Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Minggu, 26 Januari 2014

Dana Hibah dan Rakyat Miskin

Oleh Muhajir Juli
http://aceh.tribunnews.com/2014/01/22/dana-hibah-dan-rakyat-miskin

MISKIN di tengah kekayaan, tikus mati di lumbung padi. Mungkin kalimat ini sangat hiperbolis, namun jika terus-menerus salah kelola, maka rakyat Aceh akan terus berada dalam situasi tersebut. Seharusnya, setelah perdamaian tercapai, dengan gelontoran dana puluhan triliun rupiah telah membuat kebanyakan rakyat Aceh yang melarat, menjadi lebih sejahtera hidupnya dibanding masa-masa konflik. Jadi, bukan tidak mungkin Aceh nantinya akan mengulangi tragedi Aceh Utara yang pernah dijuluki sebagai “negeri petro dolar”, namun ternyata desa-desa miskin terbanyak, ada di sana.


Gambaran pesimistis di atas, mengingatkan penulis terhadap apa yang pernah disampaikan oleh Prof Dr Raja Masbar. Pada November 2013 lalu, guru Besar Fakultas Ekonomi Unsyiah itu menyebutkan beberapa anomali pembangunan Aceh. Alokasi dana untuk sektor pendidikan meningkat, namun Aceh adalah provinsi dengan tingkat ketidaklulusan UN terbanyak di Indonesia. Alokasi dana untuk sektor kesehatan juga meningkat, namun angka kematian bayi dan ibu di Aceh juga meningkat. Dana untuk infrastruktur sangat besar, namun tak menjangkau kawasan pedalaman. Penyebab semua itu hanya satu, kata Prof Masbar, karena salah perencanaan dan lemahnya pengawasan.

Penduduk miskin
Angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, jumlah penduduk miskin di propinsi paling barat Sumatera ini adalah sebesar 856.000 jiwa (17,72%) dari jumlah penduduk Aceh yang berjumlah 4,8 juta jiwa. Angka ini meningkat dibandingkan angka pada 841.000 jiwa pada Maret 2013. Namun dibandingkan dengan posisi September 2013, angka kemiskinan justru turun 0,86% dari sebelumnya 877.000 orang. Kemudian, bila dibandingkan 2009 yang jumlah rakyat miskin mencapai 892.86 jiwa (21,80%), maka jumlah penduduk miskin di Aceh jauh sekali menurun (Serambi, 4/1/2014).

Namun, statistik tetaplah statistik. Kondisi di lapangan jauh berbeda. Saya tak bermaksud menafikan angka yang dilansir oleh badan sehebat BPS itu, tetapi ada fenomena yang menurut saya sangat luar biasa, yaitu sebanyak apapun jumlah penurunan orang miskin di Aceh, tetap saja orang-orang yang menyandang predikat miskin adalah mereka yang telah hidup miskin puluhan tahun. Bahkan sudah mewarisi kemiskinan itu ke beberapa generasi, sebagaimana saya sebutkan di atas. Kalau demikian adanya, di mana letaknya penurunan angka kemiskinan, toh penduduk miskin di Aceh hanya orang-orang itu saja?

Kalaulah boleh jujur --sebab menjadi orang jujur di Aceh banyak tantangannya-- selama ini tidak ada perbaikan taraf hidup rakyat di Aceh secara masif. Yang berbeda adalah tidak ada lagi salak senapan yang bersahut-sahutan, sebagai pertanda bahwa RI dan GAM sedang bertempur. Akan tetapi, bila melihat kondisi ekonomi rakyat, tidak ada yang berubah, baik di masa perang maupun di saat damai. Kalau tidak percaya, silahkan telisik ke tengah-tengah masyarakat. Berapa harga gabah mereka hari ini? Berapa harga pinang, kelapa, kangkung, jagung, kacang dan lain-lain hasil penen mereka hari ini? Cukupkah harga dua goni gabah siap jual untuk bertahan hidup selama sebulan? Artinya, kondisi keuangan rakyat Aceh saat ini tidak stabil. Pendapatan selalu lebih kecil dengan pengeluaran. Berbagai cara hemat yang pernah dituliskan di berbagai buku telah dipelajari, namun tetap tidak membantu. Apakah Pemerintah Aceh melihat ini? Saya belum bisa mengukur kinerja Zaini-Muzakir selama setahun ini, namun bukan berarti tidak bisa dinilai sama sekali. Sekali lagi, kalau boleh jujur, program pembangunan yang dijalankan belum menjawab persoalan rakyat. Pembangunan yang dilakukan selama ini, lebih banyak pro kepada kepentingan perorangan dan kelompok, sedangkan masalah rakyat berupa kemandekan ekonomi, belum mampu dijawab.

Pemerintah memang punya visi, namun visi itu hanya berjangka pendek, dan hanya fokus pada pemberdayaan kelompok, belum kepada rakyat secara keseluruhan. Benar bahwa di pemerintahan Aceh sekarang ini, terdapat banyak staf/tenaga ahli, termasuk dari kampus, yang seharusnya membuat Aceh lebih baik. Namun orang-orang ahli ini sering juga hanya ahli memikirkan apa yang dapat dikeruk dari keahliannya itu untuk kepentingan diri sendiri. Karena itu, meskipun ada yang salah dalam perencanaan dan penyimpangan dalam implementasi proyek-proyek pembangunan, para staf ahli atau tenaga ahli tersebut, akan diam seribu bahasa. Jika bicara, periuk nasi mereka akan terganggu.

Aceh miskin karena rezim masa lalu? Bisa jadi benar, namun rezim yang sekarang juga tak bisa lepas tangan. Mencuatnya berbagai persoalan seputar dana hibah atau dana bantuan sosial (bansos), kentara sekali pada rezim baru ini. Dana itu triliunan jumlahnya, namun pemerintah miskin visi dan tak becus secara misi dalam tata kelola dana itu. Pemerintah lebih mendorong keinginan, bukan kebutuhan, lebih bersifat proyek mercusuar dibanding pengentasan kemiskinan. Bahkan, dana itu sering untuk melayani kepentingan kelompok dibanding keseluruhan rakyat Aceh.

Mengamuknya sebagian pemilik proposal bantuan dana sosial beberapa waktu lalu, di Kantor Gubernur Aceh, mesti menjadi cermin bagi para pengambil kebijakan, bahwa membagi-bagikan uang secara cuma-cuma bukanlah solusi yang cerdas. Demikian juga pengalokasian anggaran rakyat yang gila-gilaan terhadap institusi Wali Nanggroe dan hibah untuk Badan Penguatan Perdamaian Aceh (BP2A), mesti dikaji ulang. Untuk WN misalnya, apa masuk akal biaya perjalanan dinas mencapai Rp 14 miliar dalam setahun, yang berarti menghabiskan Rp 1,7 miliar per bulan? Demikian pula alokasi dana Rp 80 miliar untuk BP2A, terkesan begitu tak transparan dan akuntabel.

Koreksi tertulis
Mendagri Gamawan Fauzi sampai harus memberi koreksi secara tertulis untuk WN dan BP2A ini. Beberapa LSM juga sudah mengingatkan potensi kerugian Aceh jika salah perencanaan dan keliru implementasi dana-dana tersebut. Namun sayangnya, reaksi pemerintah, khususnya reaksi Ketua BP2A, Humas Pemerintah Aceh, dan anggota dewan, kritik LSM itu digiring ke luar substansi. Kritik sebenarnya lebih diarahkan kepada efisiensi, agar suatu saat tak ada pejabat Aceh yang digaruk oleh KPK, namun oleh pemerintah dan anggota dewan itu, kritik malah digiring ke pembangunan opini bahwa seolah-olah yang mengeritik tidak mendukung Aceh Damai.

Pemerintah Aceh harus belajar dari salah urus BRA dulu; sekitar dua triliunan rupiah dana di bawah kelolaan BRA, namun tak berimbas positif kepada ekonomi penerima bantuan. Yang kaya hanya yang bekerja di BRA. Saat ada program bantuan rumah dan ekonomi pun, di bawah sana dana-dana itu masih disunat oleh oknum-oknum yang merasa sudah berjasa saat perang dulu. Audit terhadap dana itu juga tak dilakukan, akses data terhadap siapa saja penerima bantuan, juga sulit. Banyaknya anggaran yang bersifat hibah juga tidak menjawab persoalan kemiskinan rakyat Aceh. Malah semakin banyak hibah anggaran diberikan, maka semakin banyak oknum-oknum yang akan kaya mendadak. Sedangkan rakyat lainnya, tetap saja hidup miskin dan melarat, bodoh dan mudah sekali dipanas-panasi.

Sebagai penutup, saya berharap, Pasangan Zaini-Muzakir haruslah menjadi pemimpin bagi seluruh rakyat Aceh yang dihimpun oleh berbagai suku dan budaya. Pesan saya kepada mereka berdua, perhatikanlah kami rakyat kecil. Kami butuh kerja, kami butuh uang. Kami ingin sejahtera. Jadi tolong carikan pasar untuk produk-produk kami. Carikan industri untuk hasil alam kami. Sebab sejarah sudah membuktikan bahwa kami tidak bisa sejahtera dengan banyaknya gas alam dan minyak bumi di bawah rumah kami. Kami rakyat tidak bisa kaya dengan banyaknya emas dan triliunan anggaran yang dipunyai oleh Aceh. Bahkan, kami tidak bisa sejahtera, padahal berbagai macam dana hibah dan anggarannya gila-gilaan pernah ada di Aceh.

* Muhajir Juli, Peminat kajian sosial politik dan hukum. Sekarang berkhidmat di Koalisi NGO HAM. Email: muhajirjuli@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar