Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Jumat, 06 Desember 2013

Otonomi, Desentralisasi Dan Hantu Korupsi

oleh hanif sofyan

Buah perubahan sistem dari reformasi yang paling penting adalah otonomi dan desentralisasi fiskal. Namun ibarat hi-tech yang masuk ke negara dunia ketiga, tanpa didukung sumber daya yang “bisa dan siap mengelola”, sistem tersebut justru menjadi buah simakalama menumbuhsuburkan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

Keberadaan UU No. 22/1999 yang kemudian diubah menjadi UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 yang kemudian juga berubah menjadi UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah tidak serta merta memberi pencerahan baru sebagaimana diyakini oleh banyak pihak. Karena realitas ‘apapun” kasus di Indonesia bisa mementahkan banyak teori dan asumsi.

Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Anas Urbaningrum, menilai saat ini Indonesia adalah salah satu negara yang politik demokrasinya paling liberal di dunia, kendati hal tersebut tidak berjalan lurus dengan konstruksi budaya politik yang ada karena masih cenderung otokrasi, dan cenderung oligarki (serambi, 30/11). Bahkan dalam cara yang lebih menohok, Ramalan Louis Kraar pada 1998,  yang menyebut Indonesia akan menjadi backyard alias halaman belakang wilayah Asia Timur, sebagai hal yang tidak mustahil. Artinya, ada penyakit endemik kronik yang dibiarkan, seperti dirisaukan Bambang Soesatyo dalam buku terbarunya “Republik Galau”. Buktinya, peringkat Failed State Index (FSI) Indeks Negara Gagal berada di posisi 63 dari 177 negara di dunia dan Cooruption Perception Index (CPI), indeks Negara Terkorup hanya bergeser dua angka peringkat 118 (2012) menjadi 114 (2013) dari total 177 negara (serambi, 4/12).

Paradigma yang Meleset
Dulu kita begitu yakin dan bersemangat, bahwa bom waktu krisis multidimensi termasuk separatisme, salah satunya dipicu oleh dua hal sensitif tersebut. Kita berkeyakinan bahwa kedua UU tersebut adalah Pembuka tabir “politik pintu besi” yang selama ini menganjal dan menyumbat transparansi dan akuntabilitas Pemerintah Pusat dan Daerah. Ketika pemerintah pusat membuka keran sistem pengelolaan administratif yang “lebih mandiri” dan desentralisasi keuangan “dibolehkan” maka hiruk pikuklah daerah terhadap akses finansial. Idealnya, tentu untuk kelancaran pembangunan yang mensejahterakan rakyat. Namun apa lacur, realitasnya justru berbalik 180 derajat.

Karena meskipun idealnya desentralisasi dan otonomi dimaksudkan untuk berbagi tugas pemerintah pusat dan daerah dalam penataan pembangunan. Sehingga Pemerintah pusat dapat lebih berkonsentrasi berhadapan dengan tantangan globalisasi dan mengambil keuntungan dari setiap dinamikanya dan tidak hanya disibukkan dengan persoalan domestik saja.

Pergeseran konstitusional yang diikuti dengan kemandirian dana, utamanya dalam situasi dimana Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan block grant menjadi mekanisme utama dalam transfer fiskal ke pemerintah daerah, sekaligus menandai berakhirnya era pengendalian pusat terhadap anggaran dan pengambilan keputusan keuangan daerah. Hal paling fantastik! Setelah menunggu lebih dari 32 tahun selama era Orde Lama dan orde Baru.

Persoalan penting namun genting yang kemudian muncul adalah, bahwa mekanisme tersebut otomatis menyebabkan bupati dan walikota memiliki kewenangan penuh untuk “mengelola daerah kekuasaannya”, meskipun diikuti dengan mekanisme kontrol antara eksekutif dan legislatif namun menjadi areal “titik rawan” penjarahan. Kondisi positif ini juga memberi kerangka  yang ideal bagi lahirnya politik lokal yang dinamis dan demokratis meski masih terkesan rentan dan rapuh.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi kekuatan politik baru yang secara mandiri dan “leluasa” dapat  melakukan pemilihan gubernur, bupati/walikota, menentukan kebijakan daerah tanpa intervensi politik pemerintah pusat yang dominan.

Lagi-lagi terlepas dari sistem dan mekanisme yang ideal, sistem menjadi “alat dan senjata politik”. Para petinggi pemerintahan di daerah justru menjadi raja-raja kecil, ketika jangkauan tangan pengawasan pemerintah pusat tidak dapat lagi maksimal merengkuhnya (karena pengaruh kewenangan UU). Maka mereka berjaya melakukan segala tabu yang selama ini diharamkan; termasuk menggasak sumber dana “terlarang”; hutan, tambang secara membabi buta. Konon lagi “cuma” dana pembangunan sasarannya, sehingga menjadi tak tertahankan. Hasilnya beberapa kasus seperti keluarnya izin tambang yang mengoyak Nanggroe di wilayah Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Besar, Simeulue dan hampir disebagian besar Aceh meledak!. Green Province, Aceh Green, Moratorium Tambang, Moratorium Hutan menjadi bulan-bulanan dan isu paling basi hari ini.

Kasus KKN-nya menyeret para petinggi pemerintahan dan lagi-lagi otonomi dan desentralisasi di-kambing hitamkan karena hanya menjadi blunder dalam paradigma pembangunan yang sepatutnya “memberdayakan” menjadi “memperdayakan” rakyat. Isue kesejahteraan yang diusung dengan landasan dua UU baru tersebut menjadi mentah lagi dalam implementasinya. Disinilah sesungguhnya letak persoalan yang meskipun solusinya jelas bisa digambarkan, namun dalam penyelesaianya nihil, karena para “pemainnya” justru para punggawa yang duduk di pucuk pemerintahan dan parlementaria. Ironis!.

Mereka jor-joran dalam menggelontorkan dana untuk pemenangan pemilu, menyeret masuk anggota kelompok, rekanan, keluarga, kedalam lingkaran politiknya. Leluasa membagi-bagi dana APBD kepada yang terpilih dan mau memilih. Apalagi dengan kewenangan yang besar dalam pengelolaan keuangan daerah. Disinilah kemudian timbul upaya menguras dana yang dalam bahasa Bambang Soesatyo disebutnya upaya maksimalisasi bukan optimalisasi, dalam perolehan pendapatan daerah.

Upaya membiayai belanja daerah didorong paksa dengan pola tradisional mengintensifkan pemunggutan pajak dan retribusi. Inilah cara termudah karena keberadaan kekuatan koersif yang dimiliki oleh institusi pemerintahan. Meskipun ini tidak etis dalam kerangka negara demokrasi modern, karena negara dibiayai dari “upeti”!.

Dimana Peran Para Parpol?
Disinilah peran partai politik sebagai kekuatan perwakilan rakyat menjadi pengontrol, penjaga gawang dan menjaga kendaraan tetap berjalan di track-nya, selaras dengan kebutuhan pembangunan dan kesejahteraan, memiliki sensitifitas fungsi Anggaran, Legislasi dan Pengawasan, bukan justru menjadi “predator”.

Karena seperti disinyalir Jeffrey Winters kondisi centang perenangnya tata kelola dalam pemerintahan, disebabkan karena para elite di Indonesia hampir selalu mengandalkan kekayaan mereka yang didapat dengan cara-cara mencurigakan untuk mengalahkan hukum..., mereka melakukan pertahanan atas kekayaan dengan cara menyogok dan membayar polisi, jaksa, hakim, editor pers, dan anggota legislatif. Kasus model begini bertaburan dalam daftar yang akan, sedang dan telah diproses oleh lembaga superbody Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sepanjang 2004-2011 Kementerian dalam Negeri mencatat ada 158 kasus korupsi yang menimpa kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota. Sementara pada periode 2008-2011, setidaknya terdapat 42 anggota DPR terseret kasus korupsi (Republika, 5/12/2011).

Disinilah letak kekuatiran publik, karena defisit-nya APBA dan APBN justru digerogoti oleh “tikus” di pemerintahan, dan sungguh naas dana pembangunan yang melimpah (sebut saja APBA Aceh 2013 yang mencapai 12,298 Triliun) tidak menjadi penyumbang mengangkat kesejahteraan rakyat secara signifikan sebagaimana cita-cita idealnya. Bahkan menurut laporan berita terbaru per  tanggal 2 Desember 2013 baru terserap 59,7 persen atau 7,407 Triliun. Dan menyisakan 4,022 triliun anggaran, dengan rincian 590 paket berstatus “hijau; 103 paket berstatus “kuning” ; 443 paket berstatus “merah” dan 154 paket berstatus “kritis” dan terancam tak selesai (serambi 4/12).

Dan itu artinya kita kemungkinan kembali akan terkena penalty, karena meskipun semangat ketersediaan dana adalah untuk dialokasikan secara tepat sasaran bagi pembiayaan pembangunan, namun juga tidak menafikan optimalisasi, bukan maksimalisasi alias “menghabiskan anggaran”. Sebagaimana headline serambi (29/11) “Dinas hamburkan Anggaran”, rutinitas “kepanikan” menjelang  tutup tahun anggaran.

Bagaimana keluar dari blunder yang keblablasan, merupakan proses yang rumit dan bukan pekerjaan gampang. Bagaimana susahnya membuang “norma” yang sudah mendarahdaging selama 32 tahun, tutur Todung Mulya Lubis, adalah pekerjaan berurusan dengan mindset dan perilaku, bukan sekedar persoalan di ranah hukum. Karena korupsi telah menjadi hantu dan menghantui kita sejak lama.

Dua Mata Pisau
Bagaimanapun otonomi dan desentralisasi, menawarkan dua mata pisau yang sama-sama penting juga berbahaya, ancaman dan harapan. Pendidikan politik, efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintah yang tetap harus dilakukan, percepatan pembangunan, termasuk menciptakan pemerintahan yang demokratis dan bersih di daerah.

Pemahaman tentang otonomi dan desentralisasi memang membutuhkan tidak saja evaluasi tetapi juga ujian. Karena pada dasarnya kedua konsep tersebut berimplikasi kepada banyak hal yang positif untuk mendorong pembangunan dan meminimalisir kontroversi hubungan pemeritah pusat dan daerah yang sejak lama dihantui hubungan yang saling mencurigai. Melahirkan bibit separatis, bahkan menguras legitimasi negara dengan persoalan ketidakpercayaan yang terus merongrong dari dalam.

Semuanya tergantung pada semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan negara, jika aktornya baik maka negara juga akan bergerak kearah yang positif. Hanya saja tantangannya sebagaimana di sebut Georges Bataille sebagai hipermoralitas, yakni suatu kondisi ketika ukuran-ukuran moralitas yang ada tidak dapat dipegang lagi. Sebab, situasi yang berkembang telah melampui batas-batas kebaikan dan keburukan.  Sebaik apapun konsep otonomi dan desentralisasi dihidangkan, akan menjadi “racun” jika tak diolah dengan benar.[hans-2013].



Tidak ada komentar:

Posting Komentar