Oleh Zulfikar Muhammad
http://aceh.tribunnews.com/2014/01/09/muslihat-di-balik-bp2a
DIAM-DIAM DPRA dan Pemerintah Aceh sudah menggodok Rancangan Qanun Badan Penguatan Perdamaian Aceh (BP2A) yang rencananya disahkan awal 2014 ini. Dengan hadirnya qanun tersebut, maka BP2A nantinya akan menjadi lembaga non-struktural yang mendapat pengakuan setara dengan Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA). Posisinya akan setara dengan Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Pendidikan Aceh (MPA), Baitul Mal Aceh dan juga Wali Nanggroe, serta bisa mengelola anggaran sendiri. Malah, belum lagi qanunnya disahkan, Pemerintah Aceh sudah mengalokasikan dana BP2A sebesar Rp 80 miliar dalam anggaran 2014. Luar biasa!
Wajar jika publik terheran-heran, bahkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga terkejut. Bagaimana mungkin lembaga yang belum jelas keberadaannya, tapi sudah mendapat alokasi anggaran. Belum lagi operasional lembaga ini tidak transparan, dan terkesan sangat eksklusif. Maklum, para pekerjanya adalah orang-orang yang dikenal dekat dengan kekuasaan. Hasil investigasi aktivis pro-demokrasi di Aceh, rencana pengesahan qanun BP2A ini bermula sejak dibubarkannya Badan Reintegrasi-damai Aceh (BRA). Sebagai penggantinya, Gubernur Zaini Abdullah membentuk BP2A yang dipimpin Mirza Ismail, mantan kombatan GAM yang juga mantan Bupati Pidie.
Dalam penyusunan anggaran 2013 lalu, BP2A berharap agar lembaga itu mendapat anggaran sekitar Rp 100 miliar. Tidak jelas untuk apa. Namun, Ketua Bappeda Aceh Prof Ir Abubakar Karim MS menolaknya dengan alasan BP2A tidak layak mengajukan anggaran sendiri mengingat statusnya bukan SKPA. Jika dipaksakan, Abubakar khawatir masalahnya berujung pada persoalan hukum. Sebab, merujuk pada Permendagri No.39 Tahun 2012 sebagai perubahan dari Permendagri No.32 Tahun 2011 tentang Dana Hibah dan Bantuan Sosial, menyebutkan bahwa dana hibah dari pemda maksimal hanya bisa Rp 100 juta.
Hanya akal-akalan
Polemik ini semakin runyam, sebab Gubernur Aceh justru menerbitkan Pergub No.93 Tahun 2012 tentang Belanja Hibah dan Bantuan Sosial, yang bertentangan dengan Permendagri tersebut. Dalam pergub ini, Gubernur Aceh menegaskan kalau dana hibah di atas Rp 100 juta bisa diberikan ke beberapa lembaga tertentu, di antaranya kepada KPA, BRA, Lembaga Peningkatan Sumber Daya Manusia (LPSDM) Aceh dan kepada Pramuka. Kontroversi ini mencuat. Para aktivis LSM dan lembaga pemantau korupsi meyakini kalau Pergub ini hanyalah akal-akalan untuk memindahkan uang rakyat ke lembaga-lembaga yang dikelola orang-orang dekat penguasa.
Mendagri pun tegas menolak putusan tersebut. Terbukti, pada evaluasi APBA 2013, Mendagri mencoret anggaran Rp 120 miliar yang diberikan kepada KPA. Belakangan, Pemerintah Aceh mengalihkan dana itu ke program Bantuan Keuangan Pemumakmue Gampong (BKPG). Jadi, pengalihan dana ABPA 2013 sebesar Rp 120 miliar ke program BKPG itu bukanlah atas jasa KPA, melainkan karena kejelian Mendagri dan sikap kritis masyarakat sipil Aceh yang aktif memantau alokasi dana pembangunan di daerah ini. Jika tidak, uang itu pasti dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok.
Hal yang sama juga berlaku untuk BP2A. Dana miliaran yang dimohonkan Pemerintah Aceh untuk lembaga ini pada 2013, semuanya dicoret Mendagri. Menurut aturan yang berlaku, BP2A hanya bisa menerima dana hibah maksimal sebesar Rp 100 juta. Keputusan inilah yang membuat para pengurus BP2A kelimpungan. Dalam sebuah rapat di pendopo yang dihadiri Gubernur dan Kepala Bappeda Aceh, para pengurus BP2A ngotot meminta anggaran Rp 100 miliar. Gubernur sempat kehabisan akal mencari celah guna memenuhi permintaan itu.
Akhirnya yang menjadi tumbal adalah Dinas Sosial Aceh, yang pada tahun anggaran 2013 lalu mendapat alokasi anggaran baru sebesar Rp 70 miliar untuk program sosial, yang sesungguhnya diperuntukkan bagi operasional BP2A. Dengan kata lain, nama Dinas Sosial Aceh hanya dicatut, sedangkan penguasa dana itu sesungguhnya BP2A. Dinas Sosial pula yang harus mempertanggungjawabkan anggaran tersebut. Ketidakleluasaan menggunakan anggaran rupanya membuat petinggi BP2A tidak merasa nyaman. Lantas dicari akal supaya bisa membuat BP2A menjadi bagian dari SKPA agar lembaga itu dapat mengelola anggaran sendiri.
Caranya, tentu harus ada qanun yang menegaskan tentang keberadaan BP2A. Tanpa banyak ribut-ribut, upaya penyiapan Raqan BP2A terus disusun. Pemerintah Aceh, DPRA yang dimotori Partai Aceh (PA), serta tim BP2A terus bekerja menyiapkan raqan tersebut. Ajaib, hanya dua bulan, rancangan qanun sudah jadi. Bandingkan dengan qanun KKR yang membutuhkan waktu empat tahun. Atau qanun RTWR yang bahkan sampai lima tahun. Sejak akhir tahun lalu, pembahasan demi pembahasan rancangan qanun BP2A sudah pula dilakukan secara tertutup. Beberapa tim dari Dinas Sosial Aceh turut memberi masukan dalam penyusunan qanun itu.
Keterlibatan Dinas Sosial Aceh bukanlah gambaran bahwa mereka setuju kehadiran BP2A, tapi semata-mata agar mereka bebas dari tekanan batin. Sudah menjadi rahasia umum, selama ini Dinas Sosial Aceh kerap mengalami tekanan dari orang-orang tertentu yang mengklaim bekerja di lembaga perdamaian bentukan Pemerintah Aceh. Seolah-olah posisi Dinas Sosial Aceh berada di bawah lembaga tersebut. Bisa dipahami, sebab orang-orang yang duduk di lembaga klaim perdamaian itu dikenal sangat dekat dengan Gubernur Aceh.
Jika nanti BP2A menjadi SKPA, maka Dinas Sosial akan terbebas dari tekanan, sebab pertanggungjawaban anggaran akan ada di tangan BP2A sendiri. Tidak lagi di Dinas Sosial seperti yang berlaku saat ini. Itu sebabnya penyusunan draf qanun BP2A dipacu agar cepat selesai. Rencana semula raqan ini disahkan DPRA pada Desember 2013 lalu, tapi meleset. Agar tidak terlalu lama, DPRA berencana untuk pengesahan qanun BP2A pada awal 2014 ini. Anehnya, belum lagi qanun disahkan, Pemerintah Aceh dan DPRA telah mengalokasikan dana Rp 80 miliar kepada BP2A. Bukankah ini muslihat berjamaah? Lembaga belum ada, tapi anggarannya sudah diplot.
Bandingkan dengan qanun KKR yang sudah disah di pengujung 2013 lalu, tapi untuk 2014 anggarannya sama sekali belum ada. Padahal dukungan untuk kerja KKR Aceh harusnya mendapat perhatian dari Pemerintah Aceh karena hal itu menyangkut nasib ratusan ribu korban konflik. Karena itulah, langkah Mendagri yang mencoret alokasi anggaran Rp 80 miliar untuk BP2A, pantas kita dukung dan kita puji. Tidak hanya itu, Mendagri juga lagi-lagi mencoret dana hibah Rp 10 miliar yang dialokasikan untuk KPA pada 2014 ini.
Sangat ngotot
Pemerintah Aceh dan DPRA sepertinya sangat ngotot mengucurkan dana untuk KPA dan BP2A. Jelas saja langkah ini tidak bijaksana mengingat tingkat kebutuhan rakyat masih sangat banyak. Perlu dicatat, sampai saat ini Aceh masih merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan terbesar kelima di Indonesia. Sampai tahun lalu, angka kemiskinan Aceh berada di kisaran 18,58%. Jauh di atas kemiskinan nasional yang berkisar 10%. Padahal anggaran pembangunan Aceh sangat fantastis. Untuk APBA 2014 ini, nilainya mencapai Rp 13,3 triliun. Belum lagi dana Otsus 2014 yang besarnya Rp 8,1 trilun.
Bandingkan dengan APBD Sumatera Utara (Sumut) yang hanya Rp 7-8 triliun, itu pun tanpa embel-embel Otsus. Padahal jumlah penduduk Sumut tiga kali lebih banyak dari penduduk Aceh. Dengan anggaran di atas Rp 17 triliun pertahun, mestinya pembangunan di daerah ini bergerak cepat. Tingkat kemiskinan seharusnya bisa digerus hingga 3% per tahun. Tapi yang terjadi, jauh panggang dari api. Untuk 2013 saja, dengan anggaran lebih dari Rp 12,39 triliun dan dana Otsus Rp 6,2 triliun, menurut data BPS, tingkat kemiskinan Aceh hanya turun tidak sampai 1%.
Itu sebabnya, upaya mendorong peningkatan kinerja Pemerintah Aceh perlu kita lakukan. Masyarakat mesti kritis agar Pemerintah Aceh fokus pada peningkatan program-program pemberantasan kemiskinan, bukan mendanai lembaga yang tidak jelas keberpihakannya kepada rakyat. Karena itu, sudah sepantasnya BP2A dihapus. Jika ingin memperkuat perdamaian, sebaiknya penguatannya menjadi tanggung jawab seluruh SKPA di lingkup Pemerintahan Aceh.
Program perdamaian harus menjadi mainstream bagi semua SKPA. Bukan milik satu lembaga, tapi oleh semua lembaga di pemerintahan dan elemen masyarakat. Kekacauan BRA dalam menjalankan program perdamaian selama 7 tahun, seharusnya jangan diulang lagi. Usulan penutupan BP2A bukanlah untuk menjatuhkan Pemerintah Aceh, tapi justru menyelamatkannya dari upaya pembusukan. Rakyat Aceh harus mendukung kepemimpinan Zaini dan Muzakir agar sistem pemerintahan di daerah ini berjalan bersih, transparan, akuntabel, dengan seabrek program yang pro-rakyat. Kita lindungi Pemerintah Aceh dari tipu muslihat!
Zulfikar Muhammad, Direktur Koalisi NGO HAM Aceh. Email: koalisi@asia.com
Label
#
(2)
100 buku
(1)
1001 Cerita membangun Indonesia
(1)
2016
(1)
2019 prabowo presiden
(1)
2019 tetap jokowi
(1)
2020
(1)
2021
(2)
21 tahun
(1)
21 wasiat Sultan untu Aceh
(2)
49 tahun IAIN Araniry
(2)
99 buku
(1)
a ceh bahan buku
(1)
Abu Mudi
(1)
aceh
(11)
Aceh Barat
(2)
aceh digest
(1)
aceh history
(2)
aceh kode
(2)
aceh kopi
(1)
Aceh Singkil
(1)
aceh tengah
(3)
Aceh Tourism
(2)
Adat Aceh
(3)
agama
(25)
Air Bersih
(2)
aisya
(1)
Alue Naga
(1)
amazon
(1)
aminullah
(1)
anehnya negeriku indonesia
(3)
anggaran nanggroe aceh
(1)
anies
(1)
APBA
(6)
apresiasi serambi indonesia
(1)
arsip
(1)
artikel hanif
(74)
artikel kompas
(1)
artikel nabil azra
(3)
artikel rini
(4)
Artikel Serambi
(9)
artikel serambi-tokoh sastra melayu
(2)
artikel Tanah Rencong
(1)
artikel trans89.com
(1)
artikel/opini Modus Aceh
(1)
arundati roy
(1)
asia
(1)
asuransi
(2)
atlas of places
(1)
australia
(1)
Ayam
(1)
bacaan hari raya
(1)
bahan buku
(106)
bahan buku aceh
(1)
bahan buku kolaborasi
(2)
bahan buku.
(12)
bahan tulisan
(1)
bahana buku
(1)
bahasa
(2)
Banda Aceh
(1)
Bank Aceh syariah
(1)
Bank syariah Indonesia
(1)
batu
(1)
bawaslu
(1)
bencana alam
(7)
bendera dan lambang
(1)
Berbagi
(1)
berita nabil
(1)
berita serambi
(1)
berkeadilan
(1)
BHR
(1)
Bie Da Rao Wo Zhong Tian
(1)
bill gates
(2)
Bioscoop
(1)
Bioskop
(1)
birokrasi
(1)
birokrasi politik
(1)
Blogger Competition 2017
(1)
Blogger Indonesia
(1)
BMA 2023
(3)
Bola Kaki
(1)
book
(1)
BP2A
(1)
BPBA
(1)
BSI
(1)
budaya
(83)
budaya aceh
(12)
budaya massa
(1)
budaya tradisional
(2)
bukit barisan
(1)
buku
(7)
buku covid anak
(1)
Buku kapolri
(1)
bulkstore
(2)
bullying
(1)
bumi
(2)
bumi kita
(1)
bumi lestari
(2)
bumiku satu
(1)
Buyakrueng tedong-dong
(1)
cadabra
(1)
cerdas
(1)
cerita
(2)
cerpen
(2)
child abuse
(1)
climate change
(3)
Connecting Happiness
(3)
ConnectingHappiness
(1)
Cormoran Strike
(1)
Corona
(1)
corona virus19
(2)
covid
(1)
Covid-19
(1)
covid19
(9)
CSR
(1)
cuplikan
(1)
Cut Nyak Dhien
(1)
dakwah kreatid
(2)
Dana Hibah
(2)
dara baroe
(1)
Data
(1)
dayah
(4)
De Atjehers
(1)
demam giok
(1)
Democrazy?
(5)
demokrasi
(10)
demokrasi aceh
(6)
diaspora
(1)
dinasti politik
(3)
diplomasi gajah
(1)
Ditlantas Meupep-pep
(1)
diva
(1)
DKPP
(1)
Don’t Disturb Me Farming
(1)
DPRA
(1)
dr jeckyl
(1)
Drama
(1)
drive book not cars
(2)
dua tahun BSI
(1)
Dusun Podiamat
(1)
earth hour
(2)
earth hour 2012
(2)
ekonmi islam
(1)
Ekonomi
(52)
Ekonomi Aceh
(51)
ekonomi biru
(1)
ekonomi Islam
(7)
ekonomi sirkular
(2)
ekoomi
(1)
Ekosistem kopi
(1)
eksport import
(1)
Elizabeth Kolbert
(1)
essay
(1)
essay keren
(1)
essay nabil azra
(1)
falcon
(1)
fiksi
(1)
Film
(6)
Film animasi
(1)
film china
(1)
film cina
(1)
film drama
(3)
Film jadul
(1)
film lawas
(1)
filsafat
(2)
fir'aun
(1)
forum warga kota
(1)
forum warung kopi
(2)
FOTO ACEH
(2)
fourth generation university
(2)
GAIA
(1)
gajah sumatera
(1)
gam cantoi
(2)
gambar
(1)
ganjar
(1)
Garis Wallacea
(1)
garis Weber
(1)
Gas Terus
(1)
GasssTerusSemangatKreativitasnya
(1)
gempa
(2)
gender
(3)
generasi manusia
(1)
germs
(1)
gibran. jokowi
(1)
Gillian Rubinstein
(1)
god
(1)
goenawan mohamad
(1)
gramedia
(1)
groomer
(1)
grooming
(1)
gubernur
(2)
guiness book of record
(1)
guru
(1)
guru blusukan
(1)
guru kreatif
(1)
guru milenial
(1)
H. Soeprapto Soeparno
(1)
hacker cilik
(1)
Hadih Maja
(1)
Halodoc
(1)
Halue Bluek
(1)
hanibal lechter
(1)
hanif sofyan
(7)
hardikda
(1)
hari Air Sedunia
(3)
hari bumi
(2)
Hari gizi
(1)
hari hoaxs nasional
(2)
harry potter
(1)
hasan tiro
(1)
hastag
(1)
hemat energi
(1)
herman
(1)
Hikayat Aceh
(2)
hoaks
(2)
hoax
(2)
hobbies
(1)
hoegeng
(1)
HUDA
(1)
hukum
(3)
humboldtian
(1)
hutan indonesia
(5)
ibadah
(1)
ide baru
(1)
ide buku
(2)
idelisme
(1)
ideologi
(1)
idul fitri 2011
(1)
iklan
(1)
Iklan Bagus
(2)
indonesia
(4)
Indonesia city Expo 2011
(1)
industri
(1)
inovasi
(1)
Inovasi Program
(1)
intat linto
(1)
intermezo
(5)
internet dan anal-anak
(1)
investasi
(2)
investasi aceh
(1)
Iran
(1)
isatana merdeka
(1)
Islam
(1)
islam itu indah
(3)
Islamic banking
(1)
ismail bolong
(1)
Ismail Fahmi Lubis
(1)
IT
(4)
jalur Rempah
(2)
Jalur Rempah Dunia
(2)
Jalur rempah Nusantara
(2)
jeff bezzos
(1)
Jejak Belanda di Aceh
(1)
jepang
(1)
jk rowling
(2)
JNE
(5)
JNE Banda Aceh
(1)
JNE33Tahun
(1)
JNEContentCompetition2024
(1)
joanne kathleen rowling
(1)
jokoei
(1)
jokowi
(1)
juara 1 BMA kupasi 2023
(1)
juara 1 jurnalis
(1)
juara 2 BMA kupasi
(1)
juara 3 BMA kupasi 2023
(1)
jurnal blajakarta
(1)
jurnal walisongo
(1)
jurnalisme warga
(1)
kadisdik
(1)
kaki kuasa
(1)
kalender masehi
(1)
kambing hitam
(1)
kampanye
(1)
kampus unsyiah
(4)
kamuflase
(1)
karakter
(1)
kasus kanjuruhan
(1)
kasus sambo
(1)
kaya
(1)
KBR
(1)
kebersihan
(1)
Kebudayaan Aceh
(7)
Kebumen
(1)
kedai kupi
(1)
kedai-kopi
(1)
Kedokteran
(1)
kedokteran Islam
(1)
kejahatan anak
(1)
kejahatan seksual anak
(1)
kekuasaan.
(1)
kelas menulis SMAN 5
(4)
kelautan
(4)
keluarga berencana
(1)
Keluarga Ring Of Fire
(1)
kemenag
(1)
kemiskinan
(2)
kemukiman
(2)
kepemimpinan.
(2)
kepribadian
(1)
Kepribadian Muslim
(1)
kerajaan Aceh
(2)
kerja keras
(1)
kesehatan
(13)
kesehatan anak
(4)
keuangan
(1)
keuangan aceh
(1)
khaled hosseini
(1)
Khanduri Maulod
(1)
khutbah jumat
(1)
king maker
(1)
kirim naskah
(1)
Kisah
(1)
Kisah Islami
(1)
kite runner
(1)
KKR
(2)
KoescPlus
(1)
koleksi buku bagus
(4)
koleksi foto
(2)
Koleksi Kontribusi Buku
(1)
koleksi tulisanku
(2)
kolom kompas
(1)
kolom kompas hanif sofyan
(2)
kolom tempo
(2)
kompetensi siswa
(1)
Komunikasi
(1)
komunitas-serambi mihrab
(1)
konsumerisme
(1)
Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku
(3)
Kopi
(2)
kopi aceh
(5)
kopi gayo
(2)
kopi gayo.kopi aceh
(1)
kopi libri
(1)
Korupsi
(7)
korupsi di Aceh
(4)
kota masa depan
(1)
kota yang hilang
(1)
KPK
(2)
KPU
(1)
kredo
(1)
kriminal
(1)
krisis air
(2)
ku'eh
(1)
Kuliner Aceh
(2)
kultum
(2)
kupasi
(1)
kurikulum 2013
(1)
kwikku
(1)
Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh
(1)
lain-lain
(1)
lalu lintas
(1)
lambang dab bendera
(4)
laut
(1)
Laut Aceh
(1)
Laut Biru
(1)
lebaran 2025
(1)
legenda
(1)
Li Zhuo
(1)
lian hearn
(1)
Library
(1)
Library Gift Shop
(2)
lifestyle
(1)
limapuluah koto
(1)
Lin Xian
(1)
lincah
(1)
Lingkungan
(42)
lintho
(1)
listrik aceh
(1)
LNR
(1)
Lomba artikel 2016
(4)
Lomba blog 2016
(1)
lomba blog unsyiah 2018
(1)
Lomba Blogger Unsyiah
(2)
lomba JNE
(1)
lomba mneulis asuransi
(1)
LSM-NGO
(3)
M nasir Fekon
(1)
Maek
(1)
maekfestival
(1)
magazine
(1)
makam
(1)
malcom gladwell
(1)
manajemen
(2)
manipulatif
(1)
manusia
(2)
marginal
(1)
Masyarakat Urban.
(1)
Mauled
(1)
maulid
(2)
Maulod
(1)
Media
(1)
megawati
(1)
Melinjo
(1)
Memberi
(1)
menhir
(1)
Menyantuni
(1)
mesjid baiturahman
(2)
Meulaboh
(1)
MH Amiruddin
(1)
migas
(1)
mimbar jum'at
(1)
minangkabau
(1)
Misbar
(1)
misi
(1)
mitigasi bencana
(5)
molod
(1)
moral
(1)
More Than Just A Library
(2)
motivasi
(1)
MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry
(1)
MTSN4 Banda Aceh
(1)
mukim
(2)
mulieng
(1)
museum
(2)
museum aceh
(2)
Museum Tsunami Aceh
(4)
music
(1)
Music show
(1)
musik
(1)
muslim produktif
(1)
musrenbang
(1)
Nabi Muhammad
(2)
naga
(1)
nagari seribu menhir
(1)
narkotika
(1)
naskah asli
(3)
Naskah Kuno Aceh
(2)
Negeri rempah terbaik
(1)
nelayan
(1)
new normal
(1)
Nina Fathdini
(1)
novel
(1)
Nubuah
(1)
Nusantara
(1)
off road
(1)
olahraga
(2)
one day one surah
(1)
opini
(5)
opini aceh tribun
(2)
opini analisadaily.com
(1)
opini bebas
(1)
Opini di lentera
(1)
opini hanif
(1)
opini hanif di serambi indonesia
(4)
opini hanif sofyan
(1)
Opini Hanif Sofyan di Kompas.id
(1)
opini hanif sofyan di steemit
(1)
opini harian aceh
(4)
Opini Harian Waspada
(1)
opini kompasiana
(2)
opini lintas gayo
(11)
opini lintas gayo com
(1)
opini LintasGayo.co
(2)
opini majalah tanah rencong
(1)
opini nabil azra
(1)
opini rini wulandari
(1)
opini serambi
(43)
opini serambi indoensia
(4)
opini serambi indonesia
(169)
opini siswa
(4)
opini tabloid lintas gayo
(5)
opini tempo
(1)
otsus
(1)
OYPMK
(1)
pandemi
(1)
pandemi covid-19
(9)
papua
(1)
Pariwisata
(3)
pariwisata aceh
(1)
parlemen aceh politik aceh
(8)
pawang
(1)
PDAM
(1)
PDIP
(1)
pelosok negeri
(1)
Peluang Pasar
(1)
pemanasan global. green energy
(1)
pembangunan
(29)
pembangunan aceh
(1)
pemerintah
(4)
pemerintahan
(1)
pemilu 2014
(5)
pemilu pilkada
(1)
pemilukada
(9)
Pemilukada Aceh
(14)
penddikan
(2)
pendidikan
(29)
pendidikan Aceh
(27)
penjahat kambuhan
(1)
penyair aceh
(1)
Penyakit kusta
(1)
Perbankan
(3)
perbankan islam
(3)
perdamaian
(1)
perempuan
(8)
perempuan Aceh
(5)
perempuan dan ibu
(1)
perempuan dan politik
(2)
perikanan
(1)
perpustakaan
(2)
perputakaan
(1)
personal
(2)
personal-ekonomi
(1)
pertanian
(2)
perusahaan ekspedisi
(1)
perusahaan logistik
(1)
perwira tinggi polri
(1)
pesantren
(2)
Pesta Demokrasi
(1)
pidie
(1)
pileg
(1)
pileg 2019
(2)
pilkada
(14)
pilpres
(2)
pilpres 2019
(3)
pilpres 2024
(2)
PKK Aceh
(1)
plastik
(1)
PNS
(1)
polisi
(2)
polisi jahat
(1)
politik
(115)
politik aceh
(160)
politik indonesia
(3)
politik KPK versus korupsi
(4)
politik nasional
(4)
politis
(1)
politisasi
(1)
politk
(5)
Polri
(1)
polri presisi
(1)
popular
(1)
poster.
(1)
prabowo
(2)
prediktif
(1)
presiden
(1)
presiden 2019-2024
(1)
PRESISI POLRI
(1)
produktifitas
(1)
PROFIL
(1)
propaganda
(1)
psikologi
(2)
psikologi anak
(1)
psikologi pendidikan
(1)
psikologis
(1)
Pulo Aceh
(1)
PUSA
(2)
pustaka
(1)
qanun
(1)
qanun Anti rentenir
(1)
Qanun LKS
(2)
Qu Meng Ru
(1)
ramadan
(1)
ramadhan
(2)
Ramadhan 2011
(4)
ramadhan 2012
(2)
rawa tripa
(1)
recycle
(1)
reduce
(1)
reformasi birokrasi
(1)
religius
(1)
Resensi buku
(3)
Resensi Buku hanif
(2)
resensi film
(2)
resensi hanif
(2)
residivis
(1)
resolusi. 2021
(2)
responsibility
(1)
reuse
(1)
review buku
(1)
revolusi industri
(1)
robert galbraith
(1)
rohingya
(1)
Romansa
(1)
romantisme kanak-kanak
(1)
RPJM Aceh
(3)
RTRWA
(2)
ruang kelas
(1)
rujak u grouh apaloet
(1)
rumbia aceh
(1)
sains
(1)
Samalanga
(1)
sampah
(1)
satria mahardika
(1)
satu guru satu buku
(1)
satwa liar
(1)
secangkir kopi
(1)
sejarah
(9)
sejarah Aceh
(28)
sejarah Aceh.
(3)
sejarah dunia
(1)
sejarah-bahasa
(5)
sekda
(1)
sekolah
(1)
sekolah terpencil
(1)
selfie politik
(1)
Servant Leadership
(1)
setahun polri presisi
(1)
setapak perubahan
(1)
sigit listyo
(1)
sikoat
(1)
Sineas Aceh
(2)
Sinema Aceh
(2)
sinovac
(1)
situs
(1)
snapshot
(1)
sosial
(14)
sosiologi
(1)
sosiopat
(1)
SOSOK.TOKOH ACEH
(3)
spesies
(1)
statistik
(1)
Stigma
(1)
Stop Bajak Karya Online
(1)
sultan iskandar muda
(1)
sumatera barat
(1)
sustainable laundry
(1)
syariat islam
(7)
TA sakti
(1)
tahun baru
(2)
tambang aceh
(1)
tambang ilegal
(1)
tanah rencong
(1)
tantang IB
(1)
Tata Kelola pemerintahan
(4)
tata kota
(2)
TDMRC
(1)
Tehani Wessely
(1)
tehnologi
(5)
televisi
(1)
Tenaga kerja
(2)
terbit buku
(1)
the cucko'scalling
(1)
Thriller
(1)
timor leste
(1)
tips
(3)
tokoh dunia
(1)
tokoh kartun serambi
(2)
tradisi
(2)
tradisi aceh
(2)
tradisional
(1)
transparansi
(1)
tsunami
(9)
Tsunami Aceh
(9)
Tsunami story Teller
(2)
tuan hide
(1)
tukang obat
(1)
tulisan ringan
(1)
TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI
(1)
TV Aceh
(1)
tv dan anak-anak
(3)
uang haram
(1)
ujaran kebencian
(1)
ulama aceh
(7)
UMKM
(1)
Unsyiah
(2)
Unsyiah Library
(3)
Unsyiah Library Fiesta 2017
(3)
upeti
(1)
upeti jin
(1)
ureung aceh
(1)
vaksin
(2)
viral
(1)
visi
(1)
Visit Aceh
(2)
Visit Banda Aceh
(7)
Visit Banda Aceh 2011
(4)
walhi goes to school
(1)
wali nanggroe
(3)
walikota 2014
(1)
wanita Iran
(1)
warung kupi
(2)
wirausaha aceh
(1)
Wisata Aceh
(5)
wisata spiritual
(2)
wisata tematik jalur rempah
(1)
Yayat Supriyatna
(1)
youtube
(2)
YouTube YoYo English Channel
(1)
YPBB
(1)
zero waste
(2)
Zhuang Xiao Man
(1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar