Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Kamis, 11 April 2013

Kita dan Bencana

by hanif sofyan-opini
28 Agustus 2012

Banjir bandang dan tanah longsor di kawasan Desa Naga Timbul, Sukadamai, Gaya Sendah, Desa Sepakat dan Bunbun Indah Kecamatan Leuser di Aceh Tenggara 17 Agustus 2012, (serambi, 24/8) dengan kehancuran 172 rumah membuka lembaran awal bencana lingkungan paska Ramadhan 2012. Dan ini menjadi salah satu pekerjaan awal pemimpin baru kita untuk melihat realitas lingkungan kita. Bahwa sesungguhnya kita tengah membuat berbagai bencana baru dengan ketimpangan kebijakan lingkungan yang sejak lama kita anut.

Pekerjaan besar yang sedang menunggu kita paska ramadhan adalah penyelesaian berbagai agenda krisis lingkungan. Sepertinya Ramadhan menjadi moment “gencatan senjata” bagi banyak pihak termasuk juga “bencana” dalam perseteruan dan pertarungan panas di ranah lingkungan. Para pihak mencoba menahan diri dan seperti api dalam sekam, hanya menunggu waktu untuk meledak. Banjir bandang Agara menjadi agenda bencana pertama yang harus segera dituntaskan karena berkait dengan sengkarut kebijakan lingkungan yang kebablasan.


Ditolaknya Permohonan Peninjauan Kembali (PK) walhi soal Ladia Galaska terhadap Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh oleh MA selasa 31 Juli 2012 dan kekalahan gugatan walhi dalam kasus Rawa Tripa menjadi catatan penting di triwulan dan semester pertama tahun 2012 yang menandai kekalahan “lingkungan” terhadap para petualang bisnis lingkungan. Berbagai bencana itu mewakili kondisi terkini Aceh, diantara riuhnya kampanye dan pesta demokrasi kemarin yang melenakan kita terhadap persoalan genting lingkungan saat ini. Persoalan lingkungan yang kian kritis ini menjadi pekerjaan rumah yang menanti solusi para petinggi dan pemimpin Aceh yang baru.

Dan sejak dikukuhkan kemenangannya menjadi Aceh-1, sekaligus merupakan babak baru para pemimpin untuk memulai membangun Aceh dan kesempatan kita menanti janji para pemenang yang tengah memasuki periode transisi kepemimpinan dan mulai disibukkan dengan penyelesaian agenda pekerjaan besar salah satunya soal lingkungan. Pemimpin Aceh hari ini, langsung berhadapan dengan tantangan besar, sebuah negeri yang karib dengan bencana. Dan harapan kita tentunya kita tak lagi berkutat dengan lingkaran setan persoalan kepentingan para pemimpin negeri, pengusaha dan penjaga keamanan negeri yang mengobrak-abrik lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan dan deal-deal yang tak berkesudahan. Sehingga berganti pemimpin hanya berganti retorika, namun dengan perilaku yang sama.

KITA DI ANTARA BENCANA
Fakta menunjukkan, Aceh adalah sebuah negeri yang berada dalam lingkar bencana. Indonesia secara geografis merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik; Lempeng Benua Asia, Benua Australia, Lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik yang memanjang dari pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi; sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut menyebabkan Indonesia rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO).

Dengan catatan tersebut wajar jika bencana bisa datang kapan saja. Tak kurang dari 50 gunung berapi aktif di Indonesia, dan Aceh memiliki 5 diantaranya. Kita yang berada di dalamnya adalah “objek” bencana, ancaman tak kenal waktu. Dan mau tak mau kita dipaksakan untuk memahami ruang lingkup substansi kebencanaan, tentang konsep risiko bencana (risk), bahaya (hazard), dan kerentanan (vulnerability). Dan simulasinya telah kita lakukan secara tidak langsung dengan gempa 8,5 SR dan 8,1 SR Kamis 12 April 2012 kemarin, yang menggambarkan bagaimana kepanikan bercampur dengan cara penanganan bencana yang kita miliki hari ini. Mencoba membuka lembaran lama tentang “benturan” kita dengan alam yang kian “parah”, kita akan menemukan panjangnya daftar “kerusakan” yang kita buat paska jeda konflik. Lihatlah deretan fakta bencana Aceh dari tahun 2007 hingga November 2011; Banjir 695 kali, Longsor 161 kali dan Konflik Satwa 224 kali (Walhi Aceh 2011). Hutan-hutan dan tambang kita kini menjadi incaran jarahan para pencari kekayaan yang memanfaatkan segala moment pembangunan dan disaat yang sama kita tengah “menanam” bencana baru. Dengan tergadaikannya rawa, tambang dan hutan Aceh kita, saat ini kita tengah mundur dari satu bencana dan membuat beribu bencana baru ke depan.

Pertarungan pemikiran dalam menciptakan harmoni alam adalah sebuah pertarungan tanpa henti antara dua kepentingan. Pada satu sisi menjaga masa depan lingkungan lestari, berbenturan dengan kepentingan “sesaat dan sesat”, untuk melaksanakan hajat nafsu. Terlepas apakah sekedar “menarik modal awal” selama proses menjadi pemimpin negeri atau sekaligus menumpuk investasi untuk mengekalkan “kursi kepemimpinan yang makin basah tapi juga panas”. Ini adalah dua persoalan yang tak pernah akan menemukan titik temu, ketika kearifan harus berhadapan langsung dengan kerakusan.

MENUNGGU JANJI PILKADA
Kesibukan ritual pilkada kemarin dengan kampanyenya yang mengempiskan 5,4 milyar dari kantong sebuah partai saja, bisa menggambarkan kerasnya pertarungan yang belum lama berlangsung, dengan kemenangan Partai Aceh sebagai kontestan yang dipilih oleh mayoritas rakyat dengan 53,67 % suara (LSI).

Gempa 6,2 SR yang berpusat di barat daya Simuelu kemarin, menjadi sebuah pesan yang mengingatkan bahwa gempa besar ternyata tidak diikuti tsunami, seperti riuhnya pilkada yang tidak dilumuri dengan amis darah yang parah, semogalah kiasan ini benar adanya. Sekaligus ini jadi pengingat, siapa “kita” sebenarnya.

Aceh adalah sebuah negeri dalam bencana, dalam makna sesungguhnya tidak dalam kaitan politis saja tapi juga dalam konteks natural hazard yang melingkupi keberadaanya. Kondisi alamiahnya saja yang berada 1 meter di bawah permukaan laut merupakan tantangan yang sedari dulu diamini oleh banyak orang sebagai tantangan bagaimana seharusnya membangun Aceh dengan benar, karena butuh berbilang tahun kita baru bisa membereskan urusan mengalirkan air dengan benar dengan drainase kota kita, konon lagi untuk urusan lain.

Ini menjadi catatan penting bahwa persoalan lingkungan dalam kapasitas sebagai kawazan zona ring of fire saja bisa menimbulkan bencana dahsyat seperti tsunami 2004 lalu, konon lagi jika ditambahi dengan pembalakan, deforestasi, pembukaan lahan yang mengeringkan sumber air tanah, dan berbagai tambang galian yang mengikis potensi bumi Aceh hanya untuk kepentingan segelintir orang tapi bukan untuk kemaslahatan rakyat banyak. Aceh sudah terlalu lama dengan catatan dan deretan korban yang panjang terkait bencana baik dalam kasus konflik maupun alam, sehingga sudah saatnya pemimpin baru lebih memahami bagaimana memperlakukan lingkungan dengan baik dan benar.

Sekaligus ini akan menjadi ujian, apakah dibawah kepemimpinan “zikir” ini, Aceh akan lebih bermartabat sebagai sebuah nanggroe impian banyak orang hari ini. Atau tetap berkutat dengan persoalan klasik lingkungan, para penjarah hutan dan tambang, politisi busuk yang mengotori dewan dengan korupsi. Tentu akan menjadi sia-sia kemenangan dan perjuangan mereka untuk mengambil hati rakyat dan kemudian dengan harapan sebesar gunung, rakyat memilih pemimpin untuk memakmurkan negeri hanya mendapati para orang-orang yang ‘kalah’ dengan kekuasaan dan kepentingan. Ini akan menjadi peristiwa penistaan keadilan bagi rakyat yang susah payah berjuang untuk memilih pemimpin sejati bukan para pemimpi.

PR KASUS LINGKUNGAN
Berapa banyak muatan isu lingkungan dalam penyampaian visi misi yang diusung para calon Gubernur dan wakil gubernur dalam pilkada 2012 kemarin?, masih kuatnya dorongan pada pertumbuhan ekonomi dan miskinnya muatan soal-soal lingkungan merupakan sinyal bakal munculnya kekuatiran akan dijadikan seperti apa Aceh kita dalam kaitan problematika lingkungan.

Jika ditanyakan kepada rakyat banyak tentang harapan dan impian seperti apa dengan pemimpin baru dan Aceh kita kedepan hampir klise, mereka semua akan sepakat menjawab memimpikan sebuah Aceh nanggroe Dar es salam, sebuah negeri yang damai, alam lestari, perekonomian yang kian membaik. Dan dalam bahasa yang sulit dijangkau orang akan menjawab sebuah Aceh yang adil dan makmur serta sejahtera.

Padahal dipanggung kehidupan, hari ini berceceran fakta ketidakadilan lingkungan, konflik horizontal antara “pemilik hutan” dan perampok yang memasuki hutan dengan berbekal SIM Hutan (surat izin menggunduli hutan), yang menggusur seluruh hak ulayat yang telah mendiami hutan berabad lampau. Penambangan yang menafikan tambang sebagai sumber pendanaan darurat dan terakhir jika seluruh alternatif mendapatkan uang untuk pembangunan telah menemui jalan buntu. Penguasaan dan alih fungsi lahan yang tidak peduli lahan sebagai penyimpan cadangan air bagi kehidupan banyak orang dan hunian habitat lain yang tinggal di dalamnya, penggerusan Daerah Aliran Sungai yang kekritisannya rata-rata 70% per DAS dan total kerusakannya hingga 46,40% sejak tahun 2006 (walhi Aceh), terutama untuk pemenuhan tambang galian C, yang mengesampingkan daya dukung sungai dan tata kelola lingkungan yang baik, sehingga mengeringkan sungai-sungai kita menjadi “lapangan bola baru” di tengah aliran sungai yang mengering.

Dan muara dari semua musibah lingkungan itu adalah ketika hak-hak rakyat terhadap buminya sendiri diganti dengan uang dan keberadaan institusi rakyat sebagai penjaga alam dengan kearifan lokal melalui mukim, gampong, pawang uteun, pawang laot kehilangan legitimasi dan menjadi penonton bagi seluruh perusakan lingkungan. Pengembalian kedaulatan lingkungan dari “tangan-tangan” yang selama ini merusak hutan dengan mengembalikan hak kelola kepada rakyat adalah salah satu mimpi besar dalam mengembalikan alam Aceh kembali menjadi seperti semula. Dan hal itu dimungkinkan jika para pemimpin baru Aceh ke depan memahami bagaimana sesungguhnya Aceh sebagai negeri lingkar bencana (ring of fire), sehingga tak perlu menambahnya dengan bencana baru.[hans-2012].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar