Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Sabtu, 22 Januari 2011

Budaya Meugadee

Sun, Aug 23rd 2009, 09:00

Budaya Meugadee

Oleh Dr. Agussabti

Megadee dalam bahasa Aceh hampir sepadan dengan istilah “mengemis” dalam bahasa Indonesia. Dahulu orang megadee lebih melekat pada kaum miskin yang cacat atau perempuan janda yang tidak mepunyai penghasilan untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari. Namun anehnya sekarang, budaya megadee sekarang sudah menular kepada kelompok elit masyarakat. Pertanyaannya jika semua orang sudah dihinggapi mental megadee, siapa yang menjadi pemberi?



Kebanyakan, orang mengadee itu bukan hanya karena miskin, tapi juga karena mental. Fenomena ini terungkap ketika kami melakukan penelitian di satu desa. Ada dua keluarga di desa tersebut tergolong fakir miskin. Keluarga pertama adalah keluarga lengkap tetapi anaknya banyak. Mereka setiap hari bekerja keras ke sawah, ladang atau ke sungai untuk mencari menutupi kebutuhan keluarga, tapi penghasilan yang diperoleh selalu tidak mencukupi. Karena itu, keluarga ini sering meminta-minta pada tetangga atau pada siapa saja di kampung yang mau memberikan sesuatu padanya. Kadang dia tidak datang sendiri, tapi menyuruh anaknya untuk meminta garam, cabe, atau apalah lainnya untuk menutupi kebutuhannya.

Keluarga kedua adalah keluarga yang tidak lengkap. Sang suami sudah meninggal setelah anak ketiganya lahir. Janda ini setiap hari ke sawah dengan mengendong anaknya yang masih kecil dan dibantu oleh dua abangnya yang sudah agak besar. Di celah-celah waktu luang, dia bersama anaknya yang agak besar menggarap lahan di sekitar rumahnya menanam sayuran, tapi kerap kali kebutuhannya lebih besar dari pendapatannya. Namun keluarga ini tidak pernah meminta sesuatu pada orang lain, kecuali kalau ada orang bersedekah secara ikhlas untuk anak yatim yang dipeliharanya. Gambaran fenomena ini sebenarnya juga dialami oleh keluarga lainnya. Namun hal yang mau dipaparkan di sini adalah berkaitan dengan mental mengadee. Ternyata tidak semua orang miskin mau menggadee. Sepertinya, mental mengadee ini muncul pada tipe orang yang mau enaknya tapi tidak mau bekerja keras.

Bagi orang Aceh, megadee itu dulunya termasuk pekerjaan yang anggap memalukan sehingga hanya orang yang dalam keadaan terpaksa megadee. Namun sekarang budaya megadee tidak hanya melanda kaum fakir miskin, tetapi mental ini sudah mewabah ke kelompok masyarakat mmapu yang tidak pantas megadee, seperti megadee proyek, megadee jabatan, dan megadee apalah lainnya yang menghilangkan marwahnya sendiri.

Wabah Megadee
Sebenarnya bukan sepenuhnya salah masyarakat dalam mewabahnya metal megadee ini. Pemerintah ikut ambil bagian yang mendidik masyarakat untuk megadee. Sebelumnya, rakyat Aceh bisa menyumbangkan pesawat kepada pemerintah RI. Tapi tanpa sadar, lewat pola paternalistic, yakni membangun sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat, pemerintah telah menina bobokkan masyarakat dengan berbagai program bantuan dan subsidi yang lama-kelamaan membuat mental ketergantungan masyarakat semakin tinggi kepada pemerintah.

Program bantuan di bidang pertanian, peternakan, perikanan, koperasi, industri kecil, hampir seluruhnya tidak mendidik masyarakat untuk mandiri. Seperti bidang pertanian, pemerintah selalu membantu bibit, pupuk, atau modal usaha atau lainnya yang sebagian besar terfokus pada on-farm (budidaya tanaman). Namun pada saat produksinya melimpah, pemerintah lepas tangan sehingga harga anjlok dan petani rugi. Selain itu, bantuan tadi selalu dikaitkan dengan pinjaman, tetapi kalau akhirnya tidak dibayar juga tidak apa-apa, akan ada pemutihan dari pemerintah sendiri. Inilah yang membuat petani tidak mau mengembalikan pinjaman dan akhirnya mucul budaya mengadee.

Padahal yang dibutuhkan petani bukan bantuan itu, tapi bagaimana harga produk pertanian bisa terjamin. Ini yang harus dilakukan pemerintah, karena tidak bisa dilakukan oleh petani. Pemerintah, lewat organisasi petani, harus mampu membangun networking marketing dan teknologi yang bisa menjamin pemasaran setiap produk pertanian petani. Ketika krisis ekonomi 1997, harga nilam meningkat dari Rp 30 ribu/kg menjadi 1 juta lebih/kg, hampir semua petani menanam dan mengolahnya sendiri tanpa dorongan pemerintah atau penyuluhan pertanian. Ini membuktikan bahwa pemerintah selama ini salah kaprah dalam membangun petani, yang dibutuhkan petani bukan hanya on-farmnya, tapi yang lebih penting adalah pengolahan dan pasar (off-farmnya). Karena kesalahan pola pembangunan itulah menyebabkan munculnya mental mengadee pada pemerintah.

Di Aceh, budaya megadee makin mewabah lagi pascabencana menyusul melimpahnya bantuan yang masuk. Banyaknya proyek infrastruktur dan tidak dibangunnya sektor ekonomi real, dipredikasi akan menjadi bumerang dari budaya megadee setelah semua proyek BRR dan NGO berakhir. Effek negatif yang ditimbulkan oleh budaya megadee adalah hilangnya kreatifitas berfikir dan berusaha. Karena megadee ini akan terasa enak bagi sebagian orang yang telah kehilangan rasa malunya, kerja tidak susah tapi uang dapat. Budaya inilah yang sedang melanda sebagian besar rakyat negeri ini. Berita Serambi Indonesia tentang pemukulan seorang Kepala Dinas oleh kontraktor akibat tidak kebagian proyek adalah gambaran sudah begitu mewabahnya budaya mengadee proyek.

Mengubah budaya megadee gampang. Kuncinya membangun masyarakat, pegawai negeri, kontraktor atau pejabat untuk bekerja keras, disiplin, dan patuh pada aturan. Pemerintah yang memiliki banyak staff, seharusnya jangan menumpuk di kantor saja. Lebih bagus dikerahkan ke lapangan untuk membantu memecahkan persoalan real yang dihadapi masyarakat. Mereka diberi insentif berdasarkan program kerja mandiri bersama masyarakat, bukan berdasarkan proyek. Tentu perlu pengembangan kapasistas staf pemerintah dan masyarakat lewat berbagai pendidikan dan pelatihan.

Pemerintah jangan terlalu banyak intervensi dalam pembangunan, tapi yang penting bagaimana bisa menyediakan berbagai fasilitas yang membuat masyarakat bisa bekerja kreatif dan mandiri. Langkah awal yang harus dilakukan pemerintah adalah menfasilitasi terbangunnya networking organisasi sehingga menjadi wadah yang mempunyai bargaining posisi dalam menentukan harga dan kebijakan. Kalau organisasi masyarakat dan swasta sudah mandiri maka budaya mengadee ini akan berubah menjadi energi baru masyarakat untuk berpikir kreatif dan berusaha secara mandiri. Kita berdosa pada arwah pejuang bangsa ini kalau akhirnya sebagian kita menjadi penggadee.

* PENULIS adalah dosen pada Fakultas Pertanian Unsyiah dan Foreign Visiting Research di Nagoya University, Jepan.

1 komentar:

  1. acehdigest note's:
    Perilaku, Tibum, Dinsos, dan ketidakseriusan kita, telah mengantar "mereka" kembali ke jalanan. seperti "penyakit" yang bertambah imun alias kebal.

    BalasHapus