Rabu, 27 Juni 2012
Terlepas dari kontroversi kemenangan Zikir, yang pasti angka kemenangan di atas 50 persen pemilih merupakan “kemenangan” yang nyaris sempurna. Bukan hanya dominan, tapi juga siginifikan. Pasangan ini menguasai lebih dari setengah pemilih di Aceh. Kemenangan ini satu sisi fenomenal.
Selain karena jumlah calon pasangan gubernur mencapai 5 pasangan, mereka juga mendaftar setelah Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh memperpanjang beberapa kali pendaftaran calon gubernur. Calon pasangan Zikir mendaftar hanya beberapa jam meskipun sebelumnya sempat “ngambek” karena keputusan KIP Aceh membuka kesempatan kepada calon independen.
Telah berakhir
Kemenangan pasangan Zikir mematahkan dominasi pasangan calon independen saat periode sebelumnya menguasai pemilihan kepala daerah seiring kemenangan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar. Eksistensi kader dan para putra mahkota Partai Aceh (PA) makin kelihatan di Serambi Mekkah.
Dengan pelantikan Zikir oleh Mendagri Gamawan Fauzi pada 25 Juni 2012, awal berakhirnya klaim dinasti yang merebak selama ini. Zikir bukan hanya milik PA, tapi milik rakyat Aceh. Pertarungan kubu telah berakhir seiring disahkannya Zaini-Muzakir selaku Gubernur/Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017.
Pelantikan Zikir Senin ini berbeda dengan pelantikan sebelumnya. Selain dihadiri sejumlah pejabat tinggi negara, sejumlah diplomat negara asing juga hadir pada prosesi pelantikan yang dipusatkan di Gedung DPRA itur. Bahkan, ratusan massa pendukung Zikir dan kader PA turut serta tumpah ke Banda Aceh untuk menyaksikan “raja” mereka dinobatkan sebagai orang nomor satu di tanah indatu.
Pasangan Zikir yang menang secara meyakinkan pada Pemilukada 9 April 2012 silam akan diuji keberpihakan kepada rakyat. Karena kondisi parlemen ketika Irwandi_Nazar berbeda dengan situasi politik saat ini. Irwandi tidak ada partai pengusung di DPRA, sementara Zikir “dilindungi” 37 kursi Fraksi PA plus Fraksi PAN yang ikut bergabung menyukseskan pasangan Zikir.
Bulan madu Zikir bersama dewan tidak akan melanggengkan berbagai kebijakan yang tidak memihak rakyat. Bagaimana pun hasilnya, voting terhadap keputusan tetap menguntungkan PA dan Zikir karena memang mereka tengah menguasai Aceh. Nah, dalam kondisi inilah, Zikir harus bijak dalam memutuskan, yang mana untuk kepentingan rakyat, dan mana pula kebaikan untuk partai dan tim suksesnya.
Filosofi Ibrahim Hasan
Sebutan zikir, saya teringat pada filosofi Gubernur Ibrahim Hasan “berpikir dan berzikir”. Almarhum Ibrahim Hasan berhasil mengangkat budaya dan adat istiadat yang terpuruk. Demikian juga dengan pola pembangunan keagamaan. Metode Iqra yang digalakkan pada masa Ibrahim Hasan kini mempertahankan identitas Aceh sebagai daerah yang istimewa di bidang budaya, agama dan adat istiadat.
Konsep pikir dan zikir menandakan bahwa, masyarakat Aceh tidak hanya dijejali dengan pendidikan semata, tapi juga agama. Pikir adalah dasar dari peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat Aceh, zikir adalah pondasi kehidupan keagamaan yang selalu dekat dengan agama. Zikir dalam bahasa Arab berarti ingat, mana berzikir bukan hanya nama, tapi juga perbuatan.
Tanpa bermaksud mengkultuskan Ibrahim Hasan, kemampuan dia memetakan potensi dan kebutuhan Aceh, dia mampu membentuk zona pembangunan. Memang, tidak seluruhnya kerangka yang dibangun Ibrahim Hasan mulus, yang jelas pemetaan dan kebutuhan menjadi hal yang penting tanpa harus mengabaikan kondisi sosial.
Zikir Rakyat
Oleh karena akronim pasangan Zaini-Muzakir bersentuhan dengan kehidupan keagamaan, tidak ada salahnya mempertegas lagi posisi keduanya. Setelah pelantikan, embel-embel ureung droe, awak droe, ureung gob harus tutup buku. Tidak lagi klaim rakyat Zikir atau awak Zikir. Mungkin tidak bisa dilakukan dalam sekejap, tapi dikotomi harus lenyap jika pemerintah mendatang ingin membangun Aceh lebih baik dari sekarang.
Sesuai dengan namanya, zikir diharapkan bisa mengayomi rakyat dari keterpurukan. Matinya berbagai industri Aceh akan melahirkan dampak sosial yang sangat besar. Angka pengangguran meningkat, ancaman kriminal juga tinggi, demikian juga kemungkinan anak putus sekolah karena sulitnya mereka mendapatkan pekerjaan.
Butuh keikhlasan
Praktik kolusi yang kerap terjadi pada proyek secara perlahan perlu dikurangi. Paradigma membangun tanpa manfaat sudah waktunya dikurangi. Kebijakan Politik balas budi harus berani diseleksi secara ketat. Karut-marut kebijakan dan regulasi yang tumpang-tindih segera dicarikan solusi. Secara manusiawi memang tidak mungkin berjalan sekejap, tapi butuh kemauan dan keberanian juga keikhlasan ini semua.
Sebuah tinjauan antopologi, masyarakat yang didera konflik cederung kritis, demikian dengan Aceh. Masyarakat Aceh bisa memplesetkan berbagai istilah resmi. Dugaan ketimpangan yang terjadi di lapangan memunculkan berbagai istilah, sampai-sampai mazhab pun bisa diplesetkan.
Praktek fee yang masih menjadi bagian pelaksanaan pembangunan di Aceh dikonotasikan dengan sebuah mazhab. Aceh yang menganut Mazhab Syafii, bukan Mazhab Hanafi. Namun dalam kenyataannya, mulus tidaknya sebuah proyek di Aceh selalu dikaitkan dengan fee. Maka, wajar jika muncul anggapan negeri ini menganut mazhab naïf bukan Mazhab Hanafi.
Nah, tugas pemerintah ke depan memberangus fee yang justru akan menggeregoti kualitas pembangunan untuk rakyat.
* Mukhtaruddin Yakob, Ketua Sekolah Muharram Journalism College (MJC), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh. Email: agampase@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar