasi ini tertuang dalam satu nota yang disebut Frankfurt Initiatives (Inisiatif-inisiatif Frankfurt), yang berisi 10 butir pokok-pokok pikiran yang dianggap penting bagi kemajuan Aceh.
Saya kira Inisiatif Frakfurt ini sangat perlu dipublikasikan secara luas, terutama rekomendasi kepada Pemerintah Aceh, stakeholder dan berbagai institusi terkait di Aceh. Setidaknya kita dapat membaca arah berpikir para alumni Eropa, sebagai bentuk komitmen bersama terhadap kemajuan Aceh di manapun mereka bekerja atau menetap.

Perlu ditindaklanjuti
Beberapa butir rekomendasi itu sangat perlu ditindaklanjuti ke tingkat implementasi. Saya kutip rekomendasi dimaksud sebagai berikut: Pertama, meminta kesediaan para penggiat berbagai ikatan organisasi alumni Eropa di Aceh untuk membantu proses sinergisasi antara pelajar Aceh di Eropa dengan berbagai ikatan organisasi alumni dan berbagai lembaga terkait (akademisi atau stakeholder) di Aceh. 

Kedua, mendorong para alumni yang sudah berada di aceh untuk secara proaktif membangun komunikasi dengan pemerintah Aceh yang baru terbentuk. Ketiga, meminta komitmen para alumni Eropa yang bekerja di luar negeri untuk dapat memberikan dukungan material dan moral untuk pembangunan Aceh ke depan. 

Keempat, mendorong Pemerintah Aceh untuk menyiapkan pemetaan kebutuhan SDM kompetensi-khusus (need assessment) berdasarkan visi jangka panjang daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang dapat disinergikan dengan program beasiswa Pemerintah Aceh dan hasil inventarisasi keahlian alumni. 

Kelima, meminta kesediaan Pemerintah Aceh untuk dapat turut mendukung upaya para alumni Eropa non-PNS dalam berkontribusi bagi kemajuan masyarakat Aceh setelah menyelesaikan pendidikannya (baik kembali ke aceh, berkontribusi dari luar negeri, maupun berwiraswasta/berkontribusi secara mandiri). 

Keenam, mereka merekomendasikan kepada pemerintah Aceh untuk mengembangkan kembali potensi Islamic Tourism. Potensi wisata Islami ini, tentunya, tidak hanya membidik turis mancanegara, tetapi juga turis lokal seperti yang kini dikembangkan Pemprov Bangka Belitung. 

Ketujuh, guna membentuk jiwa wirausaha, mereka merekomendasikan kepada Pemerintah Aceh untuk membentuk sebuah lembaga pendukung unit usaha kreatif yang berperan dalam mendukung dan memfasilitasi proses pengembangan iklim entrepreneurship yang kondusif di Aceh. Kedelapan, meminta pemerintah Aceh untuk memperbaiki kualitas pengadaan barang publik sehingga kualitas hidup masyarakat Aceh meningkat. Para pelajar di Eropa melihat sangat perlu adanya perubahan di sisi birokrasi. 

Kesembilan, mendorong dan mendukung Pemerintah Aceh untuk memodernisasi birokrasi guna menekan biaya investasi swasta dan konsumsi barang publik. 

Dan, kesepuluh, mereka merekomendasikan kepada pemerintah Aceh untuk mengambil pelajaran dari pengalaman negara lain mengenai project reverse brain drain (kembalinya kaum terpelajar ke daerah asal setelah studi di luar negeri), seperti yang dilakukan oleh negara tetangga Thailand dengan mendirikan National Sciences and Technology Development Agency (NSTDA). 

Kiprah alumni
Saat ini, kiprah para alumni yang menempuh pendidikan di Eropa sangatlah beragam. Contoh paling dekat adalah lulusan negara Jerman yang tergabung dalam Persatuan Alumni Jerman (PAJ). Kiprah ini makin terasa terutama setelah ditandatanganinya skema kerjasama pendidikan antara Pemerintah Aceh dan Jerman pada tahun 2008. Skema yang disebut dengan Aceh Scholarship for Excellence (ASFE) ini telah menghasilkan lulusan muda yang jumlahnya cukup signifikan.

Saat ini, putera-puteri Aceh yang telah menyelesaikan studinya di Eropa, khususnya Jerman sekembalinya ke tanah air, sebagian dari mereka bahkan langsung memanfaatkan program Returning Experts Program (REM). REM merupakan skema pemberdayaan lulusan Jerman yang diprakarsai oleh Pusat Migrasi dan Pembangunan (CIM) Jerman dan didanai sepenuhnya oleh BMZ, yakni Kementrian Keuangan-nya Jerman. 

Program REM ini bertujuan untuk mengintegrasikan alumni Jerman di berbagai sektor pembangunan melalui transfer pengetahuan yang diperoleh selama bersekolah atau bekerja di Jerman. Contoh yang paling dekat dapat dilihat di kotamadya Sabang yang memanfaatkan jasa beberapa alumni Jerman. Para alumni tersebut, dengan beragam latar belakang yang dimiliki (seperti manajemen, lingkungan, ekonomi politik, pertanian, pariwisata), turut membantu pembangunan Sabang. 

Sebelumnya, Pemerintah Kota Banda Aceh juga telah merekrut lulusan Jerman dalam skema yang sama. Patut diketahui, kesempatan ini (program REM-pen) terbuka kepada pihak manapun yang ingin mengoptimalkan potensi alumni Jerman.

* Zulkarnain Jalil, Sekjen Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Aceh dan Humas Jaroe Eropa. Email: zkarnain03@yahoo.com