Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Senin, 23 Februari 2015

Etnografi Kemiskinan

Oleh Teuku Kemal Fasya
http://aceh.tribunnews.com/2014/11/17/etnografi-kemiskinan
SAYA mendengar bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh sedang merancang model riset baru dalam mendekati permasalahan sosial dengan perspektif baru, yaitu etnografi. Tentu saja kabar itu harus disambut baik, karena akhirnya pendekatan sosial kualitatif “baru” ini mendapat tempat dalam kebijakan pemerintah daerah.


Selama ini kita tahu tabiat penguasa (daerah), sangat jarang mengambil jalan kualitatif dalam pembangunan. Alasannya, ukuran dan indeks dalam penilaian untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan tidak “pasti” (non-fixed, non-determinism, non-absolute). Apalagi untuk tema sosial seperti kemiskinan, kebodohan, penindasan yang ditakutkan akan “menelan” citra pemerintah. Sejauh saya memandang, pemerintah Aceh sampai kini belum menjadikan pendekatan kualitatif untuk menilai dan memulai pembangunan. Strategi pengetahuan pemerintah masih sangat statistikal, numerikal, kuantitatif, dan “borjuistis”. Apatah lagi menggunakan pendekatan etnografis.

Tulisan ini hanyalah catatan kecil agar para pihak yang akan menjalankan pekerjaan etnografis itu tidak berada di “kamar yang salah”, menggunakan nama untuk objek yang berbeda, atau terdampak sindrom latah dan lebay sehingga menyakiti keilmiahan kajian. Meskipun tulisan singkat ini tidak akan memberikan penjelasan secara mendalam atas semua wacana, metode, dan problem etnografis, setidaknya bisa membagi kesan agar etnografi dipelajari lebih lanjut sebagai konsep dan strategi penelitian sosial.

Menjauhi statistik
Sebenarnya, etnografi sebagai strategi penelitian sosial bukan hanya dimiliki oleh yang bergiat di dunia antropologi (Mike Crang and Ian Cook, Doing Ethnographies, 2007). Kini etnografi jauh telah berkembang dan menjadi metode lintasdisiplin kajian, bahkan mulai mempertemukan kajian-kajian sosial-humaniora dengan “ilmu-ilmu pengetahuan alam dan matematis”.

Pendekatan etnografis di dalam kajian-kajian sosial adalah proses mengobati penyakit deduktif, positivistik, dan statistik, seperti nyata terlihat pada sosiologi dan ekonomi. Penyakit ini bukan saja membuat kajian sosial terlihat kering karena terminal nilai berhenti pada angka, graduasi, dan taksonomi, tapi juga gagal melangkah lebih jauh ke “inti-sari” (nitty-gritty) sosial-budaya. Etnografi juga merangsang menjernihkan ilmu-ilmu sosial agar bisa berkembang melampaui teori-teori mapan yang telah lebih dulu dibangun (Crang, 2007).

Kita bisa mengambil contoh Badan Pusat Statistik (BPS) membuat data kemiskinan Aceh yang berangkat dari perspektif ekonomika dan statistik belaka. Berita Resmi Statistik (BRS) BPS Aceh pada 2 Januari 2014 mengeluarkan kesimpulan bahwa persentase penduduk miskin Aceh menurun dari 18,58% per September 2012 menjadi 17,72% per September 2013. Namun pada pertengahan 2014 BPS kembali merilis data bahwa angka kemiskinan Aceh kembali meninggi menjadi 18,05% (Serambi, 2/7/2014). Aspek kedalaman budaya kemiskinan, struktur etnis, organisasi sosial, dan relasi politik tidak terbaca dalam laporan itu.

Indikator-indikator penilaian yang dijadikan basis penelitian BPS cenderung melihat manusia sebagai homo economicus dengan rumusan kuantitatif-statistikal. Problem lain yang tak parah gagalnya adalah manusia direduksi eksistensi dan relasinya menjadi komoditas barang dan jasa, diukur berdasarkan faktor konsumsi dan produksi ekonomis belaka. Kesimpulan atas pendekatan ekonomika ini padahal telah gagal, seperti gagalnya pendekatan teknokratis Orde Baru dalam pembangunan (Daoed Joesoef, Pembangunan Nasional, Kompas, 24/10/2014).

Pendekatan etnografis basisnya adalah iterative-inductive atau studi kasus dengan melalui kajian lokasi/komunitas secara berulang. Tujuannya tak lain untuk menghasilkan tulisan atau data yang kaya (richly account) melalui keterlibatan peneliti pada lingkungan harian yang ditelitinya (participative observation atau participant observation ‘plus’), dan teknik penelitian lainnya seperti wawancara dan fokus pada kelompok. Saat ini penggunaan data visual (foto dan film dokumenter) bahkan telah umum digunakan untuk memberikan gambaran hidup tentang situasi masyarakat yang diteliti (Karen O’Reilly, Ethnographic Methods, 2005 : 157-59). Upaya itu dilakukan untuk menghindari tereduksinya gambaran masyarakat dalam teks perspektif “kolonial” sang peneliti (non reductive-text).

Tak dapat dipersamakan
Hal yang juga penting dalam konteks penelitian etnografis ini adalah menempatkan masyarakat dalam situasi yang lebih empatik. Setiap pengalaman manusia atau komunitas adalah unik. Masyarakat pada tahap tertentu memiliki aspek irreducibility: inti atom kultural yang tak dapat dipersamakan dengan semena-mena dengan masyarakat lain. Dimensi itu hanya akan sampai secara benar jika peneliti mau bersikap empati - dalam bahasa Bronislaw Kasper Malinowski, antropolog besar keturunan Polandia disebut imponderabilia: kesediaan “bertukar takdir dan pengalaman” dengan komunitas yang diteliti agar mampu memberikan “darah” dan “daging” dalam tulisan etnografis.

Riset Malinowski di kepulauan Trobiand, Papua New Guinea, ia lakukan selama bertahun-tahun, hidup dan membiasakan diri dalam pengalaman kebudayaan non-Eropa. Meskipun ada alasan lain, yaitu karena ia terjebak perang dunia pertama. Karyanya, Arganaut of Western Pacific (1922) menjadi contoh penelitian etnografis yang tekun mencatat pengalaman harian masyarakat yang diteliti. Tentu saja kini tak ada lagi penelitian berskala lama seperti itu, tapi paling tidak juga bukan sebuah penelitian selayang pandang: meneliti hanya selama layang-layang dinaikkan di sore yang berangin.

Contoh dekat, masyarakat Darul Kamal di Aceh Besar dan Bulohseuma Aceh Selatan sama-sama miskin, tapi dimensi dan pengalaman kemiskinan kedua daerah ini berbeda. Penelitian etnografis menuntut penggambaran fenomena kemiskinan itu secara khusus dan mengangkat struktur kebudayaan masyarakat dalam peta genealogi kemiskinan. Mengukur kemiskinan berdasarkan indeks kemahalan barang, pendapatan perkapita perbulan, atau indeks konsumsi pangan/non pangan hanya akan menghasilkan pengetahuan teknis, banal dan ultrapositivistis. Kekeliruannya semakin besar ketika dilakukan strategi pengentasan kemiskinan.

Namun ada tuduhan penelitian etnografi yang induktif dan “naratif-puitis” akan melahirkan pengetahuan subjektif. Bagi saya, kesimpulan itu hanya lahir dari akademisi yang terkena penyakit positivisme terlalu akut: kejumudan teoretis yang tidak memiliki dalil kuat. Operasionalisasi kajian etnografi tidak serta-merta akan menjadi pengetahuan subjektif, karena ada komunitas dan waktu yang nyata dilihat sang peneliti. Yang konkret terjadi ialah hadirnya pengetahuan intersubjektif, dimana ketegangan antara subjektivitas individual-lokal dan objektivitas makro bertemu. Keinginan kita belajar dari lapangan dan menyusurnya dengan variabel-variabel teoretis akan memberikan gambaran yang lebih kuat: kemiskinan Aceh berbasis etnografis.

Penilaian ini lebih adil, karena sesungguhnya kemiskinan bukan semata faktor ekonomi (economic determinism) tapi faktor budaya (cultural determinism) akibat struktur-struktur kuasa yang tidak adil, menindas, tidak demokratis, dan lain-lain. Dengan cara ini, pemerintah Aceh akan memiliki peta kemiskinan lebih komprehensif.

Peta kemiskinan bisa disusun berbasis aspek “etnisitas” (kesukubangsaan, geopolitik-kultural, mayoritas-minoritas, bahkan kelas politik-ekonomi-budaya, indigenous-diaspora, dll). Kita bisa menilai, apakah tuntutan pemekaran provinsi ALA-Abas akibat politik pemiskinan pemerintah Aceh atau bukan. Jika bukan karena masalah “kue pembangunan” berarti ada masalah pada politik pembangunannya. Atau malah praktik elite daerah propemekaran yang tidak memiliki basis argumentasi kuat kecuali hanya kekuasaan?

Demikian pula realitas kemiskinan di daerah konflik akan memberikan perspektif yang lebih dalam. Semisal, kesimpulan sementara bahwa perdamaian Aceh hanya dinikmati oleh kelompok elite eks kombatan yang bertambah sejahtera dan bertumpuk kekayaannya, sementara di sisi lain meninggalkan para korban konflik sesungguhnya yang semakin miskin dan hanya dijadikan basis suara setiap musim pilkada dan pemilu. Tesis-tesis itu akan terbukti dalam penelitian etnografis, karena komunitas paling rentan dapat bersuara.

* Teuku Kemal Fasya, Antropolog Aceh. Email: kemal_antropologi2@yahoo.co.uk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar