Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Rabu, 09 April 2014

Legacy Kepemimpinan

Oleh Bulman Satar- Senin, 3 Februari 2014
http://aceh.tribunnews.com/2014/02/03/legacy-kepemimpinan
APA arti sebuah kepemimpinan? Apa yang menyebabkan beberapa orang pemimpin dikenang kepemimpinannya, sementara banyak yang lainnya tidak? Apa sesungguhnya yang membedakan kualitas mereka sehingga ada yang abadi tercatat dangan tintas emas sejarah, sementara yang lainnya tenggelam, sirna ditelan waktu? Jawabannya adalah legacy (warisan). Legacy adalah nilai utama kepemimpinan yang membedakan apakah seseorang adalah pemimpin sejati atau hanya sekadar seorang penguasa. Lalu mengapa ada pemimpin yang mampu meninggalkan legacy hingga terus hidup dan abadi dalam memori publik, sementara yang lainnya tidak? Pemimpin dengan legacy adalah seorang pemimpin besar. Ia adalah pemimpin yang hidup dengan nilai-nilai untuk kemudian mentransformasikannya dalam bentuk kebaikan dan kemaslahatan bagi banyak orang yang dipimpinnya. Baginya legacy bukan hanya pencapaian, tapi juga sebuah panggilan. Dengan demikian kekuasaan baginya berarti kesempatan untuk berbuat dan memberikan yang terbaik bagi kemajuan dan kemanusiaan. Tidak seperti kebanyakan penguasa yang larut barasyik-masyuk dengan wacana, retorika, dan politik citra, pemimpin dengan legacy memiliki kekuatan karakter dan keluasan visi untuk menerapkan manajemen berpikir dan bertindak konkrit. Mereka adalah manager of hope, yang membangun sekaligus mewujudkan harapan dengan aksi dan kerja nyata. Menolak menjadi pion bagi kepentingan individu dan kelompok, mereka tegas menempatkan “kepentingan besar untuk semua” di atas segala-galanya, apapun resikonya. Juga, tidak seperti kebanyakan elite tipikal newsmaker yang hanya bisa berwacana sambil duduk manis di atas `singgasana’, dan hanya tahu terima beres, mereka adalah worker yang selalu hadir memimpin langsung setiap derap langkah perubahan. “Seperti apa aku ingin dikenang kelak oleh orang banyak, oleh rakyatku?”, adalah pertanyaan besar yang selalu mendorong mereka untuk menjadi seseorang yang spesial. Bagi mereka pertanyaan ini adalah panggilan untuk mengaktualisasikan nilai paling mendasar dari eksistensi kita sebagai manusia sebagaimana sering kita ucap dengan kalimat: sebaik-baik manusia adalah manusia yang membawa kebaikan bagi manusia lain. Sentimentil-leadership Lantas bagaimana potret kepemimpinan di negeri kita saat ini yang senantiasa gonjang-ganjing dengan berbagai persoalan yang seolah tak kunjung terentaskan? Bagaimana masyarakat kita melihat legacy kepemimpinan ini sebagai sebuah nilai? Jika dicermati dari perspektif sosial, kita akan menemukan prakondisi mengapa legacy kepemimpinan menjadi sesuatu yang langka di negeri ini. Adalah sebuah realitas bahwa banyak diantara kita yang masih belum selesai dengan persoalan aktualisasi diri --yang jika kita lacak akarnya sebenarnya tidak terlepas dari proses kulturalisasi yang cukup kuat, intens, dan merasuk ke alam bawas sadar kolektif kita akibat pembungkaman selama puluhan tahun di bawah politik restriksi rezim Orde Baru. Aktualisasi diri tentu saja adalah kebutuhan mendasar setiap manusia. Namun dalam konteks kepemimpinan, aktualisasi diri individu semacam ini tidak bisa tidak harus lebur, diarahkan untuk, bagi, dan demi kebaikan sosial, karena individu pemimpin dalam hal ini dengan sendirinya akan menjadi pusat dari ekspektasi sosial akan kebaikan tersebut. Namun yang justru berkembang adalah aktualisasi diri yang lebih berporos pada semangat kontestasi yang ujung-ujungnya mengarah pada pelampiasan kehendak ego untuk show-off. Alhasil bukannya melihat legacy sebagai pencapain puncak, kita malah terobsesi dengan citra kesuksesan yang cenderung material-simbolis dengan segala prestise yang kemudian kita kait-kaitkan dengan “kesan-kesan permukaan” seperti posisi, jabatan, gelar keilmuwan, image keberkuasaan dan superioritas sebagai manusia teuleubeh, serta kepemilikan materi --yang syukur-syukur bukan hasil korupsi. Sementara itu dalam bentuk yang lain, sebagaimana hampir saban hari kita lihat dan dengar, kepemimpinan nirlegasi ini juga tampak dari fenomena sentimentil-leadership dengan karakternya di satu sisi ingin terlihat stylish, intelek dan gandrung dengan politik citra, namun di sisi lain sangat rentan, rapuh, sentimentil, dan melankolis ketika diterpa kritik. Alih-alih menjadi jawaban atas segala asa dan harapan, malah mengeluh, curhat minta perhatian, dukungan, dan pengertian rakyat. Alih-alih mencurahkan energi untuk menjawab berbagai persoalan bangsa yang semakin akut, malah kehilangan fokus dan terjebak dengan lebih banyak berbicara tentang diriku, keluargaku, kelompokku, kroniku, dan partaiku. Berharap legacy dari kepemimpinan seperti ini? Dengan mentalitas dan etos yang berpusat pada “aku”, yang melahirkan baik narsistic dan sentimentil-leadership seperti disebutkan di atas, maka pencapaian tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang berkenaan dengan (hidup) orang lain, yang menghubungkan satu orang pemimpin dengan jutaan rakyatnya, melainkan dengan ego (penguasa) dengan segala watak, motif, hasrat, dan ambisinya. Persis seperti anak-anak yang tampak berkuasa dan suka egois dengan mainannya, tingkat evolusi kesadaran kita masih baru sebatas itu. Kesadaran kanak-kanak; dan mirisnya tidak hanya mewabah pada golongan awam dan kelas pelaku politik mainstream, bahkan immaturity ini juga jamak diidap oleh orang-orang yang secara sosial disegani sebagai kelas “orang-orang hebat dan pintar”, dan mendapat tempat terhormat di mata publik sebagai “para pencerah”. Wabah mental ini tampak semakin kronis seiring dengan trend luas dan massifnya keterlibatan kelas cendekiawan, kaum terpelajar, orang-orang well-educated, yang mengisi posisi kepemimpinan, baik itu kepemimpinan politik maupun kepemimpinan di lembaga-lembaga birokrasi (pemerintahan). Meski tidak semua, namun cukup banyak diantara mereka masuk dalam kategori cendekiawan struktural yang memiliki kencenderungan --karena memang kultur politik dan birokrasi kita membuka ruang untuk itu-- membangun karier baik di lembaga-lembaga politik maupun birokrasi; sebuah orientasi yang tentu sangat jauh berbeda dengan cendekiawan di luar negeri sana yang membangun idealisme dan reputasi keilmuwannya dengan melahirkan berbagai prestasi ilmiah. Gagal membawa perubahan Jika mau dirunut cukup panjang daftar cendekiawan struktural di negeri ini yang beruntung mendapat posisi dan jabatan prestisius baik politis maupun di birokrasi. Sampai pada titik ini tentu tidak ada yang salah, bahkan untuk beberapa alasan justru positif sebagai bentuk kontribusi mereka terkait isu-isu pembangunan dan demokrasi. Yang menjadi masalah kemudian adalah ketika mereka gagal menjadi aktor utama perubahan, representasi dari semangat pencerahan, baik karena faktor inkompetensi teknis dan mismanajemen yang relatif masih bisa kita pahami, maupun karena alasan yang jauh lebih serius, orientasi berbalut arogansi: korupsi. Alhasil setelah lengser, mereka diingat orang tidak lebih hanya sebagai mantan pejabat tanpa meninggalkan legacy apapun yang monumental untuk dapat dirasakan manfaatnya oleh orang banyak --dan sepertinya memang mereka tampak terlalu abai untuk peduli karena merasa sudah cukup puas dengan predikat semacam itu dengan segala syafa’at yang sempat mereka peroleh-- untuk kemudian hilang dari ingatan publik. Sementara yang lain lebih tragis, jatuh untuk kemudian dicap gagal atau malah dikenal luas sebagai sosok koruptor calon penghuni “hotel prodeo” dengan berbagai kasus rasuah yang disangka dan dakwakan kepada mereka. Tidak memenuhi ekspektasi kita untuk membawa negeri ini keluar dari keterpurukan, mereka gagal menunjukkan kebesaran yang terkesan bahkan terlihat silau oleh banyak orang melekat pada diri mereka. Jiwa mereka ternyata tidak cukup besar untuk peduli dan mau berpikir tentang legacy. Sungguh sayang. Padahal jika mereka mau, tersedia sebuah jalan, prinsip, solusi alternatif yang sangat mudah agar jiwa mereka bebas-tercerahkan: “saya akan melakukan yang terbaik dengan apa yang saya bisa, kalaupun kemudian saya tidak mampu dan gagal, maka tidak ada pilihan yang lebih terhormat bagi saya selain mengundurkan diri”. Tapi tampaknya mereka terlalu lupa untuk menyadari bahkan pemimpin yang bersedia turun tahta, mundur dari jabatan karena merasa tidak mampu atau karena kesalahan yang dilakukannya, pun dapat dan layak diapresiasi sebagai pemimpin yang meninggalkan legacy yang tidak kurang mulianya karena dalam kelemahan dan kealpaaanya mereka memiliki kekuatan mental untuk memenangi perang melawan libido primitif akan harta dan takhta, serta oportunisme “terlalu sayang” yang belum tentu sanggup dilakukan oleh semua orang, demi mempertahankan nilai-nilai kebaikan yang membuat kita berharga sebagai manusia: etika, sikap legowo, keteguhan, keberanian, kehormatan, kekuatan dan kebesaran jiwa. Mereka turun dengan legacy karena menjadi sedikit orang yang gagah berani memilih sebuah langkah simpel namun terasa sangat berat, santing, dan belum tentu mau dilakukan oleh kebanyakan orang lain; sekali lagi demi sebuah nilai. Namun sayangnya mereka masih tampak terlalu pelit untuk memberi kita sebuah pelajaran berharga bahwa melampaui kuasa yang hanya sementara, legacy (kepemimpinan) semata-mata adalah persoalan nilai, sebuah mahakarya, kebaikan universal yang akan selalu hidup dan langgeng dalam memori dan sanubari manusia. * Bulman Satar, Antropolog. Email: abul_03@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar