Statistik Mempengaruhi Keseharian Kita

(Refleksi Peringatan HSN 2012)
Oleh Syech Suhaimi dan Istato Hudayana
Rabu, 26 September 2012-opini serambi indonesia

DEWASA ini, keberadaan statistik sangat dekat dan telah mempengaruhi keseharian kita, meskipun mungkin kita tidak menyadarinya atau memandang sebelah mata bahkan belum mengenalnya. Berbagai tema berita, bahkan judul berita utama telah memaparkan statistik kepada kita setiap hari, dari media cetak dan elektronik. Semisal, informasi mengenai harga bahan bakar minyak (BBM) atau sembako merangkak naik, harga emas/saham anjlok, jumlah penderita HIV/AIDS meningkat, quick count (jajak cepat) pemilihan kepala (pilkada) daerah dimenangkan oleh pasangan X, hingga pasokan air bersih berkurang.


Jika statistik telah menjadi bagian dari kehidupan kita, akankah mungkin kehidupan dan pembangunan negeri kita tanpa statistik? Sebagian kita mungkin akan menjawab ya karena masih berpendapat statistik hanyalah sebuah pilihan, atau hanya kumpulan angka-angka atau sesuatu yang hanya penting bagi pemerintah/perusahaan besar/lembaga nirlaba. Lalu bagaimana sebetulnya?

Mari cermati statistik
Mari kita cermati statistik berikut untuk menilik keberadaan dan penafsiran dampaknya bagi kita, baik secara individual maupun sosial. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa kematian akibat rokok merupakan pembunuh nomor satu di dunia. Rokok telah membunuh lebih dari separuh penggunanya, dan enam juta orang (termasuk eks pengguna dan perokok pasif) mati setiap tahunnya, atau dengan kata lain satu orang akan meninggal setiap enam detiknya.

Anehnya, sebesar 80 persen konsumen rokok berada negara berpenghasilan menengah dan rendah, dengan tren yang semakin meningkat. Tak terkecuali daerah kita, Aceh termasuk daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Tetapi, belanja penduduk Aceh per orang per bulan untuk rokok, sirih dan tembakau merupakan belanja keempat terbesar setelah beras, ikan dan makanan-minuman jadi, sekaligus lebih besar dari pada belanja untuk kesehatan atau pendidikan. Mengetahui informasi ini, sejatinya statistik telah memberikan kita, khususnya yang perokok, untuk mengambil pilihan yang lebih cerdas bagi kesehatan dan prioritas belanja kita?

Selanjutnya, dalam konteks pembangunan yang lebih luas. Pada 2009, produksi LNG dan LPG sebesar 4,79 juta m3 dan 2,07 juta m3, kemudian menurun menjadi 2,59 juta m3 dan 1,57 juta m3 pada 2011.

Pada saat yang sama, sektor pertanian sebagai lapangan usaha terbesar di Aceh juga mulai menurun peranannya. Sedangkan dana otonomi khusus sebagai sumber dana terbesar Aceh hanya akan dikucurkan hingga 2028. Apakah cukup 7,02% penduduk Aceh yang berpendidikan sarjana ke atas untuk mengelola pemerintahan dan potensi sumber daya alam (SDA) Aceh di masa yang akan datang? Jika tidak, apakah konflik menjadi sebuah kejadian yang terulang kembali bagi masyarakat Aceh?

Paparan singkat di atas hanya secuil bukti bagaimana statistik berperan dan memberikan dampak bagi pembangunan. Apakah ada alat lainnya yang mampu menjelaskan gejala laju pengurangan kemiskinan Aceh yang selambat siput, atau membuat ukuran kemajuan penyelenggaraan syariat Islam; Atau merencanakan sistem transportasi untuk mengantisipasi macet yang sudah mulai cukup terasa di Kota Banda Aceh; Atau memperkirakan masalah timbunan sampah akibat ledakan penduduk di masa yang akan datang, secara lebih akurat?

Tabulasi dan Analisis
Untuk mendapatkan statistik tersebut, memerlukan langkah-langkah mulai dari tahap persiapan yaitu perencanaan survei/sensus dan pelatihan petugas (surveyor). Berikutnya tahap pelaksanaan berupa pengumpulan dan pemeriksaan data dari responden dan pengolahan data. Lalu, tahap terakhir yaitu tabulasi dan analisis data disertai pengambilan kesimpulan kemudian penyebarluasan laporan.

Untuk itu, menjadi perlu diketahui bahwa hampir semua data didapatkan melalui sensus atau survei ke responden yang merupakan partisipasi sukarela baik individu, rumah tangga, perusahaan maupun pemerintah. Tahapan inilah yang telah dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejak 1920 atau 92 tahun silam, yang saat itu masih bernama Central Kantoor Voor de Statistiek (CKS) di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

Perjalanan panjang melakoni tugas untuk menyediakan dan mengembangkan statistik resmi tentunya tak lepas dari berbagai tantangan. Pengumpulan data kepada responden yang belum memahami peran penting dan topografi wilayah negeri kita yang luas dan terpencil menjadi sebuah tantangan para petugas lapangan hingga kini.

Selanjutnya, mulai meningkatnya pemanfaatan statistik sebagai alat bukti pengambilan kebijakan telah menyeret statistik ke ranah politik. Statisik acapkali disalahartikan atau ditafsirkan secara parsial, bahkan disalahgunakan untuk meningkatkan popularitas atau sebaliknya mengkritisi kebijakan. Bahkan BPS, yang menggunakan metodologi standar internasional dan datanya diakui lembaga internasional, tidak jarang dituduh menghasilkan “statistik pesanan”.

Tuduhan yang tidak beralasan itu kemudian diperparah pula dengan munculnya lembaga-lembaga penyedia jajak pendapat dengan metodologi yang tak terbuka terjebak menjadi alat propaganda. Di saat yang bersamaan, pemerintah sebagai penyelenggara utama pembangunan belum begitu berkomitmen membangun dan mengkaji statistik bagi pengambilan kebijakan.

Menyadari akan pentingnya statistik dan tantangan yang dihadapi saat ini, membangun statistik berkualitas tidak cukup dimainkan oleh BPS saja, tetapi membutuhkan kontribusi dan kerja sama dari semua pelaku pembangunan. Bagi setiap lembaga pemerintah pusat dan daerah seharusnya memberikan kontribusi dengan adanya unit khusus pengelola dan kajian data. Bagi para peneliti dan civitas akademik memberikan kontribusi dengan menghasilkan tenaga statistisi serta mengkaji dan menyebarluaskan indikator statistik baru.

Begitu pun bagi para pewarta dan media cetak perlu melengkapi pemahaman tentang statistik agar pemberitaan statistik semakin valid dan mencerahkan masyarakat. Terakhir, setiap kita mampu berkontribusi, minimal menjadi responden yang siap sedia memberikan data kepada petugas survei/sensus, untuk mewujudkan tersedianya statistik berkualitas.

HSN Milik Bersama
Oleh karena itu, Hari Statistik Nasional (HSN) yang diperingati pada setiap 26 September bukan hanya milik BPS, tetapi milik bersama bangsa. Begitupun dengan Hari Statistik Dunia pada setiap 20 Oktober yang diperingati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membangun kesadaran, betapa statistik telah banyak berkembang dan memberikan peran terhadap pembangunan dunia saat ini.

Akhir kata, diharapkan dengan peringatan HSN menjadi momentum agar komitmen penyediaan data berkualitas dan pemanfaatan statistik secara optimal dan tepat, akan mampu memandu arah dan menguatkan upaya pencapaian cita-cita bangsa Indonesia khususnya masyarakat Aceh yang adil, makmur dan sejahtera. Selamat Hari Statistik Nasional!

* Dr. Syech Suhaimi dan Istato Hudayana, S.ST, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh. Email: aceh@bps.go.id