Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Senin, 23 Februari 2015

Aceh Poros Maritim Nusantara, Mungkinkah?

Oleh Muhammad Heikal Daudy
http://aceh.tribunnews.com/2014/12/03/aceh-poros-maritim-nusantara-mungkinkah
KEINGINAN Pemerintah Aceh untuk memperluas kewenangannya dalam mengelola wilayah laut hingga mencapai 200 mil dapat dipaham (Serambi, 26/11/14). Sekalipun pada kenyataannya dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), setiap pemerintah daerah (pemda) diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengelola laut wilayahnya seluas 12 mil laut sesuai ukuran lebar laut teritorial dan selebihnya menjadi urusan nasional. Dalam perkembangannya, persoalan seberapa besar wewenang pemda untuk mengelola laut wilayahnya memang tidak sederhana.


Satu titik krusial (crutial point) dari persoalan ini berpunca pada masalah luas wilayah sebagai variabel penting bagi setiap pemda dalam menghitung besaran dana alokasi umum (DAU) yang diterima dari pemerintah pusat. Oleh karena selama ini pemerintah pusat hanya mendasarkan perhitungannya pada variabel tunggal yakni luas daratan saja. Praktis kebijakan tersebut menuai kontroversi dari daerah-daerah, khususnya yang memiliki pantai dan/atau pulau hingga memunculkan pertanyaan; Mengapa luas wilayah daerah yang diperhitungkan dalam DAU hanya luas daratan saja? (Sobar Sutrisna, 2006)

Pemerintah Aceh sendiri berdasarkan MoU Helsinki dan UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), sangat menginginkan agar pemanfaatan serta pengelolaan laut yang ada di wilayah pantainya secara sungguh-sungguh wujud di bawah kewenangannya secara langsung. Kepentingannya bukan semata-mata alasan ekonomis (perolehan DAU, DAK, dsb), melainkan Pemerintah Aceh punya visi besar untuk mampu “berdaulat” terhadap wilayah lautnya. Berdaulat disini berpretensi pada dua hal yaitu: a) berdaulat secara ekonomi sebagai wujud kemandirian; dan b) berdaulat secara hukum demi eksistensi keistimewaan dan kekhususannya sebagai daerah otonomi dalam bingkai NKRI. Lalu mampukah Pemerintah Aceh mewujudkannya? Sekadar ingatan bahwa secara geografis perairan laut Aceh berada di antara Selat Malaka (pesisir timur) dan Samudera Hindia (pesisir barat), menempatkan daerah ini berhadapan langsung dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan. Laut Aceh merupakan aset besar yang berperan sebagai sumber kekayaan alam, sumber energi, sumber bahan makanan, media lintas laut antar pulau, kawasan perdagangan, dan wilayah pertahanan keamanan.

Semakin berkembang
Dewasa ini perhatian masyarakat Aceh terhadap potensi wilayah lautnya semakin berkembang. Kecenderungan ini dipengaruhi oleh perkembangan pembangunan yang dinamis, yang mengakibatkan semakin terbatasnya potensi sumber daya di darat. Pengaruh lainnya adalah perkembangan kemaritiman secara nasional sehingga memberikan kemudahan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut.

Sementara itu, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut masih menghadapi kendala klasik berupa: 1) Kendala teknis, meliputi tingkat kemiskinan nelayan yang tinggi, rendahnya produktivitas, gejala tangkap lebih dan illegal fishing, pencemaran dan kerusakan fisik habitat, konflik penggunaan ruang, minimnya perhatian pembangunan pulau-pulai kecil, lemahnya penanganan pascapanen dan pemasaran serta rendahnya semangat bahari; 2) Kendala struktural, meliputi kondisi ekonomi makro yang belum kondusif bagi kemajuan perikanan serta sistem hukum dan kelembagaan perikanan yang masih lemah (Wingyo Handoko, 2004).

Berkaca pada permasalahan yang berpotensi muncul dari dua kendala tersebut, sejatinya kedaulatan Aceh terhadap laut wilayahnya haruslah diwujudkan dengan mengoptimalisasi pemanfaatan potensi sumber daya lokal secara bijak, khususnya di sektor perikanan dan kelautan. Sejumlah peraturan terkait dengan pemanfaatan serta pengelolaan laut ini cukup relevan untuk dijadikan tolok ukur di antaranya: a) Konvensi Internasional Hukum Laut 1982 telah diratifikasi melalui UU No.17 Tahun 1985; b) Konvensi Hak ekonomi, sosial dan budaya 1976 telah diratifikasi melalui UU No.11 Tahun 2005; c) UUPA; dan d) regulasi-derivatif terkait lainnya.

Pemerintah Aceh berwenang mengelola dan memanfaatkan sumber daya perikanan dan kelautannya. Secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 162 ayat (1) UUPA bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berwenang mengelola Sumber Daya Alam (SDA) yang hidup di laut wilayah Aceh. Selanjutnya pada ayat (2) diuraikan mengenai kewenangan untuk mengelola SDA yang hidup di laut sebagaimana dimaksud meliputi; a) Konservasi dan pengelolaan SDA di laut; b) Pengaturan administrasi dan perizinan penangkapan dan/atau pembudidayaan ikan; c) Pengaturan tata ruang wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; d) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan atas wilayah laut yang menjadi kewenangannya; e) Pemeliharaan hukum adat laut dan membantu keamanan laut; dan f) Keikutsertaan dalam pemeliharaan kedaulatan NKRI.

Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berwenang menerbitkan izin penangkapan ikan dan pengusahaan sumber daya alam laut lainnya di laut di sekitar Aceh sesuai dengan kewenangannya (Pasal 162 ayat (3) UUPA). Adapun pengelolaan SDA di wilayah laut sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup (Pasal 162 ayat (4) UUPA). Ini menunjukkan bahwa, Aceh memiliki potensi besar untuk membangun kedaulatan lautnya.

Tunduk pada UUPA
Pemerintah Aceh wajib menjadikan UUPA sebagai dasar dalam melahirkan kebijakan-kebijakan strategis dalam hal pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan serta penegakan hukum di wilayah lautnya. Pemerintah Aceh dapat mengenyampingkan produk peraturan perundang-undangan lain yang mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan yang berlaku umum secara nasional. Seperti pengelolaan perikanan, Pemerintah Aceh hanya tunduk pada UUPA dan bukan pada UU No.45 Tahun 2009 atau UU lainnya, sepanjang pasal-pasal yang diatur itu bertentangan dengan UUPA, karena dalam hal ini berlaku azas hukum lex specialis derogat leg lex generalis. (Sulaiman Tripa, 2010)

Adapun pertimbangan bagi Pemerintah Aceh untuk fokus memanfaatkan serta mengelola sumber daya perikanan dan kelautan sebagai leading sector kebijakannya, yaitu: Pertama, Aceh memiliki sumber daya laut yang besar, baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas; Kedua, Aceh memiliki daya saing (competitive advantage) yang tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana tercermin dan bahan baku yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya; Ketiga, industri di sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backtrand and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnya; Keempat, sumber daya di sektor kelautan dan perikanan merupakan sumber daya yang selalu dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga bertahan dalam jangka panjang asal diikuti dengan pengelolaan yang arif; Kelima, investasi di sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi yang relatif tinggi dan memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi pula, dan; Keenam, secara umum industri perikanan berbasis sumber daya lokal dengan input rupiah namun dapat menghasilkan output dalam bentuk dolar.

Peran Pemerintah Aceh sebagai regulator di sektor ini harus lebih efektif, sehingga dalam implementasinya tidak berjalan lamban apalagi sampai mandeg seperti saat ini. Demikian pula pengarusutamaan prinsip pemenuhan hak ekonomi sosial budaya dalam pembuatan kebijakan harus terimplementasi secara aplikatif. Jika tidak, maka hanya akan menjerumuskan masyarakat khususnya para nelayan sebagai penerima manfaat langsung. Jadi, perlindungan terhadap kehidupan nelayan harus sungguh-sungguh diperhatikan dan dipenuhi oleh Pemerintah Aceh. Sehingga pendayagunaan potensi kelautan (ocean economics) akan memberi peluang terhadap optimalisasi peran sumber daya lokal seperti para nelayan di Aceh.

Upaya Pemerintah Aceh dalam melahirkan kebijakan-kebijakan strategis di sektor perikanan dan kelautan, serta penegakan hukum di laut wilayahnya dengan berpedoman pada UUPA dan aturan terkait lainnya, akan menjadi modal utama dalam mendorong terjadinya demokratisasi dan keadilan sosial, demi mensejahterakan rakyat Aceh, khususnya peningkatan kualitas kehidupan para nelayan dan yang terpenting kedaulatan Aceh terhadap laut wilayahnya dapat terjuwud. Dan sesuai visi-misi duet kepemimpinan nasional sekarang yang menginginkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka Aceh adalah poros maritim Nusantara. Nah!

* Muhammad Heikal Daudy, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha). Email: heikal1985@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar