Bisa dibilang saya orang dalam JNE dalam arti positif ya. Memang sih statusnya bukan pekerja, tapi hanya pelanggan. Mengapa saya menyebut diri, "orang dalam?", karena sejak pertama kali mengenal dunia kirim mengirim barang atau paket dari orang tua saya, memang telah mengandalkan JNE. Bukankah itu artinya saya telah menjadi bagian dari orang dalam jaringan JNE?.
Di tahun 1979, tepatnya di bulan Agustus saya memulai perjalanan terpanjang pertama dalam kehidupan saya, dari kampung Cibugel, Kabupaten Sumedang menuju Tanah Serambi Mekkah--Aceh.
Perjalanan ini juga menjadi perjalanan bersejarah, karena setelah perjalanan dengan Kapal Tampomas 2, di perjalanan entah yang ke berapa setelahnya, kapal tersebut kabarnya tenggelam di Teluk Masalembo. Jadi saya sempat mengalami perjalanan pamitan kapal raksasa itu.
Di awal tahun 1979 usai menjalani TKS-BUTSI dan sempat ditawari membuat film perjalanan kisah para sarjana volunteer bersama TV Singapura, ayah mendapat undangan menjadi seorang dosen di kampus Aceh dari seorang tokoh sejarawan Aceh, Pak Ali Hasmy. Tentu saja kesempatan itu tak disia-siakan. Kami berangkat dalam rombongan besar.
Tapi beberapa tahun setelahnya nenek pulang kembali ke kampung halaman, sementara kami bertahan hingga sekarang. Sejak itulah saya memiliki dua kampung halaman dan berkalang tanah menjadi "ureung Aceh".
sumber gambar diolah dari JNE
Ternyata tinggal bertahun di Aceh yang kaya dengan kuliner rempah Sumatera yang luar biasa, membuat "perasa" lidah kami semua berubah. Kata ashoe lhoek--warga Aceh toktok, karena kami telah terbiasa memakan "asam sunthie".
Maka sejak saat itu jika nenek atau kerabat rindu makanan Aceh, tinggal diatasi dengan cara berkirim via paket saja dan menjadi awal mula perkenalan dengan JNE.
Biasanya, dengan mengendarai Vespa PX biru, kami mengunjungi Pasar Aceh, sentra UMKM penganan khas Aceh disekitaran Masjid Raya Baiturrahman. Kue Seupit, Ek Mie, Bada Reuteuk, Kue Bouy, mulieng, pliek ue menjadi incaran pertama sesuai pesanan.
Makanan khas Aceh itu langsung kami packing dalam kardus begitu di order dari pedagang. Sengaja kami pilih makanan yang fresh from the oven--baru diolah agar rasa dan daya tahannya lebih baik.
Meskipun sebenarnya kami tak perlu begitu kuatir soal daya tahan makanan itu, karena jasa layanan yang kami gunakan kala itu adalah One Night Service (ONS) salah satu jenis layanan jasa yang tersedia milik JNE yang menjadi pilihan karena cepatnya proses pengiriman barangnya. Pengalaman bertahun-tahun sejak kami mengenal jasa pengiriman barang tersebut memang sangat memuaskan.
Kotak paket yang belum sepenuhnya sempurna kami rapikan langsung di kantor JNE. Petugas sudah seperti keluarga sendiri, mereka sering membantu kami mem-packing barang.
Memberi tambahan perekat, tali, plastik pembungkus sebelum paketnya di beri label yang berisi data alamat pengirim dan tujuan pengiriman barang.
Bagi saya yang masih kanak-kanak, pengalaman itu ternyata begitu berkesan. Sehingga setiap kali berkunjung ke kantor JNE Banda Aceh yang kala itu berada di pertokoan sekitaran Jalan Diponegoro, tak jauh dari Jembatan Pante Pirak dan Simpang Lima, saya merasa seperti berkunjung ke rumah kerabat. Tak ada kekuatiran dan canggung.
Tak cuma barang cepat sampai dengan "kepastian" yang kemudian saya tahu didukung dengan profesionalitas layanan tinggi dan integritas karyawan yang luar biasa, sehingga harapan "kerinduan" nenek tak perlu menunggu lama paketnya diterima.
Biasanya tak lama setelah pengiriman barang, nenek akan berkabar jika paketnya telah diterima dengan selamat dalam kondisi makanan yang masih segar.
Sejak itulah, pengalaman yang ditularkan ayah dengan cara setiap kali mengirim paket selalu mengajak langsung anak-anaknya menjadikan kami bagian dari "orang dalam jaringan JNE". Ada ketergantungan yang saling mengisi--semacam simbiosis mutualis.
"Kalian harus belajar pentingnya menghargai dan melayani orang dengan baik, ini akan menjadi pengalaman berharga nantinya". Begitu ayah berpesan setiap kali "mengajarkan" pembelajaran hidup melalui pengalamannya ber-JNE, dengan mengajak langsung anak-anaknya.
Dan pengalaman pertama yang berkesan itulah yang kemudian melekat dalam benak dan menjadi bagian dari pembelajaran mindset positif.
Kebaikan yang Ditularkan
Memberi Pengalaman Terbaik Kepada Pelanggan Secara Konsisten--Misi
Ternyata kebaikan yang ditunjukkan dalam bentuk layanan jasa yang dimiliki JNE berikut para karyawannya bukan muncul secara kebetulan. Budaya itu dibangun, dimulai dari para petingginya.
Ini mengingatkan saya dengan filosofi "Servant Leadership"--Kepemimpinan yang mendedikasikan dirinya sebagai "pelayan". Gagasan Robert K. Greenleaf dalam The Servant as Leader, yang muncul pertama kali dalam sebuah esai di tahun 1970.
Green mengatakan, ketika memposisikan diri memimpin, sekaligus memastikan bisa memenuhi kebutuhan prioritas tertinggi orang lain yang dilayani, Kepemimpinan pelayan harus berbagi kekuasaan, mengutamakan kebutuhan orang lain dan membantu orang mengembangkan potensi mencapai tujuan besar secara bersama-sama.
Bahwa ternyata Servant Leadership itu bisa membangun sebuah kinerjapositif. Meningkatkan keterlibatan dan motivasi anggota tim, pengembangan tim yang kuat, mendorong kreativitas dan inovasi.
Bahkan bisa meningkatkan kepuasan kerja hingga membangun hubungan yang kuat simbiosis mutualis yang kuat antara pimpinan dan karyawannya.
sumber gambar diolah dari JNE
Kredo yang dipegangnya adalah jika masyarakat yang lebih baik akan dibangun, maka jalan yang paling terbuka adalah meningkatkan kapasitas untuk melayani dan kinerja dengan sistem dan pelayanan terbaik.
Ternyata menjadi orang baik dan berbagi kebahagiaan sangat mudah, termasuk ketika menjalankan sebuah perusahaan dengan tetap mengedepankan penghargaan terbaik untuk para karyawan dan layanan terbaik untuk para pelanggan.Ibarat pepatah, sekali dayung perahu, dua tiga pulau terlampui.
Gagasan Bahagia Bersama yang mengerucut dalam tagline-nya JNE--“Berbagi, Memberi, Menyantuni”, selaras dengan prinsip JNE dalam menjalankan bisnisnya, yaitu Connecting Happiness., karena bersumber pada gagasan JNE ingin menghantarkan kebahagiaan, baik bagi pengirim, penerima, maupun bagi para karyawan JNE sendiri.
Rupanya sejak didirikan pada 26 November 1990, oleh founding father Alm. H. Soeprapto Soeparno, komitmen JNE sebagai perusahaan ekspedisi terbesar di Indonesia tersebut telah dimulai sejak Bapak Soprapto mendidik anak-anaknya, melalui Yatuna yang beliau dirikan pada tahun 1970-an untuk menyantuni anak yatim, fakir miskin, dan menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT, dilandasai pesan “Kalau jadi orang kaya, banyak-banyaklah memberi.”
Dan kebaikan itu terus menular kepada pelanjut bisnisnya. Ujaran Bapak M. Feriadi Soeprapto, Presiden Direktur JNE, bahwa tolak ukur kesuksesan sebuah perusahaan bukan cuma hitung omzet, hitung income, hitung revenue, tetapi berapa kenaikan jumlah kurban, zakat dan sedekah yang diberikan tahun ini.
“Dalam keadaan sempit atau luas, dalam keadaan ringan maupun berat, JNE wajib konsisten membantu dan berbuat baik, kalau ingin terus didoakan banyak orang. Saban tahun harus selalu diupayakan meningkat,” menjadi semacam kredo bagi JNE.
Sehingga saat usia JNE memasuki 3 dekade, kredo tentang yang terus digetok tularkan itu terus mengalir seperti dalam pesan Pak Feriadi, pelanjut kerajaan bisnis tersebut.
“Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, selama 33 tahun JNE menjadi bagian dari ekosistem dunia usaha dan memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, semoga dengan bertambahnya usia yang ke 33, JNE dapat mewujudkan Visi sebagai Perusahaan Logistik Terdepan di Negeri Sendiri yang Berdaya Saing Global. Tema HUT JNE “Gass Terus Semangatnya” memiliki makna untuk menyatukan kebersamaan serta menguatkan semangat untuk menebarkan optimisme. Serta mengajak masyarakat, pelanggan, mitra dan stakeholder untuk terus berkarya dan berinovasi dalam beragam program kolaborasi agar memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara,”
Dalam buku Bahagia Bersama yang sudah saya baca, pembelajaran itu tersinergi dalam rangkuman kisah, “Berbagi Tidak Mengurangi”, “Tiga Serangkai”, dan “Cerita Juara”.
Pembelajaran itu muncul dari pengalaman Kang Maman sebagai penulis yang langsung bersinggungan dengan JNE, cerita dari pendiri dan petingi di JNE, serta pengalaman yang dialami oleh kurir JNE dan pihak yang pernah bekerja sama dengan JNE
Gas Terus Semangat Inovasinya
Menjadi Perusahaan Logistik Terdepan di Negeri Sendiri yang Berdaya Saing Global--Visi
Ulang Tahun ke-33 kali ini, JNE mengusung tema ”Gass Terus Semangatnya” untuk Menyatukan Kebersamaan, Menguatkan Semangat dan terus Berbagi, Memberi serta Menyayangi.
Perjalanan lebih dari 3 dekade, sejak merintis kantor pertama di Jl. Tomang Raya No. 3, Jakarta Barat, PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE memulai perjalanan domestiknya pada kepabeanan, impor kiriman barang dan dokumen serta pengantarannya dari luar negeri ke Indonesia.
Memperkenalkan sistem drop point atau agen pengiriman yang disebut “Takuhaibin” ketika era warung telekomunikasi (Wartel) yang menjamur yang menjadi cikal bakal Agen JNE yang jumlahnya mencapai lebih dari 8,000 titik di seluruh Indonesia pada 2022.
Dan jaringan dan jangkauan area distribusinya mencakup lebih dari 83.000 kota, termasuk kabupaten, desa, dan pulau terluar dan mempekerjakan lebih dari 50.000 karyawan di seluruh Indonesia.
Semangat untuk terus gas-poll memang telah dirintis sejak lama, ketika internet menjadi gelembung trend baru di tahun 2000, JNE meluncurkan logo baru dengan brand “JNE EXPRESS-nya (2012), membuat JNE populer di kalangan pelaku bisnis online.
sumber gambar diolah dari JNE
Dianjutkan dengan mengokohkan kaki mengantisipasi pesatnya pertumbuhan transaksi belanja daring melalui marketplace dan dan tren gaya hidup digital.
Hingga sampai pada gagasan meluncurkan aplikasi MY JNE (2014), aplikasi serba-guna berbasis android yang membantu pelanggan untuk mengecek tarif kiriman, menelusuri posisi paket, lokasi konter terdekat, sekaligus tempat transaksi jual-beli antara penjual dan pembeli individual.
Sehingga menambah keyakinan kita sebagai pengguna jasa layanannya.
Bahkan sebagai bentuk inovasi tanpa henti, JNE membangun E-fulfillment di beberapa cabang sebagai solusi bisnis terpadu bagi para pelaku Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM), khususnya pemilik nama dagang, yang berjualan secara daring. Di Aceh saja, kini terdapat 34.428 pelaku UMKM. Luar biasa kan!.
Peter F Drucker, pakar manajemen mewanti-wanti para pebisnis, dalam turbulensi ekonomi, siapa yang tidak peka mengikut perubahan, akan tergilas persaingan yang menggila.
Kini berbekal pengalaman 3 dekade, JNE telah merintis pembangunan pusat sortir otomatis berskala besar yang disebut Mega Hub di Bandara Mas, Cengkareng, Tangerang. Mega Hub diproyeksikan bisa memproses 1 juta paket dalam sehari.
Dan melalui Roket Indonesia, layanan kurir instan berbasis aplikasi yang menjamin estimasi pengantaran sampai dalam waktu 1 jam yang tersedia di 54 kota atau Cabang JNE terus melejitkan diri membuktikan sebagai Perusahaan Logistik Terdepan di Negeri Sendiri yang Berdaya Saing Global sesuai misinya.
referensi:
https://www.jne.co.id/profil-perusahaan
https://www.tamankata.web.id/2021/10/review-buku-bahagia-bersama-jne.html
https://www.greenleaf.org/what-is-servant-leadership/
https://harianrakyataceh.com/2023/11/27/jne-33-tahun-gelorakan-gasss-terus-semangatnya/
https://www.instagram.com/jne.aceh/reel/C6ntLjBykvu/?locale=ko-KR&hl=am-et
Tidak ada komentar:
Posting Komentar