Muhammad Nabil Azra
Mahasiswa Teknik/Teknik Industri, Universitas Syiah Kuala

Perkembangan tehnologi senjata, merubah pola perang tradisional dari tombak dan anak busur berubah menjadi peluru besi, dengan berbagai kaliber senjata yang kita kenal dikemudian hari. Kematian yang harus dibayar dengan perubahan itu adalah kematian massal yang statistiknya ditegaskan dalam perang dunia kedua, tidak kurang dari 6.000.000 korban manusia. (liputan6.com)3.
Disisi lain, perubahan pola hidup yang dipicu oleh perkembangan sains dan tehnologi yang diawali oleh renaisance dalam revolusi industri di Inggris, tidak hanya memicu perkembangan dan pertumbuhan pabrikasi yang berdampak langsung pada pengurangan tenaga manusia (padat karya menjadi mesin). Manusia tidak hanya disisihkan oleh mesin-mesin, namun juga digelayuti kekuatiran munculnya berbagai penyakit baru akibat munculnya polusi dan radiasi, yang mengancam imunitas manusia itu sendiri karena maraknya penggunaan batu bara yang menimbulkan polusi berat yang meningkat drastis.
Tehnologi, kemampuan manusia untuk bertahan hidup akibat persaingan, menyebabkan sebagian manusia tersisih sebagai “orang-orang kalah” dan hidup dalam tingkat kemiskinan yang rentan. Kondisi tersebut menyebabkan orang-orang bertahan hidup dengan pangan dan bahan yang tersedia di alam. Sebagai mahluk omnivora (pemakan segala), segala jenis makanan yang dianggap bisa dimakan, dikonsumsi tanpa pertimbangan dan mengabaikan segala kekuatiran, termasuk soal kesehatan. Faktor bertahan hidup, kemiskinan, menjadikan pola makan tersebut menjadi sebuah kebiasaan yang membudaya, bahkan menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup baru mereka.
Awal Bencana

Sejak terdeteksi di awal Januari 2019 di Wuhan, China, hingga hari ini setidaknya 207.254 orang tewas dari 3.000.000 yang terinfeksi. Manusia sebisanya bertahan dan menjadi bagian dari fenomena bumi menyembuhkan diri (earth healing) tersebut. Setidaknya, beberapa fakta berkaitan dengan kemunculan wabah ini menjadi pertanda bahwa bumi telah mengalami perubahan yang dramatis dan kehidupan manusiapun telah mengalami nasib yang sama.
Bagaimana manusia bisa melalui semua bencana pandemik global ini?. Hingga detik ini dunia medis mencoba bertahan dengan menciptakan berbagai anti virus untuk meredam penyebaran covid19 yang makin masif. Disebalik itu, terbangunnya kesadaran manusia yang merubah pola hidup, menjadi kebutuhan krusial yang tidak kalah penting. Pemberlakuan kebijakan social distancing, physical distancing menjadi sebuah cara sederhana mengatasi merebaknya virus ini.
Ada dua mata rantai upaya pencegahan dalam hal ini, sementara paramedis yang berkompeten dengan dunia kedokteran berusaha menangani penyakit ini dari sisi kuratif (pengobatan), maka masyarakat berusaha bertahan dengan upaya preventif dengan bertahan di rumah, beraktifitas dari rumah, dan beribadah dari rumah. (stay at home, work from home).
Sisi positif yang ingin dibangun dengan pola tindakan preventif ini adalah sesedikit mungkin menyediakan ruang bagi virus untuk berkembang dengan mempersempit geraknya melalui keberadaan suspect (kelompok rentan yang mudah tertular; manula, balita dan penderita penyakit tertentu).
Makin sedikit orang yang berkeliaran dan berkerumunan di ruang publik akan semakin membuat virus terbatasi ruang geraknya. Demikian juga penerapan pola hidup dengan menjaga higienisitas yang lebih sehat dengan rutin mencuci tangan atau menggunakan disinfektan dalam setiap aktifitas akan membuat virus makin menyempit ruang geraknya.
Dari sisi lain, terutama sektor ekonomi dampaknya juga tak kalah menyeramkan. Daya rusak pandemik covid19 turut dirasakan dan cukup membuat roda kehidupan di dunia menjadi lumpuh dan menghadapi perubahan yang signifikan, pilihan berbagai kebijakanpun diturunkan demi mengantisipasi penyebaran virus covid19. Skema Lockdown, Karantina Wilayah, hingga Darurat Sipil dan yang terbaru Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di terapkan secara ketat di zona merah dan zona hijau Covid19. Pembatasan yang makin masif dan skalanya ditingkatkan, bukan tidak mungkin menyebabkan kebutuhan pangan mengalami kelangkaan. Dampak sosial paling buruk selain kelaparan, juga menimbulkan dampak sosial timbulnya kejahatan.
WEF (World Economic Forum) memandang dampak Virus Corona sangat mempengaruhi perekonomian dunia yang diprediksi akan mengalami resesi. Sejumlah Negara sedang berlomba-lomba mengeluarkan kebijakan ekonomi untuk menahan gempuran efek covid19. Terlebih pada Negara berkembang yang menurut WEF tiga kali lipat lebih sulit dibandingkan Negara maju dalam menyelesaikan perbagai permasalahan covid19. Baik dari sisi teknologi yang kurang memadai, hingga fasilitas kesehatan yang minim. Diberlakukannya pembatasan atau Social Distancing juga mengakibatkan Supply&Demand APD, produk kesehatan serta bahan baku herbal mulai tidak berimbang. Berkaca pada virus SARS, sektor ekonomi, pariwisata dan ekspor impor memang menjadi sektor yang paling terpengaruh, sehingga pemerintah butuh stimulus yang tepat untuk menangani sektor-sektor tersebut
Membangun Pola Produktif
Mewabahnya pandemik global menuntut setiap orang untuk bertahan hidup dengan berbasis pada rumah (stay at home). Bekerja dan membangun produktifitas dari rumah. Himbauan kerja di rumah (work from home) berdampak pada peningkatan dunia digital secara signifikan, karena menjadi sarana koneksi nirkabel yang memungkinkan setiap individu terhubung dengan individu lain termasuk dalam urusan personal dan bisnis tanpa kekuatiran pada kontaminasi covid19.
Dampak yang ditimbulkan oleh covid19 turut dirasakan oleh dunia pendidikan. Dimana hampir 300 juta siswa sekolah terganggu kegiatan belajarnya diseluruh dunia dan terancam hak-hak pendidikannya dimasa yang akan datang. Beberapa sekolah dan universitas telah memberhentikan sementara aktivitasnya di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri dunia pendidikan menunda kegiatan program studi dan melakukan kebijakan penghapusan Ujian Nasioanl (UN) demi mengantisipasi penyebaran covid19. Pemerintah mengambil langkah strategis dengan memberlakukan pembelajaran dirumah, tidak hanya kalangan dewasa namun anak dibawah umur dituntut untuk dapat menggunakan gawai dalam mendukung produktifitas menuntut ilmu, tentu hal ini dengan cepat dapat mengubah pola pikir manusia, antara dampak positif atau negatif sekaligus yang akan dirasakan pengaruhnya dalam jangka panjang (detik.com)4
Namun sisi positif lain juga dapat terbangun atau dibangun dari kondisi darurat ini, terutama dalam masa masa karantina yang manyita banyak waktu luang menjadi waktu yang tidak produktif jika dibiarkan tanpa maksud dan tujuan apapun. Dibutuhkan sebuah gagasan yang produktif untuk membangun kesempatan dan perubahan baru dalam situsasi darurat dan tidak normal seperti sekarang ini. Perubahan yang paling signifikan dirasakan adalah waktu kebersamaan untuk berkumpul dalam sebuah unit keluarga menjadi semakin intens. Kesempatan ini menjadi kesempatan langka yang harus dimanfaatkan dengan baik oleh kita sebagai manusia dalam situasi bertahan dari penyakit dengan memperbanyak aktifitas di rumah (stay at home)
Quality time adalah kunci membangun kebersamaan dalam situasi pandemik covid19 menjadi sebuah prakarsa positif membangun perubahan pola hidup manusia yang lebih baik. Beberapa orang menyalurkan energi positifnya dalam berbagai tindak peduli sesama dengan berbagi melalui kerja-kerja sosial kemanusiaan. Sebagian lainnya berusaha membangun kehidupan pribadi dan spiritualnya menjadi lebih baik.
Religiusitas dan Gaya Hidup
Tahun 2020, dalam masa pandemik covid19 ini, bagi kaum Muslim menjadi tahun yang sangat berbeda dari tahun-tahun yang pernah dilalui. Setidaknya momentum Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah, masih akan berbalut dengan fenomena covid19, maka kondisi ini menjadi momentum menarik dalam ibadah dan upaya kita membangun sebuah pola kehidupan religius yang lebih baik. Membangun hubungan kita dengan Tuhan dan hubungan sesama (vertical-horizontal relationship).
Apa yang bisa kita lakukan dan ingin kita raih dalam situasi yang tidak kondusif untuk beraktifitas normal diluar?. Bagaimana membangun gagasan religius yang positif dan ekonomi yang produktif sekaligus?. Secara persentase mungkin kita bisa membaginya dalam porsi 40:60. Empat puluh persen kita upayakan untuk membangun kerja, bisnis dan ruang gerak lain sementara enam puluh persen kita gunakan untuk membangun sisi poroduktif yang berkaitan dengan kerpribadian dan spiritualitas kita.
Bekerja dalam korelasi dengan paham keagamaan kita adalah wujud cara kita bersyukur. Bekerja dari rumah (work from home), bisa berwujud menjalankan aktifitas kerja rutin kantoran, atau membangun gagasan bisnis sederhana yang berbasis rumah namun terkoneksi dengan jejaring dunia luas. Berdagang online, mengembangkan hobi dan menjualnya secara online (kuliner, kerajinan, pakaian, paket belajar), mengembangkan bakat (menulis buku dan menjualnya secara online) menjadi sedikit pilihan yang dapat dilakukan dari rumah dan dapat melibatkan semua anggota keluarga sebagai bentuk pembelajaran bisnis yang menarik dilakukan dari rumah.
Sedangkan membangun kepribadian bisa dimaksudkan secara sederhana, membangun pola hidup yang lebih sehat dan higienis, berusaha mengikuti anjuran WHO dari sisi kesehatan. Mandi, mencuci tangan, ber-etika ketika bersin, menggunakan masker, menjaga jarak dan menghindari kontak secara sosial.
Disisi lain membangun program ter-integrasi berbasis keluarga sebagai wujud membangun quality time yang langka kita temukan dalam situasi normal. Dalam nuansa Ramadhan, quality time yang dibangun pastilah berkaitan dengan penguatan sisi spiritual, selain berpuasa sebagai ibadah mahdahnya, shalat berjamaah, menjalankan dan memperbaiki berbagai aktifitas amalan sunnah.
Sebuah gagasan sederhana dapat saja dibangun dalam kaitan dengan Ramadhan dengan format, Keluarga Muslim Produktif. Karena produktif bukan melulu persoalan ekonomi dan keduniawian, namun juga bisa berkorelasi dengan keakhiratan.
Gagasan bisa dibangun dalam format harian (daily) dan mingguan (weekly) sebagai sasaran pencapaian targetnya. Dalam formasi 30 hari atau empat minggu dalam sebulan efektif Ramadhan, format gagasan programnya adalah “One Day One Surah” (satu hari satu hafalan surat pendek), dan dikombinasikan dengan program mingguan (menghafal Doa tertentu, pembelajaran amalan sunnah, pengulangan kajian tentang rukun-rukun ibadah, hingga aktifitas ibadah kifayah yang harus dikuasai, termasuk khutbah Jumat).
Keuntungan yang ingin diraih adalah kemampuan atau produktifitas personal dan sosial. Meningkatnya kemampuan dalam ibadah dari banyak sisi, akan berpengaruh secara personal pada peningkatan kepercayaan diri secara pribadi dan keluarga. Peningkatan personal akan berpengaruh pada meningkatnya kesehatan secara sosial di dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah; ada tiga amalan yang tak pernah putus pahalanya dan berguna sepanjang hayat manusia; Ilmu yang bermanfaat, shadaqah jariyah dan doa anak yang shaleh.
Gagasan ini menjadi sebuah titik balik perubahan positif dalam situsi covid19 yang belum dapat dipastikan kapan akan berakhir. Ini menjadi sekolah kepribadian internal dalam sebuah keluarga sebagai institusi terkecil dalam besaran masyarakat dunia. Ketika keluarga-keluarga muslim produktif terbangun dalam kondisi semakin positif secara personal dan sosial maka akan berdampak luas pada skala diatasnya. Maka Ramadhan menjadi momentum menarik dalam ruang lingkup membangun hubungan manusia dan Tuhan, manusia dan manusia dan manusia dengan lingkungan hidup di sekitarnya.
Bumi hanya satu, kehidupan hanya sekali, maka semuanya harus dijaga untuk menemukan hakikat kemaslahatan yang sejati, tanpa itu apa kontribusi kita bagi sesama, bagi keluarga, dan bagi lingkungan kita. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang dapat memberi manfaat bagi yang lainnya?.
Dalam konteks God (Tuhan), Germs (virus/Kuman) dan Life Style (Gaya Hidup), maka perubahan dapat dibangun sekaligus dalam sinkronisasi yang harmonis. Membangun diri sendiri, membangun pemikiran dan kontribusi positif bagi lingkungan dalam formasi yang sama. Hubungan kita dan Tuhan akan menjadi lebih baik, kemampuan kita bertahan dari covid19 juga semakin kondusif dan perubahan pola hidup (life style) yang diajarkan dari pandemik covid19 menjadi bekal kita bertahan dalam situasi dan tantangan lain, ketika manusia harus bertahan dari benturan dengan lingkungan yang berubah.
Bukankah tidak ada yang sia-sia dari setiap penciptaan yang Allah berikan kepada kita, bahkan sekedar dalam penciptaan mahluk berukuran milimikron covid19 yang tak kasat mata sekalipun, yang makin membuat kita bersih, lebih peduli sesama, lebih sabar dan justru makin menguatkan keyakinan dan rasa syukur kita pada keberadaan Tuhan dengan segala ciptaannya. [m.nabilazra2020]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar