Senin, 25 Juni 2012
ALHAMDULILLAH, rakyat Aceh untuk kedua kalinya setelah Penandatanganan MoU Helsinki, telah berhasil melaksanakan proses demokratisasi. Sepasang pemimpin baru, Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf telah dipilih mayoritas rakyat Aceh. Kemenangan Zaini-Muzakir adalah kemenangan rakyat Aceh, kemenangan semua pihak, bahkan kemenangan bagi mereka yang tidak memilih pasangan Zaini-Muzakir.
Hari ini, 25 Juni 2012, pasangan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017. Pelantikan ini menandakan berakhirnya euforia kemenangan. Saatnya sang pemimpin memulai tugas-tugasnya sebagai nakhoda Aceh. Zaini-Muzakir harus membawa perahu besar ini ke daratan yang penuh dengan kesejahteraan dan kemakmuran. Harapan ini bukanlah harapan kosong. Harapan yang dititipkan rakyat kepada pemimpin baru.
Ada beberapa kelebihan dan kemudahan yang dimiliki Zaini-Muzakir sebagai pemimpin baru Aceh. Zaini Abdullah, yang mewakili sosok orang tua Aceh, telah sangat berpengalaman di perantauan. Dengan kecerdasannya, Zaini diharapkan dapat mengaplikasikan pengalamannya di negara maju. Tata kelola pemerintahan yang dapat menyejahterakan rakyat telah ia rasakan ketika ia berada di Swedia selama 30 tahun. Meskipun tidak sebagai birokrat di Swedia, namun kebijakan pemerintahan Swedia terhadap 9 juta warganya dapat dikawinkan dengan kondisi Aceh yang ia pimpin.
Dukungan masyarakat
Begitu juga dengan Muzakir Manaf selaku pemimpin muda, dengan ketegasannya sebagai mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka, kebijakan pemerintah akan dengan mudah terlaksana. Perpaduan antara kecerdasan dan ketegasan, menjadi modal dasar gubernur-wakil gubernur baru dalam membangun Aceh, ditambah dengan dukungan masyarakat yang begitu besar yang dibuktikan melalui proses Pemilukada.
Kelebihan lainnya yang dimiliki Zaini-Muzakir adalah dukungan politik di parlemen. Tidak bisa dipungkiri, dukungan politik sangat dibutuhkan dalam menjalankan pemerintahan. Dan Zaini-Muzakir, telah mendapatkan dukungan itu. Muzakir adalah pemimpin Partai Aceh (PA) yang mengusung pasangan Zaini-Muzakir dan Partai Aceh adalah partai yang paling banyak menduduki kursi parlemen Aceh. Dari 69 kursi, PA memiliki 33 kursi. Adapun Fraksi PA sendiri memiliki 42 kursi yang ditambah dari partai kecil gabungan. Jadi, lebih dari 50% kursi dimiliki oleh Fraksi PA yang otomatis sejalan dengan Gubernur/Wakil Gubernur terpilih.
Modal besar lainnya adalah, hampir 50% dari seluruh Bupati dan Walikota di Aceh berasal dan atau diusung Partai Aceh. Hal ini sangat membantu dalam sinkronisasi pembangunan antara provinsi dan kabupaten/kota. Hal inilah yang jarang terjadi di derah lain di Indonesia. Selain itu, Aceh memiliki Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) yang lumayan besar. Pada 2012 ini, APBA sebesar Rp 9,5 triliun. Dengan anggaran sebesar ini dan penduduk sekitar 4,5 juta jiwa, Aceh sangat mungkin menjadi daerah yang makmur.
Aceh, saat ini memiliki beberapa masalah mendesak yang harus diselesaikan guna mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat. Dari sisi kesehatan, Aceh sudah tergolong bagus dengan adanya asuransi bagi seluruh warga Aceh. Namun dari sisi ekonomi dan pendidikan serta penegakan hukum, Aceh harus lebih banyak berbenah. Inilah tugas utama dari pemimpin baru Aceh.
Kemiskinan adalah masalah yang harus cepat ditangani. Saat ini, tingkat kemiskinan di Aceh mencapai 18% atau 2 kali lipat dari tingkat kemiskinan nasional. Dengan angka kemiskinan tersebut, Aceh merupakan propinsi ke-enam termiskin di Indonesia. Selain itu, tingkat pengangguran di Aceh juga tergolong tinggi. Angka pengangguran per Februari 2012 tercatat 164.400 orang, atau naik 15.400 orang dibandingkan dengan Agustus 2011.
Pembangunan infrastruktur
Solusi dari masalah kemiskinan dan pengangguran adalah pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh per Mei 2012, pertumbuhan ekonomi Aceh hanya 5,11%, atau terendah di Sumatera, dan masih di bawah rata-rata pertumbuhan nasional yang berada di kisaran 6,3%. Guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Pemprov harus mengalokasikan APBA untuk sebesar-besarnya pembangunan infrastruktur, terutama infrastruktur yang langsung bersentuhan dengan aktivitas ekonomi masyarakat serta mengurangi belanja rutin.
Pemprov harus bekerjasama dengan Pemkab dan Pemkot guna membangun infrastruktur yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti jalan dan irigasi. Jalan merupakan syarat mutlak dari pertumbuhan. Dengan bagusnya kondisi jalan di seluruh Aceh, maka roda perekonomian akan lebih kencang berputar dan otomatis akan meningkatkan devisa daerah. Begitu juga dengan irigasi, akan meningkatkan produktivitas dan diversifikasi hasil pertanian yang otomatis akan meningkatkan kesejahteraan petani dan juga laju pertumbuhan ekonomi.
Jika pemprov fokus akan kedua hal ini, maka bukan tidak mungkin, dalam dua-tiga tahun, seluruh jalan dan pengairan di Aceh akan baik dan pertumbuhan ekonomi bukan tidak mungkin mencapai di atas rata-rata nasional. Tingginya pertumbuhan ekonomi, otomatis akan mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
Guna mengurangi pengangguran, pemprov tidak boleh menyelesaikannya dengan menjadikan mereka pegawai negeri. Hal itu akan membunuh daerah karena akan meningkatkan biaya belanja pegawai. Cara yang terbaik adalah memberikan kemudahan pada investasi yang berskala besar dengan tetap memperhatikan keramahan lokal. Pungutan yang tidak resmi atau biasa disebut pungli harus dapat dihilangkan. Banyaknya pungli, akan membuat investasi berjalan lambat. Pengusaha, butuh kepastian hukum dan stabilitas keamanan. Inilah yang membuat terciptanya stabilitas ekonomi.
Pemerintah juga harus dapat menciptakan wiraswasta-wiraswasta baru yang kreatif. Penciptaan wiraswasta baru dapat melalui pinjaman lunak dan juga promosi potensi Aceh ke pihak luar. Pendampingan dan pembinaan terhadap usaha mikro dan kecil harus lebih intensif dilakukan. Dengan lahirnya wiraswasta-wiraswasta baru, maka akan mengubah pola pikir masyarakat yang berpandangan PNS adalah satu-satunya pekerjaan yang dapat menyejahterakan.
Peningkatan kualitas SDM
Prioritas selanjutnya yang tidak kalah penting adalah bidang pendidikan. Kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat Aceh yang produktif dan kompetitif di era globalisasi ini hanya bisa dicapai melalui peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan harus dapat menciptakan masyarakat yang memiliki ketrampilan (skill) yang dapat dijual. UU tentang Pendidikan Nasional telah mewajibkan pengalokasian anggaran minimal 20% dari total APBN dan APBD provinsi dan juga kabupaten/kota. Dengan anggaran yang cukup besar, insya Allah peningkatan kecerdasan masyarakat dapat terlaksana.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah mendorong pemerintah pusat dan juga daerah untuk menyelesaikan semua aturan pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, melalui peraturan pemerintah dan qanun. Dengan adanya payung hukum yang kuat, maka Aceh dapat meningkatkan devisa secara maksimal yang bertujuan untuk pembangunan. Dan, akhirnya selamat kepada pemimpin baru Aceh. Semoga dapat menjalankan amanah dengan baik dan masyarakat pasti mendukung semua program yang bertujuan menyejahterakan dan memakmurkan rakyat.
* Sayed Fuad Zakaria, Anggota DPR RI asal Aceh. Email: sayedfuad_zakaria@yahoo.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar