Setan Pun Dibelenggu

Oleh Amri Fatmi
jum'at, 3 agustus 2012-Opini serambi indonesia


BERGANTI musim dan perubahannya dalam putaran bumi tak lain adalah untuk menstabilkan alam dan penghuninya. Begitu juga Allah swt menentukan peredaran bulan untuk menstabilkan manusia setiap tahunnya. Ramadhan dipilih Allah sebagai bulan yang dimuliakannya berbeda dari bulan-bulan yang lain. Penentuan Ramadhan sebagai bulan penuh kemulian dibandingkan bulan-bulan yang lain mutlak kehendak Allah.

Tidak hanya berlaku pada waktu, sesungguhnya Allah juga telah memilih titik global position yang mendapat kemulian lebih dibandingkan yang lain. Tanah haram adalah posisi bumi yang paling mulia disisi Allah, dipilih atas dasar kehendakNya semata.


Ramadhan adalah nama bulan Arab yang penamaannya sudah baku sebelum datangnya Islam. Diambil dari kata ra-ma-dha. Yang berarti kering, dahaga. Orang Arab menyebutkan kerikil panas yang ditimpa matahari dengan sebutan ramdha’. Maka penamaan bulan Ramadhan dulunya jatuh pada saat bulan tersebut melalui masa kering dan panas sekali. Sebagaimana bulan Jumada al-Ula dan Jumada al-Tsani dinamakan oleh orang Arab pada saat bulan ini melawati masa dingin yang air membeku. Karenanya mereka menamakan bulan tersebut dengan kata  Ja-ma-da, yang berarti beku.

Maka ketika datang Islam, Allah telah memuliakan bulan ini dengan turunnya Alquran. Pada tahun ke-2 Hijriyah, Allah memuliakan bulan ini lagi dengan kewajiban puasa bagi seluruh orang yang beriman. Setelah itu, bulan ini dimuliakan lagi dengan adanya satu malam dalam bulan ini yang ibadah malam itu lebih baik dari 1.000 bulan, yaitu malam Lailatul Qadar. Lengkap sudah keutamaan bulan Ramadhan yang dipilih oleh Allah atas kehendakNya semata.

Keistimewaan Ramadhan
Dengan segala keistimewaan pada bulan ini, setiap orang beriman yang ditakdirkan melintasi kehidupan melalui lorong waktu Ramadhan, cerdasnya, ia mesti merespons dengan sebenarnya. Karena waktu tersebut bukanlah sembarang waktu, respons dan tindakan kita juga harus sesuai dengan kondisi yang kita hadapi. Berbagai amalan kebaikan pada bulan Ramadhan akan mendapatkan penggandaan berlipat dan bertubi tubi dari Allah.

Coba lihat bagaimana Rasulullah saw merespons terhadap bulan Ramadhan. Dituturkan oleh Ibu Abbas dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah adalah orang yang sangat ringan tangan terhadap segala kebaikan. Tapi lebih ringan lagi tangan beliau terhadap kebaikan pada bulan Ramadhan. Bahkan kecepatan responsnya terhadap kebaikan itu lebih cepat dari hembusan angin (rih mursalah).

Kita menelisik dari keterangan Ibnu Abbas bahwa tindakan Rasulullah pada bulan Ramadhan mengalalami perubahan dan peningkatan. Kita yakini bahwa semua tindak-tanduk dan prilaku Nabi adalah baik dan dipuji semuamya. Namun, pada bulan Ramadahan, ibadah dan kebaikan yang dilakukannya membumbung pada titik kulminasi.

Bagimana tidak, semakin bulan Ramadhan beranjak hari per hari, sampai sepuluh hari terakhir Rasulullah bahkan meninggalkan tempat tidur. Sesuai dengan keterangan dari Istrinya Aisyah ra, bahwa ketika datang sepuluh terakhir dari Ramadhan, Rasulullah membangunkan istri-istrinya dan memperkencang ikat pinggangnya. Untuk apa? Demi porsi ibadah yang lebih kuat dan banyak.

Rasulullah saja, yang kita imani seluruh seluk-beluk prilaku dan tindakannya adalah terpuji, dalam bulan Ramadhan merubah segala kebiasaannya dengan peningkatan porsi ganda mendekatkan dari pada Allah. Ini cerminan dan tuntunan kita dalam merespons bulan Ramadhan.

Bagaimana dengan kita, yang semua kita menyadari kondisi kita masing-masing. Setiap kita menyimpan 1001 kelakuan dan kebiasaan tercela dan terlarang dalam islam. Baik yang diketahui orang lain atau kita simpan sebagai rahasia pribadi. Bukankah kita semesti berada di lini depan bagi bribadi-pribadi yang butuh perombakan bulan Ramadhan? 

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis yang bermakna: “Apabila telah datang Ramadhan, pintu syurga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.” Hadis ini sarat dengan makna-makna impuls yang mendesak kita melakukan peningkatan terhadap kebiasaan baik.

Untuk apa sorga dibuka sementara belum satu orang pun boleh memasukinya? Inilah impuls positif yang diisyaratkan Nabi pada bulan puasa ini. Dorongan kuat bagi setiap Mukmin untuk mengubah kebiasaan dengan agenda kebaikan dan amalan yang diridhai Allah karena semua amalan itu di bulan Ramadhan langsung menjanjikan sorga. Siapa saja semestinya tergiur dan berliur.

Setan dibelenggu
Setan dibelenggu pada bulan Ramadhan. Ini keterangan sangat penting dari Nabi dalam hadis tersebut. Dinonaktifkannya setan, karena memang pintu neraka ditutup. Lumrahnya, kalau kantor pusat sudah tutup, tentu agen dan calo-calo akan turut non -aktif pula. Setan selaku biang keladi kesesatan dan comberan kotoran perbuatan manusia mengalir darinya, tidak berfungsi dan tak berkutik bulan Ramadhan.

Dengan demikian, perlu disadari oleh setiap muslim, bahwa bulan ramadhan adalah saat kita mempunyai kebebasan penuh dalam melakukan perubahan bagi diri kita tanpa ada sedikitpun penghalang. Tidak ada lagi penggoda yang membisik. Kalau kita ingin melihat siapa diri kita sesungghnya, dan di tingkat mana sensitifitas terhadap islam dan kebaikan bersama, nilailah pada bulan Ramadhan. Siapa saja akan secara transparan melihat dirinya berada ditaraf mana.

Bila ternyata di bulan Ramadhan, shalat berjamaah masih terasa berat, menutup aurat tubuh yang selama ini dipamer bebas dengan harga murahan di jalanan masih sukar, melihat dan menonton aurat tidak juga berhenti, mengupat dan menggunjing susah ditinggalkan, mendekatkan diri dengan Allah di malam hari terasa melelahkan, maka jangan sekali-kali menyalahkan setan. jangan mencerca setan, tetapi diri sendirilah yang semestinya dicerca. Karena setan sebenarnya tidak berdaya. Sebagaimana ungkapan setan mengakui dalam Alquran:  “Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri...” (QS. Ibrahim: 22).

* Amri Fatmi Lc, MA, Master Akidah Filsafat Universitas Al-Azhar Mesir/Pengasuh Majlis Taklim Al-Azhar Asy-Syarif, Sigli. Email: amrifatmi@gmail.com