Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Kamis, 11 April 2013

Meneropong Aceh 2012-2017

by hanif sofyan-opini harian aceh
senin 9 Maret 2012

Deklarasi Pilkada Damai sudah di ikrarkan oleh lima pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh meliputi pasangan Ahmad Tajuddin-Teuku Suriansyah, Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan, Darni M Daud-Ahmad Fauzi, Muhammad Nazar-Nova Iriansyah, dan Zaini Abd ullah-Muzakkir Manaf, pada Rabu 14 Maret 2012, di halaman Mesjid Baiturrahman kebanggaan rakyat Aceh. Moment ini sekaligus mengukuhkan calon-calon yang bakal bertarung di pilkada 2012. Masing-masing calon sudah berupaya “memperkenalkan” dirinya dari sepak terjang yang sudah dilakoni selama memimpin institusi dan organisasi yang dikuasainya dengan baik. Sehingga tinggal “bermanis-manis” dalam pilkada, Meskipun di warnai penundaan, pilkada masih berjalan dalam rel yang wajar begitupun kita masih harus meraba-raba bagaimana pasangan-pasangan tadi akan membawa “kendaraan” Aceh pada 2012-2017 mendatang . Apakah Aceh akan tetap sama atau justru menjadi lebih buruk?.


Para calon tidak saja akan disibukkan dengan”ritual pilkada”, berupa kampanye yang dimulai pada awal April 2012, tebar pesona dan “janji” dalam membawa Aceh menjadi “sesuatu” kedepan. Dan tantangan terbesar para calon adalah “menaklukan” konstituen yang beragam untuk mengikut dan menurut pada kemauan para kontestan pilkada 2012 kali ini pada April 2012 mendatang. Dan tahapan berikutnya adalah harapan kita pada “janji yang telah teru-capkan” dan menjadikannya kenyataan pada The New Age Of Aceh (Era Aceh Penuh Harapan) 2012-2017.

Dengan pesatnya perkembangan Aceh hari ini, tentu kita berharap banyak pada perubahan Aceh menjadi lebih baik. Jika kita mengintrospeksi kondisi Aceh hari ini, merupakan sebuah berkah dan juga “keajaiban”, dari malapetaka besar 2004. Tsunami menghentikan bertikaian yang berbilang tahun hanya dalam hitungan bulan paska ie beuna, Tsunami juga menghadirkan wajah baru Aceh kita hari ini. Mencoba bercermin pada kehidupan di pesisir Aceh kita era 2004 kebawah, dulu rumah-rumah layak huni, masih dapat dihitung dengan jari, namun hari ini kondisi telah berubah 180 derajat. Apalagi yang seharusnya kita syukuri dari kenyataan ini, meskipun untuk sampai pada sebuah ”revolusi” kondisi Aceh hari ini harus dibayar mahal dengan 200.000, jiwa lebih (yang dalam doa yang kita panjatnya ketiadaan mereka hari ini menjadi “martir” yang “mendewasakan” nanggroe kita sampai dengan sekarang ini).

Tahun 2004 juga menandai sebuah lahirnya era baru, perubahan paradigma dalam memandang Aceh lima hingga sepuluh tahun kedepan, meskipun kemudian paradigma itu meluntur dan pada akhirnya kita hampir kembali kepada kondisi era pra tsunami 2004 di era konflik, perseteruan kelompok dan pemangku kepentingan yang hampir setiap kali berulang, terutama ketika “musim pergantian pemimpin tiba”, tapi tidak pada kondisi riel pembangunan Aceh hari ini, yang justru tengah bergerak kearah metropolitan.

Perubahan pola pikir, mindset dalam memandang Aceh ditunjukkan oleh dua kenyataan yang terjadi bersamaan, namun selalu berlawanan. Secara administrasi nanggroe kita membaik, begitupun dalam tata ruang kota yang terus diperbaharui, bahkan dengan diraihnya juara pertama bidang Penataan Ruang dan Juara II Subbidang Bina Marga (jalan) di tahun 2011 lalu menandai Aceh sebagai sebuah “kota impian” baru, dan menjadi kota rujukan bagi banyak kota lain.

Namun dalam realitasnya, pesatnya pembangunan ini terkontaminasi dengan berbagai kebijakan yang melawan arus, melawan harapan dan diimbuhi dengan preseden buruk yang dapat menyeret Aceh kembali pada kondisi laten konflik. Tak kurang banyaknya deretan konflik alam dan manusia mewarnai catatan tahun 2011 lalu, lihatlah fakta-fakta bencana Aceh dari tahun 2007 hingga November 2011; Banjir 695 kali, Longsor 161 kali dan Konflik Satwa 224 kali (Walhi Aceh 2011), konflik horizontal yang lagi-lagi juga dipicu oleh soal lingkungan dan manusia juga menandai almanak 2011 lalu. Ditambah preseden ala konflik seperti jatuhnya korban para pekerja fiber optic, di Jeumpa Bireun, dan kasus terbaru berbagai kekerasan politis, seperti mengulang sejarah kelam yang ditakuti oleh banyak orang hari ini. Meskipun dalam kondisi kasat mata Aceh tenang dan damai seperti slogan yang hampir selalu kita temui di antero kota, “damai itu indah”, namun dalam realitasnya kekuatiran itu muncul juga meski dalam kadar yang kecil. Investasi bertumbuh namun juga di ikuti dengan kekuatiran pada kondisi masa lalu yang rapuh dan kelam. Agaknya ini merupakan “pekerjaan rumah” terbesar para calon gubernur 2012-2017, untuk menyisihkan sedikit hati nurani untuk mengerem laju kerusakan dan konflik yang mewarnai kondisi kekinian Aceh.

Tantangan Calon Gubernur 2012-2017
Pada periode 2004 hingga 2012, kita sudah mencoba memberi harapan besar pada kontestan pemenang pilkada dengan memberi kepercayaan besar dan “kesempatan serta ruang dan waktu” untuk mencoba membawa Aceh menuju era yang berbeda, “Aceh tanpa konflik”. Seperti impian banyak orang, dengan langsung dipimpin dan dibawah kendali kelompok yang digadang mampu dan bisa membawa Aceh kepada perubahan yang signifikan diharapkan perubahan itu akan mewujud. Pada awalnya kendaraan yang masih “running” itu berjalan pelan, dan kemudian melesat didorong oleh tsunami besar 2004. Dan kemudian menemukan momentumnya dengan ditandatangani kesepahaman MOU Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005, yang menyepakati kedua belah pihak yang bertikai duduk di “meja perundingan”, di Helsinki, Finlandia yang di pandu oleh Martti Ahtisaari. Untuk menyimpan masa lalu dan ego masing-masing untuk bersepakat membawa rakyat aceh pada kondisi yang jauh berbeda dari era sebelumnya. Dalam kenyataannya kondisi seperti berjalan pada koridor yang diharapkan, meskipun disana-sini diwarnai dengan berbagai perseteruan terselubung yang “diam-diam menghanyutkan”. Agaknya kondisi seperti “api dalam sekam” ini juga yang mengkuatirkan banyak pihak terkait dengan kondisi kekinian Aceh, kondisi itu pula yang membuat Pusat was-was dan gelisah melihat Aceh bergerak dalam koridor abu-abu tadi.

Berbagai konflik horizontal juga muncul secara tak kasat mata. Bermunculannya berbagai perseteruan menyangkut soal Taman Nasional Gunung Leuser, kawasan hutan hijau yang selalu menjadi tumbal, perseteruan pembangunan jalan Ladia Galaska yang diyakini dapat membuka akses dan ruang bagi daerah terpencil namun ditunggangi kepentingan membuat ruas jalan baru menuju “Taman Nasional sebagai hutan terlarang bagi Ilegallogging” dan permintaan lahirnya kabupaten baru Ala dan Abas yang membuat Aceh secara administrasi bertambah luas dan makin terkotak-kotak. Dan berbagai kepentingan terkait pengunaan Qanun sebagai “senjata” untuk memuluskan berbagai kepentingan para pihak terkait isu apa yang bakal digagas dalam Qanun. Bahkan sampai pada penerapan syariat yang masih canggung namun secara ekslusif juga menempatkan Aceh sebagai provinsi istimewa sebagai pengusung isu syariah pada awalnya, sebagai konsekuensi dari otonomi daerah yang kemudian diberlakukan Pusat dan memberi ruang baru bagi daerah untuk menentukan pilihan-pilihannya sendiri yang sedikit “membebaskan’’.

Berbagai persoalan itu membutuhkan tidak saja kepastian payung hukum, namun juga dukungan penuh dalam pelaksanaan dan pengawasan kebijakan yang dipimpin dan dibawah koordinasi orang nomor satu di Aceh dalam implementasinya agar sesuai dengan harapan dan dapat membawa kemaslahatan sekaligus bisa melahirkan “kemudaharatan”, jika salah dimainkan, bagi Aceh kedepan.

Mimpi, Aceh yang Lebih Baik
Meskipun dalam hati kecil kita mengkuatirkan kondisi Aceh hari ini dan bagaimana jadinya Aceh kedepan setelah hari ini, namun kita masih menyisakan harapan pada calon pemimpin yang bakal memandu Aceh 2012-2017. Untuk menjadikannya sebuah impian yang lebih baik, ini mungkin akan ditandai dengan semakin baiknya kebijakan dan implementasinya yang diterapkan secara ideal. Kontrol yang makin baik tidak saja kepada semua pihak namun juga harapan kita pada legislatif yang akan mengawal Aceh 1 nantinya.

Adalah sesuatu yang tidak kita harapkan jika kekuatiran dan “musuh besar” besar kita justru ada pada “pemimpin” kita sendiri yang bakal kita pilih di tahun 2012 ini. Yang bermain-main dengan kekuasaan, dan memainkan sekuel permainan “menggerogoti” nanggroe sendiri untuk lima tahun kedepan, yang dalam bahasa yang sedikit pesimistis “mengekploitasi” nanggroe menjadi komoditas politik dan “perusahaan” pribadi yang dapat dikelola sekehendak hati, dengan memainkan triangle power (pemerintahan, pengusaha dan militer) menjadi trio kolaborasi yang dapat membawa kebaikan bagi segelintir orang tapi tidak bagi Aceh yang sudah terkapling-kapling menjadi 3 wilayah kekuasaan dengan satu pemimpin yang manipulatif terhadap amanah rakyatnya.

Sebuah era Aceh baru adalah sebuah harapan semua orang hari ini, yang berharap bahwa calon pilihan-pilihan mereka kelak di 2012 akan membawa Aceh melampui harapan di tahun 2011, dimana arah perbaikan ada pada kemungkinan pengembalian kebijakan pemerintah pada jalur yang benar, kebijakan pemerintah yang pro rakyat, dengan mengedepankan rakyat sebagai poros kekuatan aceh kedepan. Menegaskan kembali kebijakan dalam pengelolaan lingkungan terutama dalam soal tambang, issue paling “seksi” di 2011, sebagai alternatif terakhir pendanaan pembangunan di Aceh hari ini, dengan mempertimbangkan keberadaan generasi Aceh kedepan. Pilihan-pilihan pembangunan pada penguatan sektor riil, pertanian dan perkebunan dengan berbagai komoditas unggulan dan ekonomi menjadi kekuatan baru yang seharusnya dikedepankan dalam era Aceh penuh harapan itu, bukan pada pemborosan dengan eksploitasi tambang tadi, yang mengucilkan sisi ekonomi lain seperti pertanian dan perkebunan serta perniagaan yang dianggap sebagai “anak tiri” dan alat penggali pundi-pundi uang yang berkontribusi lambat sebagai pembiayaan pembangunan.

Penguatan sisi ekonomi akan membawa multiflier efek yang luas, membawa kemudharatan bagi banyak pihak seperti yang kita mulai rintis ditahun-tahun sekarang ini, yang ditandai dengan makin bertumbuhnya iklim usaha, sekalipun tetap diganggu oleh invisible hand (adanya benturan silent majority dan noise minority), dan kebijakan yang masih banyak berpihak hanya pada kelompok yang mendominisi pucuk pemerintahan. Memang pengorbanan untuk menjadi orang nomor 1 di Aceh butuh modal besar, namun tidak seharusnya mengorbankan konstituen (baca: rakyat), yang memilihnya menjadi tumbal bagi hegemoni yang berkelanjutan.

Harusnya lagi-lagi kita belajar dari kisah pembangunan paska tsunami, hilangnya hutan-hutan kita paska bencana besar yang dipicu oleh kebutuhan membangun kembali Aceh, ternyata harus dibayar mahal dengan berbagai konsekuensi bencana yang kita terima hari ini, seperti tragedi Tangse yang berulang kemarin. Kiranya ie beuna 2004 lalu, tetaplah harus menjadi cermin kita untuk kembali berkontemplasi, bahwa Tuhan menimpakan bala sebagai tanda bagi siapapun yang mau bersyukur dan belajar. Setelah konflik panjang yang mendera Aceh, kemudian dihentikan dengan tsunami, agaknya itulah satu-satunya pelajaran dan harapan besar terakhir jika semua cara “gagal”, yang harus terus diulang kaji untuk mendudukan semua orang pada porsi berpikir bagaimana membangun aceh menjadi lebih baik. [hans].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar