Pantai Barat - 14 January 2012 | opini-harian aceh
oleh Azhar Sigege
Tujuh tahun silam di Batu Putih pinggiran Kota Meulaboh, tempatnya syahid pahlawan nasional Teuku Umar Johan Pahlawan, menjadi sebuah tempat kreasi bagi warga. Di Kawasan itu pula terlihat cafe-cafe penyedia minuman segar dan makanan unik berderet di tepi pantai.
Di kawasan Batu Putih juga terdapat sederetan penjual buah segar. Keunikan para penjual buah saat itu menyediakan buah rumbia yang telah mengalami proses pengasinan sebagai oleh-oleh untuk pendatang dari luar Aceh Barat. Buah rumbia itu di taruh dalam karung kecil daun pandan yang sering disebut umpang.
Sebelum diasinin rasa buah rumbia sangat kesat, namun berkat ilmu pengetahuan dari orang pendahulu akhirnya kaum ibu ini menemukan proses peralihan rasa dari kesat menjadi asin. Inilah yang menjadi daya tarik orang yang datang ke Meulaboh untuk membawa pulang buah ini agar bisa dicicipi oleh keluarganya sebagai tanda mata orang itu baru pulang dari bumi Teuku Umar.
Namun, setelah Meulaboh ikut bagian dari porak-porandakan tsunami 2004 silam, sejumlah pedagang di kawasan itu ikut diseret gelombang raksasa bersama tempat usahanya, sehingga kawasan itu tak lagi menjadi tempat penjual buah, namun para pedagang buah yang tersisa beralih ke tempat lain di dalam kota Meulaboh, tanpa disertai buah rumbia dalam umpang. ”Sebelum tsunami rata-rata tempat penjual buah ada buah rumbia,” kata Sudir, seorang penjual buah di Kota Meulaboh.
Menurutnya, buah rumbia itu di tampung oleh pedagang buahan dari sejumlah ibu rumah tangga setelah melalui proses pengasinan. ”Biasanya dulu kami jual dalam satu umpang mencapai lima ribu rupiah, dan di tempat saya dulu bisa laku mencapai delapan puluh umpang,” jelasnya. Dengan hasil jual buah rumbia tersebut, Sudir bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Namun, paska tsunami melanda Aceh, buah rumbia yang menjadi oleh-oleh para tamu yang datang ke Meulaboh tidak nampak lagi. ”Kami lihat di setiap batang rumbia sekarang tak ada lagi buahnya, heran kenapa ini bisa terjadi,” lanjut Sudir.
Ia berharap kepada pihak terkait agar meneliti penyebab rumbia tak lagi berbuah dan menemukan solusi supaya buah rumbia kembali menjadi oleh-oleh kota Meulaboh. ”Selain kami pedagang buah, sejumlah ibu-ibu dan pemilik pohon rumbia hilang pekerjaan, sebab buah ini sangat digemari oleh pendatang, bahkan sampai sekarang kalau orang luar beli buah pasti itu yang lebih dulu ditanya,” paparnya.[Azhar Sigege]
Eh iya juga ya?? sewaktu kecil. sepertinya buat rumbia ini banyak beredar di sekitar kita. bahasa Aceh ditempat saya Boh Sagee. jadi kangen nih ama rasa yg sepat2 asem gitu, ingat pengalaman masa kecil waktu bermain2 ke hutan meuriya. hahaha
apa karna tsunami boh Sagee itu tidak ada lagi ya? kalau di daerah saya, boh sagee langka karna konversi lahan besar2an setelah tsunami. orang2 mulai mengincar lahan2 tidur yang jauh dari laut, salah satunya hutan meuriya tadi. semoga pemerintah bisa melestarikan boh sagee sebagai makanan khas Aceh. komentar yudi, 15/01/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar