Bulan Menulis Asuransi, OpiniNovember 2, 2023
Oleh: Yayat Supriyatna-anggota KUPASI
Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi, sekitar 70% dari 278,69 juta warga Negara Indonesia berusia produktif. Dikatakan usia produktif ketika berada pada rentang usia 15 hingga 64 tahun.
Selanjutnya berdasarkan catatan BPS, terdapat 138 juta orang bekerja baik sebagai karyawan ataupun wiraswasta. Tumbuh diatas 2% dibandingkan tahun 2022.
Belajar dari Cina, mereka memanfaatkan bonus demografi di tahun 90 -an untuk lebih berjaya dengan melakukan investasi besar-besaran dibidang Pendidikan dan memberdayakan SDM dengan membuat industri rumahan. Selain itu, semisal Korea Selatan.
Di tahun 50- an mereka juga berhasil untuk berkembang pesat dari negara miskin di Asia menjadi negara maju sesuai kesepakatan di Swiss tahun 2021. Jika bonus demografi ini dapat dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, kondisi ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Industri finansial menjadi salahsatu kontributor dalam pembangunan ekonomi dan tentu saja kualitas orang yang bekerja dalam industri ini mendefinisikan ketahanan, kekuatan dan daya saing sektor jasa keuangan. Tak terkecuali industri asuransi.
Dalam mengembangkan industri asuransi di Indonesia, generasi produktif khususnya anak-anak muda (milenial) memainkan peranan penting. Sayangnya, belum banyak millennial memegang peranan sebagai leader dan agent of change pergerakan di Industri.
Siapakah milenial itu?
Istilah milenial ini dikenalkan oleh William Strauss dan Neil Howe untuk mereka yang lahir dimulai pada tahun 1980-an hingga 1990-an. Mereka juga dikenal sebagai sebagai generasi echo boomers.
Setidaknya, ada 7 (tujuh) karakter yang ada dalam millennial yaitu spesial, terlindungi, percaya diri, memiliki wawasan kelompok, konvensional, tahan terhadap tekanan, serta selalu mengejar pencapaian.
amun sangat disayangkan, tidak banyak generasi milenial yang melek terhadap asuransi. Bahkan ada sebagian yang tidak tertarik dalam bagaimana mengelola risiko yang dapat datang secara tiba-tiba dan bisa menimbulkan kerugian/kerusakan bahkan kematian.
Jika mereka tidak tertarik dengan manajemen risiko, maka menjadi tantangan untuk mengembangkan industri asuransi yang berkualitas apalagi meningkatkan pendapatan premi.
Setidaknya ada empat strategi yang dapat dilakukan untuk penguatan Industri Asuransi dengan melibatkan generasi milenial.
Pertama, memberikan literasi asuransi kepada para milenial. Salah satu kendala yang dijumpai saat ini selain kekuatan keuangan masyarakat adalah kesadaran masyarakat untuk berasuransi. Tidak heran, penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Sasaran yang cukup baik untuk literasi asuransi ialah para milenial. Dengan memberikan edukasi asuransi secara intens baik melalui literasi media maupun literasi digital diharapkan dapat memberikan pemahaman konsep asuransi dengan tepat, juga mengajak mereka untuk saling tolong menolong dalam kebaikan.
Kedua, pentingnya generasi milenial masuk dalam penetrasi market asuransi. Milenial saat ini memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, melek teknologi, senang travelling meskipun sebagian diantara mereka sedang berjuang mencari pekerjaan.
Dengan kemudahan teknologi saat ini, mereka gemar melakukan riset untuk membeli proteksi asuransi baik secara digital, langsung atau melalui perantara. Perusahaan Asuransi perlu melakukan inovasi produk asuransi yang mempunyai value proposition dalam menjawab kebutuhan para milenial dengan mengutamakan kemudahan akses produk, keunikan benefit/fitur produk, premi yang kompetitif, kemudahan saat klaim serta loss prevention.
Adapun inovasi lainnya yang dapat dikembangkan adalah pemasaran digital untuk membantu aktivitas promosi kepada para milenial. Pemasaran digital merupakan salahsatu kunci kesuksesan didalam menjalankan bisnis yang dibutuhkan di era revolusi industri 4.0 ini, dimana pelanggan lebih menyukai proses bisnis yang cepat, aman, dan tidak dibatasi oleh jarak maupun waktu.
Ketiga, memberikan kesempatan para milenial menjadi leader. Presiden Jokowi memilih para milenial menjadi staf khususnya. Bukan tanpa alasan, mereka diharapkan bisa menjadi teman diskusi yang memberikan ide-ide yang out of the box yang berbeda dengan generasi X atau baby boomer.
Untuk menjadi pemimpin milenial, mereka harus dikembangkan hard skills terkait asuransi & soft skills tentang dunia kerja. Sebagai future leaders, mereka harus disupervisi dan dicoaching untuk memberdayakan team sehingga cepat untuk beradaptasi dengan perubahan pasar untuk mencapai tujuan.
Mereka juga perlu didorong untuk mengungkapkan ide dan gagasan melalui tulisan dan orasi. Mereka perlu mengambil peran, jangan baperan, seperti ikut menjadi anggota asosiasi, pergerakan dan volunter sehingga membentuk mereka sebagai leader yang jelas memahami people business.
Keempat, menjawab kebutuhan dan tantangan pasar asuransi dengan inovasi teknologi digital. Menurut Clara Shih, alasan belum adanya lebih banyak inovasi dalam distribusi asuransi secara tradisional adalah karena sulitnya menemukan seseorang yang memahami tekhnologi sekaligus memahami terkait mengenai penjualan dan sebaliknya.
Milenial yang selalu tertarik dengan perkembangan inovasi perlu dilibatkan perannya dan didengarkan saran dan opininya untuk continuos improvement yang lebih baik, serta simplifikasi proses. Meski bagaimanapun juga, inovasi teknologi digital tetap memerlukan human touch untuk menyakinkan pasar.
Jika strategi-strategi ini berjalan, dampaknya akan mendongkrak pertumbuhan asuransi serta memperkuat Industri Asuransi, semoga!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar