Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Jumat, 06 Desember 2013

Simalakama Politik; Memilih Kucing Dalam Karung

oleh hanif sofyan

Persoalan penting dalam Pemilu bukan bagaimana pesta akan berlangsung, bagaimana persiapannya, karena semua sudah ada yang mengurusnya, negara!. Tapi negara “tidak berkepentingan” dengan siapa yang akan maju dan seperti apa track record dan masa lalunya. Karena politik bisa berhitung, berdagang, bernegosiasi dan “menurut” pada banyak kepentingan dan kebutuhan. Sementara para konstituen setali tiga uang juga dapat dibeli, digiring dan dapat memilih idealisme-nya sendiri tanpa bisa diganggu.

Seperti memilih kucing dalam karung, kita tak tahu persis bagaimana hasilnya. Bisa jadi ada korelasi yang signifikan antara analogi memilih kucing tadi dan pesta demokrasi 14 April 2014 mendatang. Artinya ada hubungan kental antara “calon yang telah dikenal baik” dan kebimbangan “bukan orang yang tepat dan baik untuk dipilih”. Karena para calon semestinya tidak hanya cukup dikenal, tetapi juga diketahui track record masa lalunya. 

Wajar jika ada kekuatiran, hendak dibawa kemana negara kedepan dengan melihat arah gejolak perpolitikan yang meningkat. Suhu perpolitikan seperti api, kian biru, memanas. Dinamika berubah setiap waktu, konvensi partai, deal-deal politik, perang urat syaraf di media, debat politik, bahkan black campaign, menjadi menu harian.

Bahkan Wakil Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin, mengutarakan kekuatiran yang dirasakannya dengan mengusulkan kepada KPK, tidak memanggil politisi menjelang Pemilu 2014. Menurutnya pemanggilan tersebut dapat menjadi serangan politik melalui penegakan hukum. Menggoyang pencalonan politik baik di eksekutif dan legislatif. Apalagi menjelang hari pemilihan semakin banyak laporan yang masuk ke institusi penegak hukum (serambi,4/12). Sasaran “tembak” laporan bisa karena faktor kesengajaan, demi popularitas, ekspose dan elektabilitas, dan jika ditujukan kepada lawan untuk menggembosi konstituen-nya dan dampak luasnya mengganggu situasi politik. Alasannya, agar pesta rakyat tidak terganggu, benarkah?.

Memang kenyataan dan pernyataan itu bisa dimaknai dua hal. Pertama meredam kemungkinan black campaign yang sesungguhnya tidak diharapkan dalam pemilu damai. Namun juga bisa berarti akan banyak incumbent, para calon senator, wakil rakyat menjadi “terbiarkan” masuk ke parlemen dengan kondisi berkasus, entah rasuah atau kasus lainnya. Sehingga akses rakyat terhadap para calon menjadi terlambat karena tidak di lakukan sebelum terpilih, bahkan akan menambah pekerjaan baru, berdemo, menuntut mundur para “petualang politik” yang terlanjur “dijaring” parpolnya, bukan ter-jaring (tidak disengaja).

Realitas tersebut sangat multitafsir dan juga politis, karena begitulah politik memainkan perannya dalam menjalankan roda kepentingan. Karena jika diterjemahkan dengan alasan akan berbenturan  dengan pemilu damai maka tak dapat disangkal siapapun. Tapi jika alasan sebenarnya, karena ketakutan para calon unggulan partainya tersandung kasus, siapa yang tahu?.

Sehingga konstituenlah yang harus mencerdaskan diri sendiri. Mana diantara sekian banyak calon yang tidak saja dikenal baik, peka, namun juga terbuka mata, pikiran, telinga dan mata hatinya. Kebutuhan rakyat terhadap wakil adalah keterwakilan suara hati dan hati nurani. Bukan pada proyek yang bakal di bagi ketika duduk di perlemen. Karena hal ini juga sangat mungkin dilakukan dengan otonomi dan desentralisasi  pemerintah pusat-daerah hari ini.

Pemilih cerdas
Sasaran yang terus didorong dalam pemilu seperti dalam iklan Panwaslu tentang Daftar Calon Tetap (DCT), adalah mendorong para konstituen lebih mengenali calonnya. Mahfud MD, mantan ketua Mahkamah Konstitusi berujar, rakyat harus lebih pintar memilih calon presiden, dengan melihat masa lalu calon presiden bersangkutan. “Kalau memilih presiden, jangan lihat visi-misinya secara tertulis. Itu dibuatkan orang. Kalau Mau tahu pak JK, lihat masa lalunya, Prabowo lihat masa lalunya juga. Dia tidak berbuat benar kalau dia tersandera masa lalu.” (serambi 4/13).

Pendapat itu adalah pendapat paling logis dalam mengenali para calon wakil kita. Karena salah memilih dan bahkan tidak memilih sekalipun kita sebenarnya sudah berpolitik. Dan tak bisa menyalahkan siapapun jika kita tak memilih tentunya. Ibarat ikut undian kita tak memasukan nomor, sehingga tak mungkin berpeluang menang dengan apapun caranya.

Kesalahan kita dalam mencerdasi calon adalah terjerumus memilih karena kebutuhan dan kepentingan tadi. Kemungkinan para calon politisi apalagi yang incumbent patut dicermati, karena akses jabatan yang telah terbuka sebelumnya memungkinkannya memberi harapan lebih “realistis” dibanding politisi pendatang baru. Karena lingkaran politik yang telah dibentuknya adalah “senjata” berbahaya jika kita mencermatinya dengan baik. Hal-hal buruk yang tersistematis bisa berdampak sistemik terhadap keberlangsungan masa depan Aceh kita sendiri.

Lingkaran Petualang Politik
Jika seluruh lingkar dan jaringan “oknum” dan para petualang politik multipartai di Aceh menguasai 25% saja dari keseluruhan sistem. Artinya, bahwa akan ada pemilih yang mencoba “terlalu cerdas” dengan menerima janji dan imbalan langsung berupa proyek dan jabatan  dengan memaksa memilih calon yang jelas korup, akan makin menguatkan status quo perilaku korup tersebut. Dan sistem secara konsisten akan tetap dalam kondisi rusak, karena korupsi makin endemik, makin akut dan dalam bahasa lain, sistem dihantui kondisi sustainable corruption, “korupsi yang berkelanjutan”.

Dengan terkuaknya banyak kasus korupsi, semakin menegaskan bahwa  korupsi itu memang telah endemik dan berjamaah. Todung Mulya Lubis, mengemukan sebaliknya, jika dikatakan endemik, tentunya semakin banyak koruptor yang diseret? Dan realitas masih minimnya para pelaku yang terjaring, menunjukkan kerja yang masih panjang, karena korupsi telah menjadi “norma” dan jejaring lebih dari 32 tahun lamanya.(Tempo, 11/13).

Kondisi ini juga disemangati dengan perimbangan keuangan Pusat dan daerah yang makin terbuka dengan Keberadaan UU No. 22/1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 yang kemudian juga berubah menjadi UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Karena tata kelolanya yang juga cenderung korup sebagaimana disebut Jeffrey Winters, karena semua elemen sudah disogok dan negara secara keseluruhan menjadi, negera lembek (soft state) meminjam istilah karl Gunnar Myrdal. Negara berada pada kondisi dimana warga dan pemerintahannya tidak memiliki ketegaran yang jelas, mengidap sifat kelembekan (leniency) dan serba memudahkan (easy going), sehingga tidak punya kepekaan menghadapi masalah-masalah besar, termasuk korupsi.

Simalakama politik
Blunder politik memang tak terelakkan, karena para calon senator merasa mereka adalah yang terbaik meski bisa jadi bukan orang yang tepat. Terbaik bagi siapa adalah pertanyaan yang berbeda konteksnya dalam politik. Rakyat berada dalam lingkaran yang berbeda dalam pusaran politik meskipun suara mereka adalah suara malaikat yang semestinya harus didengarkan. Namun hanya menjadi alat pendulang suara.

Kita tak bisa dengan tepat mendeteksi siapa The right man in the right place dalam arti sebenarnya, bersih juga peka. Karena deretan nama yang masuk dalam bursa adalah mereka yang sudah kita kenal, meski bisa jadi bukan calon yang kita kehendaki akan duduk. Karena kenal baik belum tentu orangnya baik, orangnya baik belum tentu baik dalam makna sesungguhnya, karena bisa memberi sogokan proyek, juga dapat dikonotasikan baik oleh yang menerimanya.

Namun yang lebih diharapkan adalah mereka yang terbukti baik sesuai harapan rakyat. Karena nilai kebaikan juga bisa dijungkir balikkan faktanya. Apakah terbayang oleh kita jika gubernur berganti maka JKA otomatis akan hilang?, karena nyatanya JKA tetap ada meskipun berganti pimpinan. Itu hanya sebuah amsal. Apakah pembangunan Aceh akan segera melambat ketika pimpinan berganti, tidak juga tentunya. Indikasi yang lebih realistis menjadi pertanyaan seharusnya, apakah pembangunan akan lebih lancar dan lebih baik dibanding sebelumnya, dengan masuknya para “pemain politik” baru ke dalam pemerintahan?. Karena faktor korupsi yang minim, SKPA bekerja maksimal, legislatif mengawasi pembangunan, alokasi anggaran sesuai tupoksi dan perencanaan, adalah hal yang lebih urgen menjadi ukuran keberhasilan.

Jika isu diputar balikkan dengan kemungkinan tidak akan sejahtera, tidak ada damai, adalah politisasi isu agar rakyat didorong pada ketakutan, ketidaknyamanan, dan ambigu. Karena idealnya ketika seluruh wakil rakyat “bekerja” Lillahi Ta’ala sesuai sumpah jabatan, maka ibarat kisah nubuah, seorang senator terpilih akan menangis, seperti menangisnya Umar Bin Khatab, ketika diberi jabatan karena takut tidak dapat menanggung begitu banyaknya beban yang harus dipikul dipunggungnya ketika di yaumil mashysar.

Dalam politik, meskipun bersyariat, agama adalah alasan nomor kesekian dalam memenangkan proses dan meraih semua hasil. Karena beratnya pertarungan masuk menjadi senator dimulai dari asumsi yang harus dibangun dalam benak masyarakat, lolos administrasi, kampanye, dukungan lingkaran politik. Sementara masa lalu, perilaku, dianggap cateris paribus; istilah ekonomi untuk menyebut hal yang diabaikan saja dan dianggap tidak akan mempengaruhi hasil pemilu. Karena mesin politik bisa bekerja memompa popularitas dan elektabilitas sekalipun kendaraan dan image yang terbangun adalah partai paling korup se-Indonesia sekalipun. Tapi mau tidak mau politik harus terus berjalan, agar roda pemerintahan terus bergerak dinamis. Sehingga kita berhadapan dengan buah simalakama, dimakan mati, tidak dimakan juga mati.

Politik memang culas dan berusaha “mencerdasi” sikon dengan cara apapun. Seperti kata Machiavelli, selama dapat memenangkan pertarungan maka lakukanlah, peduli apa dengan kekacauan!.

Menunggu atau Pasrah?

Perhelatan akbar “pesta demokrasi” 14 April 2014, menjadi momen yang mendebarkan. Karena rakyat memilih, hampir seperti memilih kucing dalam karung. Hanya saja kali ini meskipun binatangnya jelas ber-bentuk kucing, namun kita belum tahu apakah jenis “kucing garong” atau “kucing rumahan”. Yang perilakunya biasanya kucing-kucingan dengan pemilik rumah. Ketika tuannya ada, maka sang kucing diam, bagitu tuannya lepas mata sesaat, maka ludeslah seluruh persediaan ikan di atas meja makan. Tetapi apakah sebaiknya kita tidak “memelihara kucing”, karena kita juga punya predator lain “para tikus” yang juga berkepentingan dengan ikan di meja makan yang sama yang harus kita pertahankan?. Dalam ketiadaan pilihan, setidaknya kita harus lebih selektif memilih.Kenali dulu “para kucing” agar setidaknya, tidak seluruh persediaan ikan kita ludes disikatnya.[hans-2013].