Oleh Sahari Ganie
Kamis, 26 Juli 2012-opini serambi indonesia
INCORPORATED adalah sebuah konsep dalam strategi pembangunan ekonomi yang berhasil di banyak negara. Strategi pembangunan ini berbasiskan aliansi strategis (strategic linkage) yang sinergis antara sektor publik (pemerintah) dan privat (dunia usaha). Strategi ini dinilai unggul, dan berhasilguna (result oriented) mendorong pertumbuhan ekonomi dan industri di banyak negara. Raksasa bisnis dunia, Matsushita, Mitsubhisi, Toyota dan Sony (holding Sogo Shosha) adalah produk dari Japan Incorporated. Begitu pula dengan Samsung, Hyundai dan Daewo (holding Chaebol) buah dari South Korea Incorporated. Terakhir Malaysia Incorporated, berperan memodernisasikan ekonomi Malaysia. Digagas pemimpin visioner dan inspirasional Malaysia Mahathir Mohammad. Dengan cerdas mengadopsi dan mengadaptasi strategi ini melalui New Economic Policy (NEP) untuk mobilisasi vertikal ekonomi kaum Melayu. Sehingga Malaysia pun kini memilik beberapa perusahaan kelas dunia, seperti Felda (Federal Land Authority), holding perkebunan besar, industri otomotif Proton dan perusahaan migas Petronas yang kini melesat ke peringkat 18 perusahaan migas dunia (petroleum intelligence weekly). Bandingkan dengan Pertamina yang lebih tua dari Petronas hanya berada di peringkat 30. Padahal periode 1970-an Petronas sempat berguru pada pertamina dalam manajemen bisnis migas.
Bagaimana melakukannya?
Muncul pertanyaan bagaimana Mahathir melakukannya? Jawabannya sederhana. Mahathir terlebih dulu melakukan pemetaan sosiologis. Melalui masterpiece monumentalnya The Malay Dilemma. Dia memberi jawaban atas stigma negatif terhadap bangsa Melayu yang indentik dengan pemalas, miskin, berpendidikan rendah dan tidak mampu berbisnis. Persepsi yang sekian lama mengakar dikalangan etnik Cina dan India Malaysia. Dalam bukunya itu, Mahathir menjawab sebab musabab inferioritas kaum Melayu khususnya di bidang ekonomi dan bisnis. Bukan karena malas dan tidak mahir berbisnis, tapi akibat tata kelola ekonomi yang tidak adil dan diskrimanatif. Sekian lama ekonomi Malaysia didominasi pebisnis Cina dan India. Mayoritas Melayu sulit mendapat akses ekonomi secara proporsional. The Malay Dilemma akhirnya dibreidel pemerintah. Namun buah pikir super intelektual Mahathir telah menumbuhkan kebanggaan jati diri puak Melayu setelah sekian lama mengalami amnesia dalam tidur panjang.
Sikap konsisten dan komitmen keberpihakan (pro-poor, dan pro-business), berpadu dengan integritas personal, good government, kerja keras, serta merangkul semua sektor swasta dalam kemitraan dan kesetaraan. Untuk bersama mendayagunakan semua potensi ekonomi Malaysia. Dalam setiap misi promosi dagang Malaysia di mancanegara, Mahathir selalu mengikutsertakan pengusaha sukses Malaysia untuk bernegosiasi dengan investor dunia. Yang perlu digarisbawahi adalah Mahathir tidak sebatas berwacana kosong. Ketika menjabat PM Malaysia (1983-2004) seluruh pikiran dan kerjanya fokus mewujudkan progran NEP itu melalui agenda konkret. Pengusaha Bumi Putera diberi preferensi 30% dari porsi ekonomi nasional Malaysia serta berbagai insentif bisnis lainnya. Pelaku-pelaku bisnis baru beralatar Bumi Putera pun mulai berperan dalam struktur ekonomi Malaysia. Hasilnya, performa pertumbuhan ekonomi Malaysia luar biasa, pendapatan perkapita penduduk Malaysia melonjak delapan kali lipat (Mervat Tallawy).
Dato Mahathir mentransformasi struktur ekonomi Malaysia dari negara eksportir timah dan karet menjadi eksportir terkemuka produk high-tech manufacturing dan information telecommunication technology (ICT). Menghantarkan Malaysia masuk dalam kelompok New Industrial Countries (NICs) Asia dan bahkan jadi model ideal pembangunan negara berkembang. Perusahaan Malaysia pun merambah ekonomi regional Asia Tenggara (Indonesia). Petronas, XL Axiata (XL Telkom dan Indosat), CIMB Niaga (Bank Niaga) dan Air Asia, serta Sime Darby, holding bisnis perkebunan besar Malaysia membeli ratusan ribu hektare perkebunan di Sumatra. Sebaliknya Indonesia hanya unggul dalam mengekspor buruh migran murah ke Malaysia.
Pengembangan SDM diposisikan sebagai fondasi modernisasi Malaysia melalui penguatan keilmuan berbasis sains tinggi. Ribuan mahasiswa Malaysia dikirim ke berbagai kampus ternama dunia. Tuntutan sektor industri akan tenaga kerja semi skills worker dengan cepat direspons melalui program profesional training yang berorintasi pasar dan siap kerja.
Perlu digarisbawahi, bahwa sukses modernisasi Malaysia tidak bisa dipisahkan dari faktor kepemimpinan kuat Mahathir dan kekompakan koalisi politik UMNO yang total mengamankan cetak biru ekonomi Mahathir. Menciptakan stabilitas sistem yang kondusif dan menjamin keberlanjutan Malaysia Incorporated.
Aceh Incorporated
Kisah sukses Malaysia perlu dikaji dan dijadikan lesson learned pemimpin baru Aceh. Faktor kedekatan geografis, kesamaan kultural, potensi ekonomi, dan tali-temali historis yang panjang, menjadi modal awal menggagas Aceh Incorporated. Seperti Mahathir, Doto Zaini Abdullah juga berlatar dokter medis, rela meninggalkan profesi mapan tersebut. Memilih perjuangan politiknya di hutan belantara dengan taruhan nyawa. Suatu hal yang sama sekali tidak dilalui Mahathir. Misinya memimpin Aceh. Lebih karena keberpihakan dan empatinya atas pederitaan bangsa Aceh. Sama sekali jauh dari motivasi mengejar keuntungan material pribadi yang sempit. Nilai plus ini kita harapkan rancang bangun pembangunan Aceh kedepan lebih visioner, strategis dan inovatif melalui konsep Aceh Incorporated. Sebagaimana program NEP Mahathir untuk Malaysia.
Doto Zaini pun memiliki mesin politik yang kuat seperti Mahathir dengan UMNO-nya. Kekuatan politik mainstream lokal Aceh di parlemen (DPRA) maupun di akar rumput KPA. Menjadi garansi pembangunan ekonomi semesta Aceh dalam kerangka Aceh Incorporated bisa diwujudkan. Langkah awal, suatu deuk pakat raya antara pemerintah Aceh dengan para pelaku usaha lokal terkemuka misalnya, Let Bugeh, Lukman CM di bidang konstruksi, Firmandez, Teuku Bahrum untuk service industry perhotelan, Abu Pante Pirak dalam bisnis retail, dan Lukman Kande Agung bidang trading. Guna menyamakan visi dan persepsi roadmap pembentukan Aceh Holding sebagai Sogo Shosha atau Chaebol-nya Aceh. Yang nantinya berfungsi sebagai penggerak utama roda ekonomi dan industri Aceh masa depan. Ini harus dilakukan dalam semangat kesetaraan dan kemitraan yang dialogis. Artinya, pemerintah tidak boleh mendikte, tapi mengarahkan, mendengar masukan, saran dan kritikan para pelaku usaha lokal atas segunung hambatan berbisnis di Aceh.
Selanjutnya, pemerintah segera meresponya melalui agenda aksi konkrit dalam wujud kebijakan-kebijakan politik ekonomi yang imperative yang mendukung dan melindungi dunia usaha. Sama halnya di tempat lain, dunia usaha di Aceh cenderung jadi ATM pejabat pimpro, dan politisi termasuk pajak nanggroe, sehingg melahirkan ekonomi biaya tinggi. Dampaknya sarana dan prasarana publik yang dibangun berkualitas rendah. Zaini harus melakukan transformasi pola pikir birokrasi dari sense of money menjadi sense of responsibility. Ini harus jadi agenda prioritas dan diterapkan dengan konsisten, menyeluruh dan berkesinambungan.
Muzakir Manaf sebagai orang nomor dua yang mantan komandan tertinggi kombatan kita harapkan bersikap tegas jika massanya menghambat iklim usaha dan investasi di Aceh. Keamanan dan kenyamanan berbisnis di Aceh menjadi prasyarat utama bagi lahirnya Aceh Incorporated dan turunannya Aceh Holding Company. Dulu saudagar Aceh melalui holding Aceh Kongsi merajai bisnis di Sumatera. Kini bukanlah itu suatu hal yang mustahil dilahirkan kembali. Jika ini terwujud, nama Doto Zaini kelak akan dikenang sebagai bapak modernisasi Aceh. Seperti halnya Dato Mahathir Muhammad di Malaysia.
* Sahari Ganie, Pengajar tidak tetap di FISIP Unsyiah, Ex Manajer Promosi BASAJAN, kini Monitoring Senior Officer The Islamic Relief, Aceh. Email: ayieghany@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar