Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Kamis, 20 Januari 2011

Catatan Aceh yang Tercecer

Sun, Nov 8th 2009, 09:15

Catatan Aceh yang Tercecer

Syahidah Bercelana Panjang dari Pantai Timur

(Refleksi 100 tahun gugurnya Cut Nyak Mutia)

Aneukneu sadjan malam ngon uroe, Suntok geusom droe didalam rimba.

Beulanda mita rata djitjawoe, Nibak siuroe ka troh hat masa.

Neutjang Beulanda siri nyang peutoe, Djitimbak dudoe oleh Belanda, Disinan sjahid Tjut Nyak Sambinoe, Tinggai aneuk droe’ sidroe lam rimba (Anzib Lamnyong, Himpunan Haba UreungTuha, 1968)

MEMPERINGATI 100 tahun wafatnya Cut Nyak Meutia, baru-baru ini saya diajak untuk berziarah ke makam beliau di Matangkuli, Aceh Utara, yang direncanakan pada tanggal 11 November 2009 ini. Kegiatan serupa pernah dilakukan tahun yang lalu ke Sumedang untuk ziarah ke makam Cut Nyak Dien yang wafat tanggal 8 November 1909. Muhibbah ritual ini pada prinsipnya adalah menumbuhkan semangat dan ruh perjuangan yang pernah dilakonkan para mujahid ini. Dan dalam kesendirian mereka di alam kubur, ada yang masih hidup yaitu semangat perjuangan mereka, yang bisa diwariskan pada generasi sekarang.

Untuk mengenang riwayat perjuangan Cut Nyak Meutia ini, maka catatan Aceh yang tercecer kali ini, saya mengangkat kisah sang pejuang mutiara pantai timur ini. Setelah iddahnya selesai, Mutia memenuhi wasiat suaminya T Cut Muhammad yaitu kawin dengan Pang Nanggroe. Teuku Cut Muhammmad sendiri dihukum tembak oleh Belanda dan gugur pada tanggal 25 Maret 1905 di Lhokseumawe (kisahnya sudah saya papar minggu lalu).

Syahdan, pernikahan Cut Nyak Meutia dengan Pang Nanggroe berlangsung sederhana di di hadapan Teungku Chik di Lueng Kubeu yang dinikahkan oleh ayahnya Teuku Ben Daud dan disaksikan oleh Teuku Ben Pirak (Abangnya), Teungku Paya Bakong alias Teungku di Mata Ie, Teungku di Barat, Pang Lateh serta para pejuang lainnya. Setelah akad nikah, maka keduanya langsung mengorganisir peperangan melawan Belanda.

Dalam sejarah, dicatat bahwa Cut Nyak Meutia dan Pang Naggroe bersama pejuang lainnya di wilayah Pasai, Keureuto dan Lhokseukon memancing Belanda supaya menyerbu ke markas mereka. Strategi itu dilakukan dengan memasang mata-mata yang terpercaya, lalu membuat siasat dengan memberitahukan kepada Belanda bahwa ada kenduri besar sedang diadakan di kediaman Cut Nyak Meutia.

Ketika pasukan Belanda menyerbu ke sana, didapatinya hidangan teratur rapi di atas rumah, nasi dengan serbaneka lauk pauknya. Prajurit-prajurit Aceh tidak seorang pun ditemui. Menurut perkiraan Belanda, semua orang Aceh yang menghadiri kenduri telah meninggalkan tempat itu karena kedatangan mereka. Dengan tidak berpikir jauh lagi, semua serdadu duduk menghabiskan semua makanan. Ketika mereka sedang makan dengan lahapnya, tiba-tiba rumah itu rubuh dan terhempas. Pada saat yang tepat, prajurit-prajurit Aceh menyerbu dan membunuh serdadu serdadu Belanda yang sedang berusaha melepaskan diri dari ambrukan rumah. Sebanyak 20 serdadu Belanda mati, dan 20 pucuk bedil berisi dengan -peluru-pelurunya berhasil direbut oprajurit Aceh. Ketika Belanda yang datang memberi bantuan, melihat tiang-tiang rumah, kasau dan alat kayu yang besar besar telah lebih dahulu digergaji. Untuk membuatnya tetap tegak utuh seperti semula diikat dengan tali-temali yang ujungnya berpunca pada pohon-pohon besar di sekitarnya.

Taktik yang dimainkan oleh Cut Meutia dan Pang Naggroe sangat dikagumi oleh musuh. Zentgraaff, penulis Belanda dalam bukunya “Perang Aceh” mengatakan siasat perjuangan Cut Nyak Mutia dan Pang Nanggroe merupakan seni yang luar biasa tingginya. Cara itu hanya dimiliki pada seseorang yang memang dilahirkan untuk menjadi pemimpin perang seperti mareka. Seni berperang seperti ini memang dilakukan di dalam situasi perang Aceh, dengan tujuan, musuh harus mati, senjata harus direbut. Artinya, musuh tidak boleh hidup atau lari dari medan perang.

Akhirnya, pemerintah Belanda di Batavia membentuk pasukan khusus yang diberi nama “Kolonne Macan” dipimpin Kaptein Hans Christoffel, diturunkan untuk mengejar Cut Nyak Meutia, Pang Naggroe dan pejuang lainnya di kawasan Lhokseukon, Keureutoe, Pase. Christoffel diberi hak untuk mengatur sendiri kesatuannya, asal Cut Nyak Mutia bisa dilumpuhkan.

Dalam operasi Belanda, mereka lebih banyak menggunakan pasukan dari serdadu Marsose yang pernah bertugas di Aceh. Mereka yang memiliki militansi dipilih Christoffel menjadi anak-anak macan dalam kesatuan Kolonne Macan-nya itu. Pada tanggal 26 September 1910, satu devisi dari Kolonne Macan yang dipimpin Van Sloten berhasil menemukan jejak Pang Nanggroe dan Cut Nyak Meutia.

Ketika terjadi perkelahian antara Pang Nanggroe dengan Van Sloten tiba-tiba sebutir peluru menembus dadanya. Ia tersungkur jatuh berlumuran darah. Beberapa saat kemudian menghembuskan nafas terakhir, gugur di hutan belantara. Menjelang hayatnya, berulang-ulang ia mengucapkan zikir memuji Ilahi. Ketabahan terbayang pada air mukanya yang semakin pucat kehabisan darah. Dalam keadaan sakaratul maut, dia memerintahkan isterinya, Cut Nyak Meutia, agar menyelamatkan diri bersama anak tirinya Teuku Raja Sabi dan pasukannya. Mayat Pang Nanggroe diangkat serdadu-serdadu musuh dan dikebumikan di Lhoksukon Aceh Utara.

Sebulan kemudian tepatnya pada tanggal 22 Oktober 1910, Belanda mengirim patroli dari devisi Kolonne Macan Marsose lainnya yang dipimpin oleh Sersan W.J. Mosselman untuk melakukan operasi di sekitar Gunong Lipeh untuk mengejar Cut Nyak Meutia dan pengikutnya di hulu Krueng Peutoe. Pasukan ini berhasil menemukan jejak Cut Nyak Meutia dan pasukannya. Peristiwa itu tercatat dalam buku “50 tahun Korps Marsose di Aceh” yang dikeluarkan pada tahun 1940. Sersan W.J. Mosselman mengisahkan sebagai berikut.

“Tembakan gencar ditujukan ke arah kami dari jarak yang dekat sekali. Peluru musuh mencurah sekitar kami dan mengenai bukit-bukit batu yang mendinding di belakang kami. Komando penyerbuan diberikan oleh seorang wanita berbadan ramping. Rambutnya tergerai menghiasai wajahnya yang putih kuning. Dia tiba-tiba terkepung oleh serdadu kami dalam jarak dekat sekali. Di kiri kanannya, di muka dan di belakangnya bermunculan sangkur-sangkur dan laras senapang yang siap ditembakkan. Tetapi ia tidak gugup. “Menyerah!” teriak Mosselman. Wanita itu tak mengacuhkan. Sebagai jawaban, dengan loncatan secepat kilat ia menerkam pasukan kami hingga rubuh. Sekali lagi Mosselman menempik, “Menyerah!” dia semakin marah. Seperti singa betina ia menyeringai kepada kami sambil mengacungkan pedang. Dalam keadaan yang genting itu, tiga laras bedil menembak ke arahnya, mengenai kepala dan badannya. Ia tersungkur dan jatuh. Kemudian gugur di celah-celah mayat bergelimpangan. Sebelum meneruskan tugas-tugas selanjutnya lebih dahulu kuperintahkan pasukan supaya membaringkan mayatnya serta membungkusnya dengan tikar-tikar yang kebetulan terdapat di situ. Saya membuka topi, sejenak berdiri di sampingnya untuk memberi hormat.

Cut Nyak Mutia akhirnya syahid tanggal 25 September 1910 di kawasan Alue Dua, Krueng Peuto, Matang Kuli bersamaTeungku Syekh Paya Bakong alias Teungku Seupot Mata dan pahlawan lainnya. Sedangkan anaknya Teuku Raja Sabi baru berusia enam tahun, berhasil diselamatkan. Saat itu dia melanglang buana dalam rimba raya sampai dengan tahun 1919. Teuku Raja Sabi meninggal pada tahun 1946 akibat dari revolusi sosial . Inilah kisah perjuangan satu keluarga di Aceh yang ternyata mereka memang ditakdirkan untuk menjadi pembela tanah indatu orang Aceh.

Cut Nyak Mutia, perempuan berkondai mutiara dari pantai timur ini sudah 100 tahun tertidur panjang di kesunyian. Cut Nyak tak pernah ikut “training gender”, tak ada workshop kesetaraan. Materi trainingnya, bukan masalah pakaian atau celana panjang, melainkan nilai-nilai perjuangan dan ideologi yang kukuh harus dipertahankan, sehingga rela hidup dalam kepahitan untuk membela kaumnya yang ditindas oleh penjajah. Adakah Cut Nyak Mutia Aceh sekarang yang mengingatnya, mewarisi semangat pejuang, dan menjadi singa belantara?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar