Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Sabtu, 19 Februari 2011

Water World : Bumi Di Tahun 2025


by hanif sofyan

Dalam Waterworld, film garapan Sutradara Kevin Reynolds, bumi digambarkan dipenuhi air, 75% bumi menjadi wilayah air dan sisanya daratan. Seperti sebuah skenario film, bumi digambarkan juga akan mengalami periode itu. Namun-- sebaliknya di awal 2025, air akan menjadi komoditi paling langka, paling susah dicari, dan paling mahal di pasaran. Jikalau Carrefour dan Matahari sudah menimbunnya sejak sekarang ia akan menjadi superstore pada era itu.

Apakah ide ini hanya sebuah kisah paradoksi, dari realitas yang akan terjadi?. Bagaimana jika skenario yang terjadi justru sebaliknya, dunia dipenuhi daratan kering kerontang tanpa batas?. Jika realitasnya berbalik, tentu akan sangat berbeda jalan ceritanya. Tanpa air,  manusia, bahkan bumi tak memliki daya hidup. Selain udara sebagai paru-paru bumi, air adalah “ibu” dari segala kebutuhan primer manusia. Sebuah penelitian menyebutkan, manusia tanpa makan dapat bertahan hingga 8 minggu, namun tanpa air 3-5 hari akan menjadi rekor baru manusia untuk mampu bertahan hidup. (Howstuffworks,2009)

Gagasan apa yang hendak dimunculkan Kevin Reynolds sang produser, dengan menghadirkan film tersebut. Kesulitan akan airkah?, kelangkaan yang harus dibayar mahal karena ulah manusia hari ini yang membuat bumi berada pada krisis global yang ‘mengeringkan” daratan bumi?. Atau kekuatiran pada water war. Dalam Film Blue gold: world water wars yang disutradarai Malcolm McDowell dan Buku Blue Gold karya Maude Barlow dan Tony Clarke, kelak air akan menjadi komoditi primer bernilai multi jutadolar. Bisnis akan menguasai seluruh pasar, dan bahkan negara dengan konsep demokrasi yang mengatur bahwa “bumi dengan segala isinya untuk kesejahteraan rakyat” sekalipun tak mampu berkutik dibawah “ketiak” para pelaku bisnis. Kelak air juga akan menjadi alat pemicu perang, perang bisnis dan perang dalam arti  sesungguhnya--perang memperebutkan air. Seperti halnya orang mulai mengincar “bisnis jual beli” emisi karbon, gas dibayar tunai, air kelak juga akan dibayar tunai jauh dari realitas sekarang.

“Air Premium” Dalam Botol, Bisnis dan Perang
Pada mulanya gagasan menjual air dalam botolan adalah gagasan gila. Betapa tidak, dengan kemudahan akses orang terhadap air, tiba-tiba muncul gagasan menjual air dengan harga mahal, hanya air murni dan bening lagi. Namun tren, gengsi, kebutuhan instan, praktis dan mudah, mulai mengarahkan bisnis ini pada pijakan dimulainya persaingan dan pertarungan bisnis yang sesungguhnya, untung atau rugi. Jika kini saja air botolan bisa dijual pada label harga ribuan bahkan puluhan ribu, padahal 2 dekade lalu dianggap “barang pasaran”, bagaimana bayangan kita untuk tahun 2025.

Bagaimana sebaiknya kita "bersikap" jika kekuatiran itu menjadi kenyataan?, bahkan jika kondisi lebih lambat dari yang kita perkirakan sekalipun. Ketika persaingan bisnis semakin ganas dan munculnya krisis air lebih dini, karena sumber cadangan air cepat terhabiskan?. Maka kita mungkin tak perlu menunggu hingga tahun 2025 untuk sampai pada kondisi krisis air. Mungkin 2015, atau 2020, akan menjadi tahun dimulainya krisis air, yang dimulai dari penguasaan air oleh segelintir perusahan. Kemudian krisis akan bergulir pada meningkatnya kebutuhan akan air sehat bersih dan hygienis. Sehingga meningkatkan demand dan menguras stock karena menurunnya supply. Hukum demand supply adalah hukum normal, yang bisa memberikan tanda kondisi cadangan air. Sekaligus menjadi sinyal untuk dijadikan alasan dimulainya persaingan dan peperangan. Diawali persaingan dan peperangan dalam bisnis, dan berujung pada perang vis a vis antar negara.

Permintaan air yang menggila, akan mengeringkan sumber-sumber air tawar pada awalnya, kemudian perang akan diarahkan pada diversifikasi produk olahan baru, menyuling air laut. Seperti yang tengah dilakukan di Abu Dhabi, kota multibilyun. Menimbun laut, menciptakan daratan baru saja, kini bukan mimpi lagi. Apa ini juga yang akan menjadi kenyataan ketika pada akhirnya bumi kehilangan air dan bumi didominasi daratan mahaluas?.

Negara vs Air Bersih, Paradigma Yang Berubah
Laut memang luas, namun seberapa banyak negara pada era tersebut yang mampu menyuplai air untuk mayoritas warga negaranya?. Bayangkan jika sebuah negara kecil seukuran Nauru didiami oleh 2 juta orang penduduk dan masing masing orang mengkonsumsi 2 liter setiap harinya maka dibutuhkan, kasarnya--kurang lebih 4 juta liter per hari. Berapa banyak pabrik dibutuhkan untuk menyuplai jumlah itu?, berapa banyak energi yang harus dikorbankan untuk melakukan penyulingan itu?. Energi apa yang layak digunakan untuk menyuplai kebutuhan yang harus dipenuhi setiap hari sepanjang hayat?. Dan pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah, berapa banyak negara mampu melakukan produksi air “sehat dan bersih” dengan alat dan tehnologi, dengan biaya yang tinggi. Akankah hal tersebut nantinya justru akan mendorong persaingan, ekpansi, aneksasi, invasi antar negara untuk saling berebut dan menguasai?.

Ada anggapan aneh dan terasa mengada-ada jika kita sekarang berandai-andai soal krisis air itu, karena hari ini, “air ledeng” masih gampang dijangkau di ujung kran air kita. Air minum dalam kemasan masih jadi komoditi kelas kesekian dari sekian banyak kebutuhan primer kita, dan kita masih bisa bercanda “asal uang masih ada, kita masih bisa menemukan air dimana saja”, di kedai kecil dipelosok desa terpencil sekalipun.  Bahkan sebuah aknekdot, berkisah, ketika seseorang tersesat di tengah gurun, ia tak cuma sekedar melihat fatamorgana, tapi juga menemukan toko kelontong Cina yang menjajakan berbagai jenis air minum dalam kemasan dengan berbagai ukuran dan merek”. Walhasil, daya kritis kita, masih terbenam jauh, lagipula kondisi belum darurat. Kecuali bagi sekelompok para peduli lingkungan yang was-was dan mulai mencoba menawarkan gagasan dan ide “lebih ramah dan bersahabat dengan lingkungan”. Kelompok lain, bahkan  mengolok-olok layaknya kisah Nabi Nuh dan perahunya, kita dianggap bicara omong kosong ketika kekuatiran masih begitu jauh dari pelupuk mata. Padahal, ide “kekuatiran” ini, setidaknya akan menjadi bahan renungan, ruang kontemplasi kita, meski konsep keseimbangan manusia dan alam masih dianggap sebuah kekuatiran yang tak beralasan dan  hanya berdasar phobia atas sesuatu.

Generasi Krisis Air
Mungkin kelak kita akan menjadi bagian yang tak akan menjumpai realitas (sebuah dunia minim air). Meski faktor gizi mendorong kita memiliki umur lebih panjang sekalipun. Bagaimana dengan anak-anak kita yang hari ini masih menjadi tanggungan kita?. Dan hari ini kita, mau melakukan apa saja untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka,  “buah hati” kita. Lalu pernahkan kita memikirkan bahwa langkah kecil untuk menjaga masa depan sebuah dunia tanpa krisis air, adalah demi “buah hati” kita yang kelak akan menjalani hidup di masanya.

Saat ini, minimal kita masih berlimpah air, kita belum lagi bicara soal bagaimana perlunya udara yang bersih, hutan yang harus terus dijaga untuk menjaga karbon tetap pada tempatnya dan melakukan suling udara setiap harinya untuk “membekali” udara sehat kita, meski saat inipun kita sudah dalam kondisi “polusi ringan”.

Kita belum lagi menyentuh substansi lain, bagaimana dengan air tanah dan interupsi air laut, yang mulai menjarah daratan Jakarta misalnya, hingga masuk radius  mendekati permukiman. Mungkin seperti prediksi yang pernah dilakukan di 2015, Jakarta seluruhnya akan dijajah interupsi air laut. Sehingga PDAM akan beralih fungsi menjadi PDPAL (Perusahaan Daerah Penyuling Air Laut). Dan air akan menjadi komoditi level dua dari proses produksi pengolahan bahan  mentah menjadi barang jadi. Sehingga bayangan kita, air akan menjadi komoditi seperti kayu log (kayu bulat batangan) saat ini. Kebijakan pemerintah melarang kita menjual kayu log langsung, harus melalui proses olah dulu baru bisa dijual sebagai bahan siap pakai. Begitupun air, Perusahaan Derah yang dikelola negara hanya akan menjadi perusahaan penyuling air, dan perusahaan swasta akan membelinya dan mengemasnya dalam botol. Kira-kira seberapa penting komoditas air ketika itu? dan berapa kira-kira harganya?. Bagaimana “buah hati “ kita hari itu memperoleh airnya?. Mudahkah?, sulitkah?, berapa persen kira-kira yang bisa dengan mudah mendapatkan porsi itu? Berapa persenkah yang tak mampu menjangkau realitas itu, karena faktor kemiskinan, ketidakmampuan?

Bandingkan realitas mampu dan tidak mampu hari ini, berapa persen orang yang bisa mengakses air bersih hari ini?. Seimbangkah antara demand supplay dan jangkauan ekonomi kelompok pinggiran, yang hari ini menjadi mayoritas  di Indonesia misalnya?. Atau konkritnya golongan ekonomi kelas berapakah yang kelak mampu bertahan hidup dan bisa menjangkau air sebagai kebutuhan hariannya?. Tak usahlah berpikir soal mandi, karena itu bisa dipenuhi oleh air dengan kualitas nomor tiga,lima atau bahkan kualitas nomor enam untuk kelas tertentu di bantaran kali Ciliwung Jakarta misalnya?.

Jangan dulu beranjak pada kemungkinan realitas lain yang bakal muncul, ketika kebutuhan primer ini menjadi “emas baru”, maka orang akan mengalihkan motif rampokannya bukan lagi pada berlian, tapi pada “blue gold” (emas biru), sebutan komoditi baru, "air", yang kelak, diperkirakan akan menjadi akar penyulut perang  baru.

Masih Beruntung barangkali jika kita tinggal di Sumatera dan Kalimantan atau Irian, yang punya daratan lebih luas. Mungkin butuh waktu lebih lama untuk merasakan krisis air layaknya Jakarta. Namun krisis ini pasti akan terus menyebar layaknya epidemi, merangsek dari kota pinggiran laut dan beranjak ketengah permukiman secara perlahan. Karena musnahnya air tak mesti harus menunggu punahnya daratan. Ketika interupsi air laut jauh masuk kedaratan ketika itu juga “era krisis air” dimulai. mungkin dunia 2025, diawali kisahnya disitu. Water Crisis begins.Akhirnya kita memang harus mengikuti ritme alam, "mendengarkan" dengan hati, lebih bijaksana,lebih arif dan menyurutkan nafsu serakah menguasai alam dengan seluruh isinya layaknya tuhan-tuhan kecil dalam bumi Tuhan MahaBesar. [hans-2011]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar