Dalam apapun versinya, tak ada kejujuran dalam "kamus" politik. Karena "kejujuran" dalam sebuah konstelasi politik adalah "ketidakjujuran" dalam realitas dunia yang sesungguhnya. Itu pulalah kenapa dalam politik muncul istilah lidah bercabang dua. Gamang akan terasa bagi siapapun yang tak biasa bahkan alergi dengan politik untuk mencoba masuk kedalamnya. Canggung, serba takut, berhati-hati bahkan cenderung phobia adalah gejala awal yang muncul ketika melangkah awal kedalam " dunia semu" itu.

Mencoba membaca politik Aceh hari ini, seperti membaca benang kusut. Berujung pada ketidakjelasan, hendak dibawa kemana visi Aceh Baru yang telah lama digagas namun belum lahir juga. Visi yang lahir menjadi formalitas pada jargon sekedar pada pemenangan kelompok. Kita jadi abai dan cuek dengan situsi ketika jargon "baik" dimunculkan jadi wacana lalu jadi sekedar "bahan" pemenangan, tebar pesona!, persis seperti yang sedang digagas dalam buku barunya Malcolm Gladwell,penulis best seller BLINK.
Tak jelas kita harusnya berdiri dimana, jikalau kita tak memilih posisi berdiri, dalam politik itu juga satu pilihan dan konsekuensi bahwa sebenarnya kita tengah berpolitik?, bahkan jika kita "golput" sekalipun!. what!! tapi begitulah "politik" memainkan aturan!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar