Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Minggu, 26 Januari 2014

Tiga Kutub Orang Aceh

(Meunasah, Keudee, dan Kanto) Oleh Munawar A. Djalil
http://aceh.tribunnews.com/2014/01/21/tiga-kutub-orang-aceh

KARAKTER gampong di Aceh yang utama terletak pada generasi pertamanya yang merupakan sebuah keluarga besar sehingga mereka memiliki jalinan kekerabatan yang erat yang berbasis pada keluarga-keluarga di jurong-jurong. Gampong dapat dikatagorikan sebagai sebuah wilayah geneologis (seketurunan), di mana masyarakatnya terikat atas dasar kesetiakawanan atau solidaritas karena memiliki komitmen moral yang dimotivasi oleh sistem keyakinan yang satu, yakni Islam. Meskipun ada kalanya komitmen moral itu hilang dan digantikan oleh komitmen emosional yang didorong oleh ikatan kekerabatan (perkauman) yang sama sekali tidak memiliki landasan keagamaan.



Dari aspek transformasi demografis gampong menjadi semakin padat penduduknya. Jumlah warga lelaki yang dewasa, terutama di gampong yang dekat perkotaan, sudah melebihi ribuan jiwa. Lalu tali kekerabatan semakin melemah, dan cenderung putus. Trasformasi demografis ini ternyata tidak diikuti oleh trasformasi kelembagaan gampong. Yaitu perubahan peran balee dan meunasah (dalam arti pemajemukan fungsi) yang cenderung merosot, baik sebagai tempat pelaksanaan ritual maupun sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan-kegiatan duniawi, seperti tempat pemecahan masalah sosial secara adat atau tempat membahas kebijaksanaan gampong (desa).

Balee, misalnya, dulu adalah sebagai tempat persinggahan dan interaksi sosial informal antar warga jurong. Di situ mereka menjalin silaturrahmi setelah keterlibatan mereka seharian di sawah, di keudee (warung/pasar) ataupun di kanto (kantor). Mereka membicarakan problemnya yang kemungkinan dapat diperbincangkan ke tingkat yang lebih tinggi dan luas, serta lebih formal yakni di meunasah. Fungsi tradisional meunasah di Aceh adalah sebagai tempat musyawarah untuk mencari pemecahan atas problem kehidupan bersama.

Aparatur desa (peutua gampong), imuem meunasah, dan tuha peut serta masyarakat pada umumnya adalah partisipan aktif dalam musyawarah tersebut. Sebuah keputusan tidak hanya mempertimbangkan keabsahan hukum saja, tapi juga diterima menjadi komitmen bersama tanpa harus melalui proses sosialisasi lebih lanjut. Fungsi meunasah telah tereduksi karena hanya sebagai tempat penyelenggaraan ritual, demikian juga peringatan-peringatan hari besar Islam seperti Maulid Nabi, sementara peran adatnya semakin lemah.

Transformasi demografis tersebut mendorong munculnya trasformasi ekonomis, karena sawah sebagai basis produksi tak mampu lagi menampung ledakan tenaga kerja, bahkan hasil produksi pertanian ini tak lagi mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga yang semakin tinggi nilainya serta semakin banyak ragamnya. Bahkan, oleh jaraknya yang dekat dengan kota, fungsi sawah telah beralih menjadi lahan bagi perumahan penduduk. Kesulitan ekonomi mulai menonjol dan bersamaan dengan itu kebersamaan semakin memudar karena masing-masing warga harus lebih mengutamakan diri dan keluarganya. Etika sosial yang berlaku bukanlah mengutamakan selamat secara bersama, tetapi secara individual.

Problem sosial ini semakin dipertajam dengan transformasi politis. Di satu pihak, prosedur dan mekanisme pemilihan kepala desa yang sudah diintervensi oleh kekuatan birokrasi. Di lain pihak semakin lemahnya religuisitas imuem meunasah di mata masyarakat Aceh. Peutua gampong dan imuem meunasah di hadapan masyarakat tak sebagaimana kata pepatah “lagee ku ngon ma”. Apa yang terjadi adalah “saboh rumoh dua tanglong, saboh gampong dua peutua”. Bahkan kedua pilar gampong tersebut tak lebih dari simbolisasi dari ku’eh dan amarah.

Tiga kutub kehidupan

Dinamika kehidupan sosial masyarakat gampong di Aceh tercermin pada interaksi sosial yang terjadi di satu kutub pada meunasah, balee, dan masjid. Sementara kegiatan bertani di sawah sebagai basis produksi dan keudee sebagai kutub kedua menjadi tempat pertukaran komuniti di samping memiliki berbagai fungsi budaya lainnya, misalnya, pertukaran informasi dan pertemuan sosial. Nah, ketika posisi negara semakin kuat dan posisi rakyat semakin lemah, ditambah dengan birokrasi yang personal maka kanto merupakan kutub ketiga, yang melalui kebijaksanaan peutua atau keuchik berusaha mengubah perilaku masyarakat gampong.

Dari segi tata ruang, kedua kutub pertama tersebut menyimbolkan hal-hal yang duniawi dan non-duniawi yang selalu berdampingan, sedang kanto tersendiri letaknya. Dengan kata lain, bahwa ritual di meunasah yang memperkaya religiusitas dan memformat perilaku individu dalam berinteraksi di keudee supaya tak menyimpang dari norma-norma agama. Sebaliknya, pertukaran di keudee memberikan kontribusi yang besar bagi berdirinya fundasi ekonomi rumah tangga yang kuat lagi halal. Fundasi ekonomi tersebut bagi masyarakat Aceh akan menghindarkan anggota keluarga dari kekufuran. Lalu, komitmen moral yang kuat, yang ditopang oleh otoritas moral teungku meunasah, maka masyarakat dapat mengontrol kebijakan dan kinerja peutua gampong.

Akan tetapi, fonemena saat ini tampaknya menegaskan adanya jurang pemisah yang tajam antara meunasah, keudee, dan kanto. Di mana keterlibatan individu dalam ritual keagamaan di meunasah tak ada kaitannya dengan perilaku individu dalam berinteraksi di keudee, dan kanto, demikian pula sebaliknya. Apalagi dinamika ritual di meunasah semakin merosot, baik kualitatif (kesakralan ritual) maupun kuantitatif (frekuensi ritual).

Sementara keudee semakin berkembang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, dan memperkeruh atmosfer kehidupan bahwa uang adalah sangat berarti, sehingga muncul satu pameo dalam masyarakat Aceh hana peng hana inong. Lalu, kanto berubah menjadi kekuatan politik yang mampu mempengaruhi atmosfir kehidupan di gampong, baik karena peutua gampong telah menjadi perpanjangan tangan birokrasi maupun karena ‘mitos’ bahwa hidup ini hanya berkelanjutan dan keturunan akan terpelihara bila ada kekuasaan di tangan. Singkatnya interaksi sosial didominasi oleh hal-hal yang duniawi sifatnya.

Ketiga kutub kehidupan tersebut saling bergulat untuk menarik setiap individu ke arahnya. Masing-masing individu pun dapat memilih apakah ia ingin memiliki kepribadian yang dibentuk oleh meunasah sehingga ia menjadi religius, atau dibentuk oleh keudee sehingga berorientasi ekonomis, ataupun oleh kanto sehingga hidupnya selalu berorientasikan pada kekuasaan. Karenanya individu dihadapkan dengan sejumlah pilihan jalan hidup yang seakan-akan tidak memiliki keterkaitan satu sama lainnya.

Pilihan dilematis
Akan tetapi, ketika satu pilihan ditetapkan, ternyata muncul pilihan dilematis sehingga individu itu memberlakukan standar etik ganda (dualitas). Sehingga satu waktu ia terlibat dalam ritual-ritual keagamaan di meunasah, bahkan menjadi aktornya (sebagai juru khutbah misalnya). Sementara, pada waktu lainnya ia adalah seorang aktor di keudee atau di kanto yang tindakannya terkadang cenderung menyimpang dari apa yang dikhutbahkannya sendiri.

Permasalahannnya adalah jika keudee bisa berkembang menjadi pasar dan peutua menjadi bagian dari jaringan birokrasi yang sangat politis, maka meunasah cenderung stagnan. Meunasah tak berkembang menjadi masjid, tapi juga belum sepenuhnya disfungsional seperti balee. Hal ini merupakan sebuah bentuk transformasi sosial yang mendasar yang berlangsung di gampong. Di mana gampong telah berubah sehingga mempengaruhi solidaritas sosial masyarakatnya. Komitmen pada moral semakin lemah, digantikan kepentingan-kepentingan yang lebih bersifat duniawi, serta semakin membuat jarak antarkutub kehidupan masyarakat, meunasah, keudee dan kanto. Komitmen moral yang ditempa di meunasah semakin mencair, sementara komitmen ekonomis yang dibentuk oleh keudee dan komitmen politis yang dipaksakan oleh kanto semakin kuat.

Akhirnya, lembaga gampong seperti meunasah telah tereduksi perannya, apalagi balee. Akibatnya, komitmen moral mencair sehingga masing-masing individu cenderung berjuang untuk mencari selamatnya sendiri-sendiri (peuseulamat droe keu droe). Gampong kini bak keluarga yang retak, menjadi masyarakat yang terpecah, yang sebelah kakinya berada di meunasah dan sebelah kaki lainnya berada di keudee atau kanto. “Donya ka akhe, taduek bak meunasah han malem le, tahareukat di keudee han kaya, tajak u kanto tan kuasa le” (Dunia hampir kiamat, duduk di meunasah tidak akan alim, berniaga tidak akan kaya, dan duduk di kantor tak ada kuasa lagi). Allahu a’lam.

* Dr. Munawar A. Djalil, MA, Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan, dan Kabid Bina Hukum Dinas Syariat Islam Aceh. Email: aburiszatih@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar