Selasa, 24 Januari 2012
![]() |
Tarmizi A Hamid, Kolektor naskah kuno Aceh |
Sepuluh laki-laki dan perempuan tampak sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Dengan mulut mereka tertutup masker, tangan-tangan mereka sibuk membersihkan naskah kuno di depannya. Ada yang sedang menyapu dengan kuas kecil, ada pula yang sedang menempel bahan perekat untuk membuat naskah yang sudah lapuk itu kembali kuat.
Hari itu, Senin (23/1/2012), para ahli restorasi naskah dari sejumlah lembaga di Banda Aceh, sedang menjalankan misi untuk menyelamatkan puluhan kitab kuno Aceh koleksi Tarmizi A Hamid, di Komplek BIP Ie Masen Kayee Adang, Banda Aceh. Mereka menamakan kegiatan itu sebagai program konservasi dan restorasi (memelihara dan memperbaiki) naskah kuno alias manuskrip.
"Kegiatan konservasi dan restorasi ini bertujuan untuk memelihara fisik naskah hingga bertahan lama. Dalam kegiatan ini kita membersihkan kertas (yang sudah lapuk dimakan usia) dari bakteri dan proses pembusukan. Ini merupakan upaya penyelamatan jangka menengah. Sementara untuk jangka panjang, tentunya semua naskah itu harus didigitalisasikan," kata Mujiburrahman, Direktur PKPM Aceh, lembaga yang memfasilitasi kegiatan tersebut.
Pemilik naskah-naskah kuno itu, Tarmizi A Hamid, pun terlihat gembira dengan kedatangan para ahli restorasi ke rumah di kompleks BIP, tempat naskah-naskah kuno koleksinya disimpan. "Alhamdulillah, sudah ada pihak yang memberikan perhatian untuk menyelamatkan warisan indatu ini. Semoga ke depan akan ada yang melakukan pengkajian, karena sangat banyak pelajaran tersimpan dalam naskah-naskah ini," kata Tarmizi.
Tarmizi menuturkan, naskah-naskah itu sudah mulai dikumpulkannya sejak 16 tahun lalu. Untuk mengumpulkan naskah yang kini telah mencapai 382 unit itu, Tarmizi harus merogoh puluhan juta dari kocek sendiri. Bukan itu saja, enam petak sawah di kampung halamannya kawasan Teupin Raya, Kabupaten Pidie, Aceh juga ikut dilego untuk menyelamatkan naskah kuno Aceh.
"Misi saya adalah bagaimana karya-karya ulama Aceh masa lalu ini bisa selamat. Karena, saat ini cuma naskah kuno dan batu nisan (dikenal batu Aceh), serta makam raja, saja yang menjadi bukti nyata tentang kejayaan Aceh masa lalu. Memang ada beberapa masjid, Gunongan, dan Taman Putro Phang atau lainnya, tapi juga butuh penjelasan dari naskah atau kitab-kitab kuno," ujarnya.
Dari manuskrip ini, kata Tarmizi, para ahli bisa mengkaji hal-hal menarik, terutama tentang kejayaan Aceh masa lalu, di bidang agama, pendidikan, kesehatan, kesenian, dan sebagainya. "Dari watermark atau tanda air untuk melindungi hak cipta di beberapa kertas dalam naskah kuno, bisa diketahui bahwa Aceh sudah punya kontak perdagangan dengan dunia luar, terutama Eropa, sejak abad 16. Sementara dari segi keilmuan (intelektual) karya indatu ini merupakan sumber berbagai ilmu, terutama tentang syariat Islam," ungkap Tarmizi A Hamid.
*Tulisan ini telah dimuat di Serambi Indonesia Digital NewsPaper, Selasa 24 Januari 2012, Edisi ke-15 Tahun ke-1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar