Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Senin, 05 Desember 2011

Kisah SDN Kecil Liyan (Bagian Negeri Indonesia Juga)

OPINI-kompasiana | 06 December 2011 | 15:07 36 1  
by hanifsofyan-acehdigest


Pasal 31 Ayat 1 dan 2 UUD 1945Tiap-tiap  warga Negara berhak  mendapat pengajarandan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional,yang diatur dengan undang-undang”.

Liyan adalah sebuah dusun kecil di daerah perbukitan di wilayah Palu, Sulawesi Tengah. “Sekolah Gunung” mereka harus ditempuh dengan berjalan kaki berjam-jam, melintasi bukit melalui jalan setapak. Dulu, bahkan harus dibantu menggunakan akar pohon untuk bisa naik ke bukit menuju sekolah terpencil itu. Ridwan, Asdia dan Mesak Soda adalah para perintis yang hingga hari ini terus membagi hati dan keringatnya untuk kemajuan dusun kecil itu, semata-mata karena kasih sayang dan kecintaannya pada anak-anak. Mereka yang punya tekad tapi tak punya kesempatan seperti anak lainnya untuk bisa mengenyam bangku sekolah. Tak penting bersepatu atau tidak, yang utama, mimpi bisa sekolah-nya tercapai. Sesederhana itulah keinginan dan mimpi mereka, yang terus dan berusaha dibangun oleh laiknya pasukan elit tri musketeer dari Palu, hingga hari ini, hingga detik ini.

Kisah miris guru di daerah terpencil, dalam memperingati hari guru 25 November 2011 ini, adalah sebuah kisah dan “ruang”  kontemplasi. Untuk mengingatkan banyak orang tentang “peran” guru berdedikasi tinggi namun terabaikan dalam hingar bingar “gemerlapprogram pendidikan dan upaya membangun generasi “melek huruf”

Kisah ini adalah “puncak gunung es”, karena begitu banyak kisah asdia lain yang belum terekspos oleh media, sebagai corong penyambung lidah para guru “pejuang”, yang berjibaku membangun negeri Indonesia dengan dedikasi dan caranya tersendiri. Dengan Misi sederhana merubah nasib anak didik layaknya merubah nasib anaknya sendiri. Jika Semua orang berpikir sesederhana itu, kiranya anak-anak Indonesia akan bisa menikmati “tanah airnya” sendiri. Kisah ini sekaligus menjadi “cambuk” bermata dua bagi pemerintah dan para pihak berkompeten yang selama ini berbicara banyak tentang pendidikan, tentang kualitas. Sementara jauh diwilayah antah berantah masih di dalam negeri kita, ada anak tanpa sepatu yang bercita-cita tinggi dan mulia untuk terus belajar agar bisa merasa memiliki negerinya sendiri, dengan dibimbing oleh guru-guru mulia yang bermimpi sederhana supaya anak-anaknya kelak menjadi lebih baik, lebih mengenal dan mencintai negerinya sendiri.

Pelajaran lain yang bisa dipetik dan harus terus dibangun adalah, teruslah menuliskan tentang kisah para guru pejuang, dimanapun agar menjadi cambuk bagi kita untuk lebih memperhatikan nasib mereka yang hari ini, ketika orang riuh berdemo dan menuntut UMR, sementara mereka mesin pencetak generasi baru hanya mendapatkan sepertiga dari UMR yang seharusnya di terima oleh banyak orang. Mereka berhak mendapatkan lebih dari sekedar UMR dan status yang tak lagi hanya sekedar Honorer!.
Tokoh:
1.Ridwan (kepala sekolah) Misi:” mengajak orang belum tau menjadi tau, mengajak orang yang belum mau menjadi mau”.
2.Asdia yang biasa ditemani putrinya 3 tahun saat bertandang kesekolah gunungnya, (guru Honorer, sejak 1996 hingga sekarang gaji Rp.350.000,-/bulan/dibayar per 3 bulan), Misi: “ Agar anak-anak menjadi lebih baik, kerja lebih baik dan nasibnya berubah menjadi lebih baik dari sekarang”. (kurang lebih 15 tahun honorer, dengan penghasilan Rp. 350.000,-x12 bulan x 15=Rp63.000.000,-). Bayangkan jika Ia menerima dana layaknya UMR dan insentif tambahan atas dedikasinya di daerah sangat terpencil?. Mari berhitunglah setidaknya hitungan itu adalah hitungan nasib dan kerja keras yang telah mereka lakukan selama tak kurang dari 15 tahun.
3.Mesak Soda (Guru Honorer, sejak 1982 hingga sekarang gaji Rp.350.000,-/bulan/dibayar per 3 bulan). (kurang lebih 29 tahun honorer, dengan penghasilan Rp. 350.000,-x12 bulan x 29=Rp.121.800.000,-).
Perjuangan mereka adalah cermin kesungguhan “guru” dalam makna yang sesungguhnya. Ketika dedikasi mereka melampui “batas” tanggungjawab yang seharusnya mereka tanggung. Lalu dimana  peran pemerintah?, apakah mereka harus selalu menjadi pihak yang terlambat bertindak? Atau justru diuntungkan dengan begitu banyaknya guru-guru “patriot” yang berjuang dengan bayaran “alakadarnya”?. Ataukah karena dunia pendidikan kita tengah lebih disibukkan dengan “proyek-proyek pendidikan” sehingga proses “memanusiakan manusia” melalui pendidikan ala Paulo Freire terabaikan?. Ratusan hingga ribuan “patriot” pendidikan saat ini tengah menantikan “harapan”, yang pasti tidak saja untuk dirinya, tapi lebih pada harapan “sekolah layak” untuk anak-anak didiknya.
Laiknya sebuah sekuel film, Liyan adalah sekuel dari kisah Laskar Pelangi. Kisah-kisah dalam layar lebar kehidupan yang tak pernah menginjakkan kakinya di bioskop, sehingga tak pernah ketahuan rating dan pemeran utamanya. Dan penghargaan layaknya “piala citra” tak pernah masuk dalam agenda “panggung perfilman kehidupan”.Dan bagaimana dengan kisah yang sama di Nanggroe Aceh kita? [hans-acehdigest]
SWARA LIYAN TVRI 30 NOVEMBER 2011 Produser : Pipiet Trianto
Contact Number :0852 1036 4141 Facebook-swara liyan TVRI 

Small SDN story Liyan (Part Affairs of Indonesia also)
by hanifsofyan-acehdigest

Article 31 Paragraph 1 and 2 of the 1945 Constitution "Every citizen is entitled to teaching" and "Government establish and conduct a national educational system, which is regulated by law".
Liyan is a small hamlet in the hills in the area of ​​Palu, Central Sulawesi. "Mountain School" they must be reached by walking for hours, across the hill through the path. First, even using the root of the tree should be assisted to get up the hill toward the school's remote. Ridwan, Asdia and Mesak Soda are the pioneers who to this day continues to divide the liver and sweat for the progress of the little hamlet, solely because of compassion and love of children. Those who have a determination but had no opportunity as other children to be received his school. No significant shod or not, the principal, the school of his dreams could be achieved. Simple as that's wishes and their dreams, which continue and try to be built by the elite tri Like the musketeers "of the hammer, until today, until this moment.


Sad story of teachers in remote areas, teachers in commemorating the day 25 November 2011, is a story and "space" contemplation. To remind people about the "role" highly dedicated teachers but overlooked in the frenetic "sparkle" educational programs and efforts to build a generation of "literacy".


This story is the "tip of the iceberg", since so many other asdia stories that have not been exposed by the media, as the mouthpiece of a mouthpiece for the teachers "warriors", Indonesia is struggling to build the country with dedication and the way of its own. With the simple mission to change the fate of students as change the fate of his own son. Everyone thinks if it were, would Indonesian children will be able to enjoy the "homeland" itself. The story is both a "whip" a double-edged for the government and the competent parties who had been talking a lot about education, about the quality. While much is still in the middle of nowhere in the region in our country, there are children without shoes who aspire to high and noble to keep learning in order to feel ownership of their own country, guided by teachers so noble a simple dream that their children would be better , get to know and love their own country.


Another lesson to be learned and should continue to be built is, continue to write about the story of the "teachers fighters", wherever that be a whip for us to pay more attention to their fate today, when the boisterous march and demanded minimum wage, while those new generation printing machine just get a third of the minimum wage should be received by many people. They deserve more than minimum wage and status are no longer just Honorer!.


Figures: 

1.Ridwan (principals) Mission: "to invite people do not know to know, ask people who do not want to be like".

2.Asdia usually accompanied by her daughter three years now visit the mountain to school, (teachers Honorer, from 1996 to present salary Rp.350.000, -/bulan/dibayar per 3 months), Mission: "To the kids get better, work more good and his fate changed for the better from now on ". (Approximately 15 years honoree, with an income of Rp. 350,000,-x12 months x 15 = Rp63.000.000, -). Imagine if he received the funds as the minimum wage and an additional incentive for his dedication in very remote areas?. Let's Count at least count it is a matter of luck and hard work they have done for not less than 15 years.


3.Mesak Soda (Master Honorer, since 1982 to the present salary Rp.350.000, -/bulan/dibayar per 3 months). (Approximately 29 years honoree, with an income of Rp. 350,000,-x12 months x 29 = Rp.121.800.000, -).


Their struggle is mirrored sincerity "teacher" in the true meaning. When the dedication they exceeded the "limit" they are supposed to bear responsibility. Then where the role of government?, Whether they should always be the party too late to act? Or actually benefited by so many teachers of "patriots" who fought for a fee of "spurious"?. Or is it because our education was more preoccupied with "educational projects" so the process of "humanizing of man" through education a la Paulo Freire ignored?. Hundreds to thousands of "patriotic" education is currently waiting for "hope", which is definitely not just for himself, but rather on expectations "school appropriate" for young protege.


Like a sequel to a movie, Liyan is the sequel of the story of Laskar Pelangi. The stories in the big screen of life who never set foot in the cinema, so it never caught ratings and play the lead. And the award as "trophy image" was never on the agenda "film stage of life". And what about the same story in Aceh us? [Hans-acehdigest]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar