Banyak prediksi muncul kepermukaan menjadi wacana baru dalam pandemic global covid19 yang masih belum berakhir, tentang kemungkinan gelombang kedua Covid19 di Aceh dan di Indonesia.
Kebijakan serba salah "New Normal" menuai kesalahpahaman yang cukup fatal. Dalam konteks Aceh, masyarakat cenderung memahami new normal, hanya sebatas "normal", tanpa memahami konsep "new-nya".

Setelah hampir empat bulan sejak Maret 2020, perkembangan kasus penderita covid19 di Aceh dalam titik terendah, kini secara perlahan tapi pasti mengalami pertumbuhan yang cukup mengkuatirkan. Terutama dalam kondisi pemahaman New Normal yang salah kaprah. Jumlah Pasien positif yang telah menembus angka 100 plus kelompok reaktif dalam klaster-klaster baru yang belum dapat terdeteksi menjadi bom waktu kemunculan gelombang kedua covid19 di Aceh.
Ketika daerah lain perlahan berubah dari zona merah, menjadi kuning dan hijau, sebaliknya Aceh justru memulainya dari hijau ke merah. Itupun diliputi kontradiksi, lantaran sebab terbukanya pintu perbatasan propinsi tetangga yang dikambinghitamkan 100 persen sebagai awal dimulainya gelombang pandemic baru. Padahal dalam konteks kasus pandemic covid19 di Aceh, minimnya kesadaran dan pemahaman tentang pandemic ini juga harus dijadikan pertimbangan kemunculan kasus pasien dan klaster baru.
Klaster Baru Dari Sekolah
Belajar dari pengalaman Korea Selatan, paska pembukaan kelas pertama sekolah yang diikuti merebaknya kasus covid19 yang menjangkiti anak-anak, harus menjadi perhatian dan pertimbangan yang bukan trail and error. Layaknya iklan minyak angin, "Untuk Anak Kok Coba-Coba". Bagaimanapun peluang protokol untuk dilanggar bukan sesuatu yang baru. Sekalipun kelas berprotokol jaga jarak, dalam aktifitas lain kerumunan tak terhindarkan.
Maka uji coba kelas non daring pada 13 Juli 2020 lalu justru menjadi bentuk kepanikan, dan langsung diikuti dengan kebijakan kelas daring kembali.
Bertambahnya kasus baru di Aceh menjadi "ancaman" bagi ketidakpedulian kita selama ini, jika dalam beberapa minggu kedepan kasus terus bertambah dan ruang publik benar-benar telah menjadi klaster baru penyebaran, maka kebijakan mengatur ruang publik harus makin intensif, terutama dalam kaitan memutus rantai penyebaran virus, namun juga tetap diikuti pertimbangan lain seperti soal ekonomi dan lain-lain yang bisa menjadi persoalan baru lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar