by hanifsofyan-acehdigest
Dalam dua hari ini di Aceh digelar dua Workshop Internasional tentang kebencanaan. Ini Penting untuk terus mengingatkan kita, karena kita tinggal dalam area "ring of fire" bencana. Setidaknya ada 11 bencana beruntun paska Tsunami 26 Desember 2004, yang berakhir di Tohoku jepang belum lama ini. Dalam tragedi besar di tahun 2000-an ini, baik Jepang maupun Aceh ini sama-sama korban tsunami, namun dengan kisah yang berbeda. Terutama karena pengalaman tsunami Aceh, menjadi bahan pembelajaran bagi banyak negara, salah satunya Jepang, sebagai negera yang mengenal tsunami dengan baik. Jepang saja dalam tragedi di Tohoku mengalami kerugian jiwa yang tidak sedikit, meskipun dianggap salah satu negara yang paling siap menghadapi bencana jenis ini, konon lagi Aceh yang baru mengalami tsunami dasyat tersebut sekali.
Agaknya gempa yang diiringi tsunami memang punya "rumus", tak terbantahkan bahwa tsunami memang "sulit" diprediksi. Dan sebagai solusinya, setidaknya pilihan kita adalah mitigasi, meminimalisir korban pada angka sekecil mungkin.
Karena kita berada dalam lingkar wilayah bencana itulah, acara bertukar pikiran dalam AIWEST-DR itu digelar. Pemahaman tentang kebencanaan harus menjadi sesuatu yang intens dilakukan. Apalagi kita punya kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Simeulue, sebuah pulau kecil di titik luar wilayah Aceh, yang tahun 2004 lalu merupakan titik pusat gempa dan tsunami. Melalui pemahaman kita tentang Smong, seharusnya kita makin tahu bagaimana seharusnya kita hidup bersama bencana, bukan menghindari tapi berusaha "berkawan dengan bencana"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar