oleh hanif sofyan
Jika anda generasi X atau Y, anda pasti pernah mendengar lirik lagi emas kelompok Band Koes Plus itu, setidaknya dari koleksi piringan hitam atau kaset milik orang tua. Lagunya berkisah betapa suburnya Nusantara kita. Sehingga muncul analogi, sekedar tongkat kayu bisa jadi tanaman, bukankah stek ubi kayu yang ditancapkan di tanah, bisa berbuah ubi yang lezat?.
Sepotong Syurga Di Bumi
Ketika ekspedisi Kapal Siboga merapat di Pelabuhan Teluk Perak, Surabaya pada Selasa, 27 Februari 1900, menandai akhir setahun petualangannya. Max Wilhelm Carl Weber bersama Anna Weber-Van Bosse,zoolog Jan Versluys, Hugo Nierstrasz, fisikawan A. Schmidt dan kartograf J.W. Huysmans serta Kapten ekspedisi, Gustaaf Tydeman berhasil menemukan Garis Webber. Dan setelahnya hikayat negeri rempah Nusantara makin mendunia.Garis Weber, adalah garis bayangan yang membelah Indonesia Bagian Tengah (WITA) dan Indonesia Bagian Timur (WIT), dan menandai warisan flora dan fauna unik Indonesia bagian timur yang tiada duanya.
Di dunia baru-new world, pegunungan Foja atau Memberamo, Papua, ditemukan kekayaan botani yang luar biasa. 191 jenis spesies mamalia, 552 spesies burung air dan darat (tidak termasuk burung pantai atau burung migran), 142 spesies kadal, 83 spesies ular, lebih dari 130 spesies katak, 2.650 spesies ikan (sekitar 60 persennya spesies ikan laut), serta lebih dari 100.000 spesies antropoda (spesies tanaman hidup di wilayah ini). Tanaman asli wilayah itu diperkirakan 50 persen dari total jumlah spesies flora. Papua pun merupakan wilayah terkaya tanaman anggrek jenis Bulbophyllum dan Dendrobium, dengan 500 lebih spesies mengagumkan dari genre ini. Bahkan ekspedisi 2005, tim Conservation International (CI), mencatat 40 spesies baru ditemukan, termasuk kanguru berbulu emas. Bahkan, Buchler Bruce dari CI menyatakan bahwa 200 jenis spesies burung di Papua dipercaya merupakan yang terbanyak di dunia.
Belum lagi wilayah Indonesia bagian barat yang di batasi Garis Wallacea. Garis yang memisahkan wilayah Indonesia bagian tengah dan Indonesia bagian barat, dimana kisah hikayat sejarah rempah Nusantara bermula.
Sejak Ekspedisi Columbus memulai pencarian rempah dunia dan berujung pada penemuan benua Amerika di akhir abad ke-15 Masehi, dampak penemuannya adalah dimulainya eksplorasi “bahan-bahan pangan baru”. Bangsa Eropa membawa temuan bahan pangan baru dan membudidayakannya di Eropa, Afrika dan Asia. Asia Tenggara, khususnya Nusantara, dengan lebih dari 2.000 jenis tumbuhan.Kini kita akan merekonstruksinya kembali melalui Jalur rempah Nusantara. Ekspedisi jalur rempah dengan kapal Dewa Ruci dalam Muhibah Budaya dan Jalur Rempah Nusantara, sejak 17 Agustus 2021 hingga 28 Oktober 2021, akan berlayar dan melabuhkan jangkar di 13 titik rempah; Banda Neira, Ternate, Makassar, Banjarmasin, Bintan, Medan, Lhokseumawe, Padang, Banten, Jakarta, Semarang, Benoa dan Surabaya, mengulang kembali kejayaan Negeri Bahari dan Poros Maritim Dunia.
Mengapa Jalur Rempah?
Seperti halnya jalan sutera, sebagai jalur perdagangan internasional kuno dari peradaban China yang menghubungkan wilayah barat dan timur. Diambil dari buku The Silk Road in World History (2010) karya Xinru Liu, istilah jalur sutera tidak pernah ditemukan dalam cataan sejarah China. namun pada abad ke-18, peneliti asal Jerman, Von Ricthofen menamainya The Silk Road.https://www.youtube.com/watch?v=2Z1nEnr3GME
https://www.mongabay.co.id/sejarah-alam-indonesia/
https://www.mongabay.co.id/papua/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar