Penulis: Murdani *)
MASIH ingat beberapa waktu lalu ketika Anggota DPD RI, HM Fadhil Rahmi berkunjung ke Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar?
Kunjungan tersebut mengungkapkan betapa mirisnya kondisi pendidikan di pulau tersebut.
Dari ketidakhadiran para guru hingga minimnya minat para siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Ketika itu, senator yang akrab disapa Syech Fadhil ini sampai beberapa kali menitikkan air mata karena sedih.
Untuk mendongkrak minat para siswa, Syech Fadhil bahkan menawarkan bea siswa bagi yang berkeinginan melanjutkan pendidikan.
Alhamdulillah, janji itu akhirnya diwujudkan. Syech Fadhil mengangkat enam siswa-siswi Pulo Aceh sebagai anak asuh.
Dan akan memenuhi kebutuhan para siswa yang ingin menuntut ilmu di dayah-dayah terbaik di Aceh, mulai dari proses pendaftaran hingga selesai nantinya. (Serambinews.com, 10 Agustus 2021).
Salut saya buat Syech Fadhil.
Sebenarnya, kunjungan Syech Fadhil ke sekolah-sekolah di Pulo Aceh ketika itu merupakan sebuah kebetulan.
Karena agenda sebenarnya adalah mengikuti kegiatan penanaman bakau yang dilaksanakan oleh Kaukus Pemuda Aceh.
Tetapi karena ajakan dari seorang warga Pulo Aceh, Muhajir, Syech akhirnya menyempatkan berkunjung ke beberapa sekolah.
Kebetulan di Kaukus Pemuda Aceh juga bergabung beberapa wartawan dari sejumlah media.
Fakta miris itu pun akhirnya terungkap. Publik menjadi heboh.
Lalu bagaimana respons dari para pejabat di Kabupaten Aceh Besar?
Alih-alih beterima kasih, para pejabat di Aceh Besar justru banyak yang menyerang Syech Fadhil.
Sahabat Ustaz Abdul Somad ini dituding hanya sekedar melakukan ‘selfie politik’ di Pulo Aceh. (Waspadaaceh.com, 12 Maret 2021).
Respons yang sebenarnya justru menunjukkan sebuah kepanikan atas persoalan yang terjadi. Atau bisa jadi juga panik karena kebobrokan di Pulo Aceh terungkap ke publik.
Anehnya lagi, tudingan itu muncul dari salah satu pimpinan anggota dewan di Aceh Besar.
Anggota dewan yang harusnya menjadi penyambung lidah rakyat, pembela rakyat, dan penampung aspirasi rakyat.
Jika kita bicara jujur, sebenarnya apa yang bisa diharapkan Syech Fadhil di pulau yang hanya berpenduduk sekitar 4.000 jiwa itu?
Sebagai Anggota DPD RI dengan daerah pemilihan meliputi seluruh Aceh, Pulo Aceh bukanlah apa-apa.
Malah, banyak dari penduduk Pulo Aceh yang justru tak mengenali Syech Fadhil.
Seingat saya, saat maju sebagai Anggota DPD RI, Syech Fadhil juga tak pernah datang berkunjung ke Pulo Aceh berharap dukungan suara.
Sebaliknya, suara penduduk di Pulo Aceh justru sangat dibutuhkan oleh para politisi di Aceh Besar.
Mirisnya, mereka sering datang sebelum terpilih dan lupa ketika sudah terpilih.
Sudah terlalu sering masyarakat Pulo Aceh dibuai dengan janji-janji palsu para politisi. Baik janji sebelum terpilih maupun ketika sudah terpilih.
Janji ingin menjadikan Pulo Aceh sebagai kawasan wisata, sejauh mana sudah terlaksana?
Demikian juga dengan janji menjadikan Pulo Aceh sebagai kawasan perikanan, itu pun masih belum jelas sampai sekarang.
Alhamdulillah, ambulans laut yang sengat diharapkan sebentar lagi akan beroperasi.
Di laman LPSE Aceh Besar, saya melihat proses tender pengadaan ambulans laut sudah selesai, yang dimenangkan oleh PT Yasa Ayu Mandiri, dengan nilai mencapai Rp 1,02 miliar lebih.
Semoga ambulans laut itu tak bernasib sama dengan Kapal Peunasoe yang sejak dioperasikan 2019 lalu, kini tak diketahui lagi keberadaannya.
Kapal Peunasoe awalnya direncanakan beroperasi setiap hari Senin dan akan melayani secara gratis para tenaga pendidik, tenaga kesehatan, kecamatan, dan masyarakat. (Serambinews.com, 22 April 2019)
Tetapi dalam praktiknya, kapal hanya dioperasikan saat dalam kondisi darurat dan kunjungan kerja pejabat.
Belum lagi janji-janji yang lain, di antaranya seperti membangun jembatan yang menghubungkan Pulau Breuh dan Pulau Nasi. Namun persoalan Pulo Aceh bukan hanya soal kapal dan jembatan.
Banyak persoalan lain di sektor pelayanan kesehatan dan pendidikan, yang ironisnya telah berlangsung selama puluhan tahun.
Mencontoh apa yang dilakukan Syech Fadhil, para pejabat dan politis di Aceh Besar sepertinya memang harus sering-sering ‘selfie politik’ di Pulo Aceh.
Karena dengan ‘selfie politik’ itu, mereka juga bisa melihat secara langsung bagaimana realitas kehidupan masyarakat Pulo Aceh yang sebenarnya.
Tapi saya menduga mereka tidak akan berani datang, karena takut ditagih dengan janji-janji yang pernah mereka sampaikan.(*)
*) PENULIS adalah Warga Aceh Besar, Ketua Kaukus Pemuda Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar