Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Senin, 18 April 2011

“Cina Hitam” di Aceh

Sun, Apr 10th 2011, 09:10

Apresiasi

KABUPATEN Pidie--sejak 2007 dimekarkan menjadi Kab. Pidie Jaya-- dulunya lebih dikenal dengan sebutan Pedir. Semasa konflik, daerah ini dikenal sebagai ‘daerah rawan’ oleh pemerintah Indonesia, karena merupakan basis pendukung pemberontakan DI TII-nya Daud Bereueh dan Hasan Tiro dengan GAM-nya (keduanya putra asli Pidie). Namun, banyak yang lupa bahwa sebenarnya masyarakat Pidie juga dikenal dengan warisan budaya turun-temurun yang sampai kini  masih dianut kuat oleh masyarakatnya, yaitu semangat merantau. Oral diskursus tentang merantau dalam masyarakat Pidie, pada dasarnya bukan hanya merupakan simbol independesi dan kedewasaan, akan tetapi juga dorongan untuk sukses, membangun jaringan berdakwah dan pengakuan akan eksistensi identitas (bagian penting dalam riwayat hidup). Oleh karena demikian kentalnya tradisi merantau di Pidie, banyak yang menyebut mereka dengan istilah ‘Cina Hitam’ (The Black Chinese). Ini  barangkali merujuk kepada prestasi mereka yang dianggap menyamai prestasi kesuksesan ekonomi dan perdagangan bangsa Cina yang sebenarnya. Putera kelahiran Pidie dikenal luas sebagai orang yang sukses di perantauan, tidak hanya sebagai pedagang atau pengusaha maupun politisi yang mendapat kedudukan penting di birokrasi pemerintahan.

Mengapa Cina Hitam? Meskipun klaim Cina Hitam juga ditasbihkan ke warga Bugis di Sulawesi Selatan, tradisi migrasi di Pidie sudah dikenal sejak lama. Kendati sektor utama penggerak perekonomian Pidie adalah pertanian, namun ini bukan berarti pola pikir, semangat dan cara pandang mereka sangat tertutup dan terbelakang, sebagaimana lazimnya masyarakat agraris. Mereka bahkan berpikir lebih maju, visioner, dan bercita-cita tinggi atau outward looking (Haris 1997:117-118). Sikap berpangku tangan bukanlah ciri khas masyarakat di sana. Bahkan sebaliknya, adalah pantang berpangku tangan duduk di rumah dan menganggur. Sudah lumrah jika seseorang telah dewasa (khususnya anak laki-laki) untuk merantau ke kota, baik mencari ilmu ataupun berdagang. Lalu, mengapa orang lebih familiar dengan sebutan Cina Hitam bagi orang Pidie? Bukan Minang atau Padangnya Aceh? Menurut keterangan Drs. H. Abdul Rahman Kaoy (Wakil Ketua Majelis Adat Aceh), spesialis dalam bidang adat, budaya dan dakwah, label Cina Hitam lebih mendunia bila dibandingkan dengan istilah Padangnya Aceh atau yang lainnya. Ini membuktikan visi orang Pidie yang memang berkeinginan untuk memperluas jaringan, tidak hanya di dalam level lokal di Aceh, namun juga secara regional di Pulau Sumatera, Indonesia dan bahkan internasional.

Kebiasaan merantau masyarakat Pidie kabarnya juga sama dengan kebiasaan masyarakat Bireuen. Masyarakat Pidie  dikaitkan pula dengan urang awak di Padang - Sumatera Barat, karena merantau selalu diasosiasikan dengan berdagang.  Alasan lain mengapa diindetikkan dengan bangsa Cina (dulu disebut Tionghoa) adalah karena mereka dikenal senang bermigrasi ke seluruh dunia dan akhirnya sukses dan mandiri secara ekonomi. Tibalah kemudian pada kesimpulan bahwa kegigihan orang Pidie itu sama dengan persistensi, dan kegigihan bangsa Cina. Lalu, budaya Cina yang beragama Budha juga hampir serupa dengan budaya masyarakat Pidie yang beragama Hindu (dari India) sebelum datangnya Islam. Kebiasaan masyarakat Cina salah satunya adalah gemar menyabung ayam, kebiasaan yang juga dapat dijumpai di masyarakat Pidie. Sama halnya dengan adat peusijuek yang masih ada sampai sekarang juga disinyalir berasal dari budaya Hindu. Upacara tepung tawar  bertujuan mendoakan keselamatan dan kesuksesan yang bersangkutan. Jika diperhatikan, ritual ini mirip dengan prosesi pernikahan orang India. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa orang Pidie itu rajin menabung bahkan cenderung pelit layaknya orang Cina karena ingin berinvestasi di masa depan. Sehingga kemudian berkembang istilah kriet lagee Pidie atau pelit seperti orang Pidie. Sedangkan kosakata itam (bahasa Aceh untuk hitam) yang dilekatkan setelah kata Cina lebih dikarenakan wajah dan postur fisik kebanyakan masyarakat Pidie mirip dengan perawakan orang keturunan India atau dulunya disebut dengan Hindustan di Asia Selatan. Di Pidie sendiri, menurut kesaksian Rosihan Anwar (1986: 30) ‘kebiasaan masyarakatnya mirip di India, dimana sapi berkeliaran dengan bebas di jalanan. Perawakan orangnya umumnya juga tampan, berhidung mancung, berkumis lebat dan berkulit hitam manis’. Kebanyakan masyarakat Pidie bermata sipit seperti Cina tapi berkulit hitam seperti Hindia. Perkawinan silang dua budaya bahkan termasuk percampuran ras inilah yang kemudian membuat masyarakat Pidie dipanggil dengan sebutan Cina Itam.

Dari filosofi ke praktek
Salah satu spirit yang memicu kesuksesan perantauan masyarakat Pidie adalah beberapa prinsip yang mereka anut, khususnya dalam dunia dagang. Falsafah inilah yang menjadi sumber inspirasi mereka. Dalam hal ini kabarnya orang Pidie menerapkan apa yang disebut politik dagang. Falsafah yang paling sering didengar adalah ‘modal siploh-dipeubloe sikureung, lam tiep-tiep rueung na laba’. Artinya, modal sepuluh-dijual sembilan, dalam setiap ruang (transaksi pembelian) ada keuntungan. Politik dagang semacam ini membuat para saingan dagang, seperti orang Bireuen dan Padang khawatir. Bahkan mereka ini kemudian mengeluhkan kebijakan tersebut. Pada kenyataannya dengan menurunkan harga barang, mereka tetap bisa mendapatkan keuntungan. Sebuah strategi dagang yang cukup membuat mereka cepat sukses dimana saja. Selain itu pelayanannya bisa jadi berbeda dan spesial. Untuk membuka toko saja misalnya, pada hari pertama mereka menyediakan makanan khas Aceh atau tumpeng kuning. Selain itu bagi orang-orang non-Pidie di Aceh ada semacam anekdot yang berkembang bahwa kita disarankan berhati-hati dalam berteman dengan orang Pidie. Ini karena jika seseorang punya toko atau kedai, awalnya pada tahun-tahun pertama merantau, mereka hanya meminta berjualan dan membuka lapak di emperan depan toko. Kemudian setelah dua hingga lima tahun berlalu, maka orang Pidie itu yang akan menjadi pemilik toko (toke) dan kemudian malah sang pemilik toko yang dulu gantian berjualan di emperan toko yang dulu miliknya.

Kebanyakan orang Pidie yang merantau berprofesi sebagai pedagang baik kecil ataupun besar. Di kota-kota besar di luar Aceh, seperti di Medan, Jakarta atau Bandung para pedagang makanan khas mi Aceh berasal dari Pidie. Dalam keterangan lain disebutkan bahwa ada yang menjadi pedagang, pengembara, dan bahkan nasionalis - menjadi tokoh publik, orang penting atau politisi ulung (Graf, et.all 2010:162). Sehingga tidak mengherankan jika kebanyakan politisi asal Aceh yang duduk di kementerian adalah orang Pidie, kebanyakan anggota dewan DPR-MPR RI di Senayan termasuk mereka yang vokal juga dari Pidie. Ibrahim Hasan menteri zaman Soeharto, Hasballah MS Menteri Hukum-HAM zaman Gus Dur, dan kini  Menteri BUMN, Mustafa Abu Bakar, kesemuanya orang Pide. Mr. Teuku Muhammmad Hasan salah seorang anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan RI juga orang Pidie. Pimpinan partai kharismatik seperti Tgk H.Ismail Hasan Meutareum di Partai Persatuan Pembangunan juga asal Pidie. Konglomerat terkenal yang kemudian menjadi pengusaha bonafid di Jakarta Indonesia adalah Ibrahim Risyad  juga putra asli Reubee,  Pidie. Dan ulama kondang di Aceh dan Indonesia juga ada yang berasal dari Kabupaten Pidie, sebut saja seperti Abdullah Ujong Rimba dan Tgk Panglima Polem.

Tidaklah aneh jika lalu sebutan ‘Cina Hitam’ melekat kuat dalam perjalanannya kemudian. Memang pernah ada sebutan ‘Minangnya Aceh’, tapi itu tidaklah populer. Label ini menjadi familiar karena dari aspek budaya dan fisik orang Pidie di Aceh adalah perpaduan dua lintas budaya ini. Mekanisme budaya (Widyawati 2008) tersebut kemudian terus berkembang sampai sekarang. Salah satu dasar filosofis konsep merantau bagi warga Pidie adalah keinginan untuk mencari kehidupan yang lebih baik (Kell, 2010) dan semangat berdakwah (Hurgronje (1906 II:31). Dalam konteks aplikatifnya budaya merantau ini lebih sering diasosiasikan dengan berdagang. Karena memang mereka dikenal sangat ulung, lihai dalam berdagang serta pintar dalam merebut hati pembeli. Namun sesungguhnya konsep merantau bagi masyarakat Pidie tidaklah melulu hanya mengembara demi status sosial ekonomi yang lebih baik. Kehidupan yang lebih baik di sini adalah juga dimaksud agar mereka sukses dalam dua hal, yaitu sukses dunia-akhirat, ke barat dan ke timur, sukses berdagang dan juga belajar menuntut ilmu. Konsep ini kemudian diterjemahkan dalam dua bentuk: 1) jak u barat atau menuntut ilmu agama dan belajar ilmu praktis keduniaan melalui dayah atau instititusi pendidikan dan 2) jak u timu atau berdagang. Merantau ini pada prakteknya kemudian juga tidak eksklusif bagi masyarakat biasa dan monopoli kaum lelaki (Melalatoa 1997), tapi juga berlaku bagi semua golongan masyarakat, termasuk kaum bangsawan dan juga kaum perempuan. Sehingga merantaunya orang Pidie tidaklah semata demi alasan keuangan, tapi juga semangat untuk maju dan memperluas jaringan dan saudara. Meskipun sektor penggerak ekonomi utama adalah bertani, namun masyarakat Pidie punya visi hidup yang maju dan terbuka, tidak sebagaimana masyarakat agraris lain pada umumnya.  Sehingga adat merantau warga Pidie di Aceh adalah sebuah khasanah yang perlu terus diwariskan dari generasi ke generasi.

* Saiful Akmal adalah Mahasiswa Doktoral Bidang Bahasa dan Budaya Asia Tenggara Uni. Frankfurt, Ketua Ikatan Mahasiswa Aceh Jerman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar