Meng-Indatu-kan RPJM Aceh

Oleh Ayah Panton dan Hasan Basri M. Nur
Kamis, 13 September 2012-opini serambi indonesia

USAI pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada 25 Juni 2012, Pemerintah Aceh dituntut untuk merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk 5 tahun mendatang. Selaku provinsi yang memiliki keistimewaan, Aceh patut menyusun RPJM dengan mengakomodir kearifan lokal sehingga ia mudah dipahami yang akan berujung pada mudahnya direalisasikan. Untuk itu, visi dan misi Gubernur Aceh perlu beranjak dari hadih maja petuah indatu, yang telah diterapkan pada era kesultanan Aceh tempoe doeloe.


Beranjak dari kerangka pikir di atas, maka visi Pemerintah Aceh adalah beumalém, beukaya, beumeutuwah, beumubahgia. Sementara misinya adalah bèk pangphoë, bèk ruyang rayoë, bèk deuk troë, bèk buta tuloë, bèk sakét asoë. Visi dan misi ini secara bebas dapat diartikan agar orang Aceh “tidak menjadi gelandangan, tidak berpakaian compang-camping, tidak kelaparan, tidak bodoh dan tidak penyakitan. Visi dan misi yang berasal dari petuah indatu inilah yang perlu dijabarkan dalam RPJMA periode kepemimpinan Zaini Abdullah/Muzakir Manaf dalam rentang waktu lima tahun ke depan.

Tujuan yang hendak dicapai dari visi dan misi versi indatu itu adalah agar seluruh rakyat mendapat surga di hari kemudian, mendapat syafaat di pengadilan Tuhan, mendapat ijazah dari hasil pendidikan serta mendapat pusaka dari harta peninggalan. Ini sesuai dengan petuah indatu: Takdém keu gurèë meureumpök ijazah, takdém keu nambah meureumpök atra, takdém keu nabi meureumpök syafaat, takdém keu hadharat meureumpök syuruga. Secara bebas dapat diartikan: Menuntut ilmu hingga mendapat pengakuan, patuh pada orangtua mendapat harta warisan, mematuhi ajaran Nabi akan mendapat syafaat di hari hisab, dan menjalankan syariat akan mendapat imbalan sorga.

Berimbang Dunia Akhirat
Mencermati petuah indatu di atas, maka terlihat jelas bahwa pembangunan yang harus diwujudkan adalah yang berimbang untuk kesejahteraan di dunia dan akhirat sekaligus (rayek di dônya, mulia di akhirat). Kalau UUD 1945 mengantar rakyatnya sampai ke pintu gerbang kemerdekaaan menuju adil dan makmur, maka Pemerintah Aceh dengan UUPA berkewajiban menyelamatkan rakyatnya dunia akhirat. Dengan berpegang teguh pada UUPA dan melalui pesan-pesan moral yang tertuang dalam hadih maja itu, maka rakyat Aceh akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, rabbana atina fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah.

Seluruh isi RPJMA mesti selaras dengan visi yang disebutkan di atas yaitu beumalem, beukaya, beumeutuah, beumubahgia, agar rakyat Aceh tidak phangphoë, ruyang rayoë, deuk troë, buta tuloë, saket asoë. Maka, dalam hal ini Pemerintah Aceh perlu merumuskan kegiatan-kegiatan yang dapat menggapai goal tersebut melalui program kerja yang terencana dan capaiannya terukur.

Beumalem bermakna rakyat Aceh harus cerdas, dan kecerdasan itu harus berimbang antara kecerdasan intelektual dan kecerdesaan spiritual, sebagaimana wasiat indatu: Jak sikula hai neuk n’ak bèk jipeungeut keuh le gob, kajak beuet hai neuk n’ak bèk ka peungeut gob (bersekolah agar kita tidak ditipu orang, dan menuntut ilmu agama agar kita tidak menipu orang). Di sini terlihat jelas pesan kehidupan yang seimbang dan harmonis antara kehidupan dunia dan akhirat. Beginilah metode indatu dalam menjalankan syariat Islam kaffah.

Warga Aceh mesti diajarkan pendidikan umum dan moral/agama sekaligus. Sekolah perlu didayahkan, dan dayah perlu disekolahkan. Dengan membekali pendidikan moral kepada anak didik, maka akan lahir generasi yang berakhlak mulia yang tidak akan tega menipu umat tatkala dia mempunyai kedudukan. Dengan demikian, kekhawatiran Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Mahfud MD, bahwa 95% koruptor adalah lulusan perguruan tinggi akan terbantahkan dalam konteks Aceh masa depan.

Beukaya bermakna warga Aceh mesti mempunyai pekerjaan tetap yang menghasilkan pendapatan yang mencukupi dari hasil usahanya sehingga ia tidak menjadi pengemis yang dalam pandangan masyarakat Aceh adalah aib kalau dijuluki simeudahoh. Untuk itu, pembangunan perekonomian sesuai potensi alam mesti digerakkan. Sementara kepada masyarakat, selain diberi bantuan modal, pelatihan dan peralatan kerja sesuai profesinya, juga perlu diberi motivasi agar gigih dalam berusaha sebagaimana isi hadih maja: Menyö hana ta usaha panè teuka rhet di manyang, meunyö na ta usaha dak hán kaya ta duek seunang.

Sektor pertanian padi sebagai mata pencaharian sebagaimana untaian kata hadih maja: Kaya meuh han meusampé, kaya padé meuseumpeuna, wajib menjadi prioritas dengan menyiapkan berbagai infrastruktur modern, sehingga petani mampu menghasilkan produksi berlipatganda. Artinya pertanian padi lebih menjamin terhadap kebutuhan pangan sebagai tonggak dari ketahanan nasional. Tatkala sektor perekonomian dan ketahanan pangan menjadi prioritas, maka misi bek deuk troe dan bek ruyang rayoe akan terwujud.

Sangat Visioner
Begitu juga dengan sumber daya hutan yang berkelanjutan sesuai petuah indatu: Kayèë raya rambông meusilèë, ‘oh maté kayèë rambông ka raya, yang bermakna setiap pohon yang mati atau ditebang harus segera diganti dengan tanaman lain sehinggga akan menjaga kelangsungan habitat hutan. Wasiat ini menunjukkan bahwa indatu ureuëng Aceh sangat visioner dalam menjaga masa depan lingkungan, mendahului kekhawatiran aktivis lingkungan zaman modern tentang global warming.

Beumeutuah yaitu pemerintah dan rakyat Aceh harus mempunyai harkat, martabat dan jati diri yang pantas menjadi kebanggaan. Visi beumeutuwah ini bersifat abstrak, dia akan dapat dirasakan manakala program-program pembangunan yang menjunjung tinggi keadilan telah terlaksana. Terakhir, beumeubahgia yaitu rakyat Aceh mesti hidup aman, damai, tenteram, sejahtera, terpenuhi segala kebutuhan fisik dan mental serta terbebas dari berbagai macam tekanan dan intimidasi.

Begitulah RPJM Aceh 2012-2017 yang saat ini sedang disusun perlu diselaraskan dengan petuah-petuah indatu yang ternyata masih sangat kontekstual dan mampu menjawab tantangan zaman. Hanya saja rencana aksi dan program kerja tahunan setiap instansi perlu disesuaikan dengan kondisi zaman yang semakin hari semakin canggih. Dengan mengadopsi petuah indatu sebagai bagian dari kearifan lokal, maka RPJM Aceh akan memiliki ciri khas, mudah disosialisasikan yang pada ujungnya akan mudah diterima oleh rakyat selaku benefeceries (penerima manfaat). Semoga!
*Ayah Panton, Budayawan Aceh, dan Hasan Basri M. Nur, Dosen Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: hb_noor@yahoo.com