Label

# (2) 100 buku (1) 1001 Cerita membangun Indonesia (1) 2016 (1) 2019 prabowo presiden (1) 2019 tetap jokowi (1) 2020 (1) 2021 (2) 21 tahun (1) 21 wasiat Sultan untu Aceh (2) 49 tahun IAIN Araniry (2) 99 buku (1) a ceh bahan buku (1) Abu Mudi (1) aceh (11) Aceh Barat (2) aceh digest (1) aceh history (2) aceh kode (2) aceh kopi (1) Aceh Singkil (1) aceh tengah (3) Aceh Tourism (2) Adat Aceh (3) agama (25) Air Bersih (2) aisya (1) Alue Naga (1) amazon (1) aminullah (1) anehnya negeriku indonesia (3) anggaran nanggroe aceh (1) anies (1) APBA (6) apresiasi serambi indonesia (1) arsip (1) artikel hanif (74) artikel kompas (1) artikel nabil azra (3) artikel rini (4) Artikel Serambi (9) artikel serambi-tokoh sastra melayu (2) artikel Tanah Rencong (1) artikel trans89.com (1) artikel/opini Modus Aceh (1) arundati roy (1) asia (1) asuransi (2) atlas of places (1) australia (1) Ayam (1) bacaan hari raya (1) bahan buku (106) bahan buku aceh (1) bahan buku kolaborasi (2) bahan buku. (12) bahan tulisan (1) bahana buku (1) bahasa (2) Banda Aceh (1) Bank Aceh syariah (1) Bank syariah Indonesia (1) batu (1) bawaslu (1) bencana alam (7) bendera dan lambang (1) Berbagi (1) berita nabil (1) berita serambi (1) berkeadilan (1) BHR (1) Bie Da Rao Wo Zhong Tian (1) bill gates (2) Bioscoop (1) Bioskop (1) birokrasi (1) birokrasi politik (1) Blogger Competition 2017 (1) Blogger Indonesia (1) BMA 2023 (3) Bola Kaki (1) book (1) BP2A (1) BPBA (1) BSI (1) budaya (83) budaya aceh (12) budaya massa (1) budaya tradisional (2) bukit barisan (1) buku (7) buku covid anak (1) Buku kapolri (1) bulkstore (2) bullying (1) bumi (2) bumi kita (1) bumi lestari (2) bumiku satu (1) Buyakrueng tedong-dong (1) cadabra (1) cerdas (1) cerita (2) cerpen (2) child abuse (1) climate change (3) Connecting Happiness (3) ConnectingHappiness (1) Cormoran Strike (1) Corona (1) corona virus19 (2) covid (1) Covid-19 (1) covid19 (9) CSR (1) cuplikan (1) Cut Nyak Dhien (1) dakwah kreatid (2) Dana Hibah (2) dara baroe (1) Data (1) dayah (4) De Atjehers (1) demam giok (1) Democrazy? (5) demokrasi (10) demokrasi aceh (6) diaspora (1) dinasti politik (3) diplomasi gajah (1) Ditlantas Meupep-pep (1) diva (1) DKPP (1) Don’t Disturb Me Farming (1) DPRA (1) dr jeckyl (1) Drama (1) drive book not cars (2) dua tahun BSI (1) Dusun Podiamat (1) earth hour (2) earth hour 2012 (2) ekonmi islam (1) Ekonomi (52) Ekonomi Aceh (51) ekonomi biru (1) ekonomi Islam (7) ekonomi sirkular (2) ekoomi (1) Ekosistem kopi (1) eksport import (1) Elizabeth Kolbert (1) essay (1) essay keren (1) essay nabil azra (1) falcon (1) fiksi (1) Film (6) Film animasi (1) film china (1) film cina (1) film drama (3) Film jadul (1) film lawas (1) filsafat (2) fir'aun (1) forum warga kota (1) forum warung kopi (2) FOTO ACEH (2) fourth generation university (2) GAIA (1) gajah sumatera (1) gam cantoi (2) gambar (1) ganjar (1) Garis Wallacea (1) garis Weber (1) Gas Terus (1) GasssTerusSemangatKreativitasnya (1) gempa (2) gender (3) generasi manusia (1) germs (1) gibran. jokowi (1) Gillian Rubinstein (1) god (1) goenawan mohamad (1) gramedia (1) groomer (1) grooming (1) gubernur (2) guiness book of record (1) guru (1) guru blusukan (1) guru kreatif (1) guru milenial (1) H. Soeprapto Soeparno (1) hacker cilik (1) Hadih Maja (1) Halodoc (1) Halue Bluek (1) hanibal lechter (1) hanif sofyan (7) hardikda (1) hari Air Sedunia (3) hari bumi (2) Hari gizi (1) hari hoaxs nasional (2) harry potter (1) hasan tiro (1) hastag (1) hemat energi (1) herman (1) Hikayat Aceh (2) hoaks (2) hoax (2) hobbies (1) hoegeng (1) HUDA (1) hukum (3) humboldtian (1) hutan indonesia (5) ibadah (1) ide baru (1) ide buku (2) idelisme (1) ideologi (1) idul fitri 2011 (1) iklan (1) Iklan Bagus (2) indonesia (4) Indonesia city Expo 2011 (1) industri (1) inovasi (1) Inovasi Program (1) intat linto (1) intermezo (5) internet dan anal-anak (1) investasi (2) investasi aceh (1) Iran (1) isatana merdeka (1) Islam (1) islam itu indah (3) Islamic banking (1) ismail bolong (1) Ismail Fahmi Lubis (1) IT (4) jalur Rempah (2) Jalur Rempah Dunia (2) Jalur rempah Nusantara (2) jeff bezzos (1) Jejak Belanda di Aceh (1) jepang (1) jk rowling (2) JNE (5) JNE Banda Aceh (1) JNE33Tahun (1) JNEContentCompetition2024 (1) joanne kathleen rowling (1) jokoei (1) jokowi (1) juara 1 BMA kupasi 2023 (1) juara 1 jurnalis (1) juara 2 BMA kupasi (1) juara 3 BMA kupasi 2023 (1) jurnal blajakarta (1) jurnal walisongo (1) jurnalisme warga (1) kadisdik (1) kaki kuasa (1) kalender masehi (1) kambing hitam (1) kampanye (1) kampus unsyiah (4) kamuflase (1) karakter (1) kasus kanjuruhan (1) kasus sambo (1) kaya (1) KBR (1) kebersihan (1) Kebudayaan Aceh (7) Kebumen (1) kedai kupi (1) kedai-kopi (1) Kedokteran (1) kedokteran Islam (1) kejahatan anak (1) kejahatan seksual anak (1) kekuasaan. (1) kelas menulis SMAN 5 (4) kelautan (4) keluarga berencana (1) Keluarga Ring Of Fire (1) kemenag (1) kemiskinan (2) kemukiman (2) kepemimpinan. (2) kepribadian (1) Kepribadian Muslim (1) kerajaan Aceh (2) kerja keras (1) kesehatan (13) kesehatan anak (4) keuangan (1) keuangan aceh (1) khaled hosseini (1) Khanduri Maulod (1) khutbah jumat (1) king maker (1) kirim naskah (1) Kisah (1) Kisah Islami (1) kite runner (1) KKR (2) KoescPlus (1) koleksi buku bagus (4) koleksi foto (2) Koleksi Kontribusi Buku (1) koleksi tulisanku (2) kolom kompas (1) kolom kompas hanif sofyan (2) kolom tempo (2) kompetensi siswa (1) Komunikasi (1) komunitas-serambi mihrab (1) konsumerisme (1) Kontribusi Hanif Sofyan untuk Buku (3) Kopi (2) kopi aceh (5) kopi gayo (2) kopi gayo.kopi aceh (1) kopi libri (1) Korupsi (7) korupsi di Aceh (4) kota masa depan (1) kota yang hilang (1) KPK (2) KPU (1) kredo (1) kriminal (1) krisis air (2) ku'eh (1) Kuliner Aceh (2) kultum (2) kupasi (1) kurikulum 2013 (1) kwikku (1) Labschool UIN Ar Raniry Banda Aceh (1) lain-lain (1) lalu lintas (1) lambang dab bendera (4) laut (1) Laut Aceh (1) Laut Biru (1) lebaran 2025 (1) legenda (1) Li Zhuo (1) lian hearn (1) Library (1) Library Gift Shop (2) lifestyle (1) limapuluah koto (1) Lin Xian (1) lincah (1) Lingkungan (42) lintho (1) listrik aceh (1) LNR (1) Lomba artikel 2016 (4) Lomba blog 2016 (1) lomba blog unsyiah 2018 (1) Lomba Blogger Unsyiah (2) lomba JNE (1) lomba mneulis asuransi (1) LSM-NGO (3) M nasir Fekon (1) Maek (1) maekfestival (1) magazine (1) makam (1) malcom gladwell (1) manajemen (2) manipulatif (1) manusia (2) marginal (1) Masyarakat Urban. (1) Mauled (1) maulid (2) Maulod (1) Media (1) megawati (1) Melinjo (1) Memberi (1) menhir (1) Menyantuni (1) mesjid baiturahman (2) Meulaboh (1) MH Amiruddin (1) migas (1) mimbar jum'at (1) minangkabau (1) Misbar (1) misi (1) mitigasi bencana (5) molod (1) moral (1) More Than Just A Library (2) motivasi (1) MTSN 4 Labschool UIN Ar Raniry (1) MTSN4 Banda Aceh (1) mukim (2) mulieng (1) museum (2) museum aceh (2) Museum Tsunami Aceh (4) music (1) Music show (1) musik (1) muslim produktif (1) musrenbang (1) Nabi Muhammad (2) naga (1) nagari seribu menhir (1) narkotika (1) naskah asli (3) Naskah Kuno Aceh (2) Negeri rempah terbaik (1) nelayan (1) new normal (1) Nina Fathdini (1) novel (1) Nubuah (1) Nusantara (1) off road (1) olahraga (2) one day one surah (1) opini (5) opini aceh tribun (2) opini analisadaily.com (1) opini bebas (1) Opini di lentera (1) opini hanif (1) opini hanif di serambi indonesia (4) opini hanif sofyan (1) Opini Hanif Sofyan di Kompas.id (1) opini hanif sofyan di steemit (1) opini harian aceh (4) Opini Harian Waspada (1) opini kompasiana (2) opini lintas gayo (11) opini lintas gayo com (1) opini LintasGayo.co (2) opini majalah tanah rencong (1) opini nabil azra (1) opini rini wulandari (1) opini serambi (43) opini serambi indoensia (4) opini serambi indonesia (169) opini siswa (4) opini tabloid lintas gayo (5) opini tempo (1) otsus (1) OYPMK (1) pandemi (1) pandemi covid-19 (9) papua (1) Pariwisata (3) pariwisata aceh (1) parlemen aceh politik aceh (8) pawang (1) PDAM (1) PDIP (1) pelosok negeri (1) Peluang Pasar (1) pemanasan global. green energy (1) pembangunan (29) pembangunan aceh (1) pemerintah (4) pemerintahan (1) pemilu 2014 (5) pemilu pilkada (1) pemilukada (9) Pemilukada Aceh (14) penddikan (2) pendidikan (29) pendidikan Aceh (27) penjahat kambuhan (1) penyair aceh (1) Penyakit kusta (1) Perbankan (3) perbankan islam (3) perdamaian (1) perempuan (8) perempuan Aceh (5) perempuan dan ibu (1) perempuan dan politik (2) perikanan (1) perpustakaan (2) perputakaan (1) personal (2) personal-ekonomi (1) pertanian (2) perusahaan ekspedisi (1) perusahaan logistik (1) perwira tinggi polri (1) pesantren (2) Pesta Demokrasi (1) pidie (1) pileg (1) pileg 2019 (2) pilkada (14) pilpres (2) pilpres 2019 (3) pilpres 2024 (2) PKK Aceh (1) plastik (1) PNS (1) polisi (2) polisi jahat (1) politik (115) politik aceh (160) politik indonesia (3) politik KPK versus korupsi (4) politik nasional (4) politis (1) politisasi (1) politk (5) Polri (1) polri presisi (1) popular (1) poster. (1) prabowo (2) prediktif (1) presiden (1) presiden 2019-2024 (1) PRESISI POLRI (1) produktifitas (1) PROFIL (1) propaganda (1) psikologi (2) psikologi anak (1) psikologi pendidikan (1) psikologis (1) Pulo Aceh (1) PUSA (2) pustaka (1) qanun (1) qanun Anti rentenir (1) Qanun LKS (2) Qu Meng Ru (1) ramadan (1) ramadhan (2) Ramadhan 2011 (4) ramadhan 2012 (2) rawa tripa (1) recycle (1) reduce (1) reformasi birokrasi (1) religius (1) Resensi buku (3) Resensi Buku hanif (2) resensi film (2) resensi hanif (2) residivis (1) resolusi. 2021 (2) responsibility (1) reuse (1) review buku (1) revolusi industri (1) robert galbraith (1) rohingya (1) Romansa (1) romantisme kanak-kanak (1) RPJM Aceh (3) RTRWA (2) ruang kelas (1) rujak u grouh apaloet (1) rumbia aceh (1) sains (1) Samalanga (1) sampah (1) satria mahardika (1) satu guru satu buku (1) satwa liar (1) secangkir kopi (1) sejarah (9) sejarah Aceh (28) sejarah Aceh. (3) sejarah dunia (1) sejarah-bahasa (5) sekda (1) sekolah (1) sekolah terpencil (1) selfie politik (1) Servant Leadership (1) setahun polri presisi (1) setapak perubahan (1) sigit listyo (1) sikoat (1) Sineas Aceh (2) Sinema Aceh (2) sinovac (1) situs (1) snapshot (1) sosial (14) sosiologi (1) sosiopat (1) SOSOK.TOKOH ACEH (3) spesies (1) statistik (1) Stigma (1) Stop Bajak Karya Online (1) sultan iskandar muda (1) sumatera barat (1) sustainable laundry (1) syariat islam (7) TA sakti (1) tahun baru (2) tambang aceh (1) tambang ilegal (1) tanah rencong (1) tantang IB (1) Tata Kelola pemerintahan (4) tata kota (2) TDMRC (1) Tehani Wessely (1) tehnologi (5) televisi (1) Tenaga kerja (2) terbit buku (1) the cucko'scalling (1) Thriller (1) timor leste (1) tips (3) tokoh dunia (1) tokoh kartun serambi (2) tradisi (2) tradisi aceh (2) tradisional (1) transparansi (1) tsunami (9) Tsunami Aceh (9) Tsunami story Teller (2) tuan hide (1) tukang obat (1) tulisan ringan (1) TUmbuh seimbang berkelanjutan bersama BSI (1) TV Aceh (1) tv dan anak-anak (3) uang haram (1) ujaran kebencian (1) ulama aceh (7) UMKM (1) Unsyiah (2) Unsyiah Library (3) Unsyiah Library Fiesta 2017 (3) upeti (1) upeti jin (1) ureung aceh (1) vaksin (2) viral (1) visi (1) Visit Aceh (2) Visit Banda Aceh (7) Visit Banda Aceh 2011 (4) walhi goes to school (1) wali nanggroe (3) walikota 2014 (1) wanita Iran (1) warung kupi (2) wirausaha aceh (1) Wisata Aceh (5) wisata spiritual (2) wisata tematik jalur rempah (1) Yayat Supriyatna (1) youtube (2) YouTube YoYo English Channel (1) YPBB (1) zero waste (2) Zhuang Xiao Man (1)

Jumat, 08 Juni 2012

Konsep Jihad dalam Saman

Sun, Nov 22nd 2009, 10:16

Yusra Habib Abdul Gani - opini Budaya-Serambi Indonesia


Konfigurasi gerak tari Saman, selama ini dipahami orang sebagai kreasi seni tari biasa. Tak hanya bisa dimaninkan orang Gayo dalam bahasa Gayo, tetapi juga bisa dipentaskan oleh siapa saja dan dalam bahasa apa saja. Ini kesalahan fatal sekaligus pelècèhan terhadap missi dari Saman itu sendiri. Tari sejuta tangan ini tidak bisa dicerna dan dihayati, sekiranya tidak memahami keseluruhan gerak yang diperagakan. Saman adalah tari yang mengandung konsep jihad yang disimbulkan lewat irama dan gerak. Dari komposisi, sjèh (pemimpin) atau disebut juga ‘Pengangkat’ mesti duduk di tengah para pemain yang jumlahnya ganjil (13, 15 atau 17 orang). Sjèh bukan remote untuk menggerakkan orang lain beraksi, tetapi sosok pemimpin yang mesti sinkron dengan aturan main; memimpin sekaligus menjadi orang yang dipimpin. Tari Saman tidak menghendaki terjadi: “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan, sementara kamu mengelakkan diri...” (Q: Al-Baqarah, ayat 44).



Karena tari ini dimainkan dalam bentuk group, maka sjech bukan tokoh tungggal yang dikultuskan. Dia didampingi oleh ‘Pengapit’ (staf) sebelah kiri dan kanan yang berperan membantu gerak maupun syair. Jadi, tari Saman, menolak falsafah ‘individualism’, dan menganut penegakan ‘colletivism’. Kebersamaan harus disokong dan diperkuat oleh tiang penyangga antara sesama anggota. Karena itu, dipasang ‘Penupang’, yang posisinya berada di sisi paling kanan dan kiri. Peranan ‘penupang’ disifatkan sebagai akar tunggang rumput “jejerun” (bahasa Gayo), sebagai simbol kekokohan. Komitmen “Bersatu teguh, bercerai rubuh.” maka jangan ada satu pun anggota yang membuat kesilapan dan kesalahan gerak. Karena akan berimbas dan menghancurkan seluruh gerak dan irama. Jadi, sinkronisasi gerak dan persamaan perasaan sangat diutamakan. Ini berarti, pemimpin baik dalam situasi revolusi atau damai, harus berada di tengah-tengah masyarakat, tidak merasa dirinya sebagai tokoh tunggal, akan tetapi sebagai bentuk kekuatan kolektif yang ditopang oleh jamaah.

Tari Saman dimulai dengan gerak “Rengum”, yakni: suara ngauman dipimpin oleh syèh, senyawa dengan ucapan “salam”. Pada tahap ini, terdengar suara magic berdengung, mengalun bersama ayunan tubuh yang lentur dalam posisi ‘berlembuku’ rapat membujur membentuk garis horizontal, sambil melafadhkan kalimah:

“Hmmmm laila la ho

Hmmmm laila la ho

Hmmmm tiada Tuhan selain Allah

Hmmmm tiada Tuhan selain Allah”

Nada dan gerak “rengum” adalah ‘kasat, ‘takrat’ dan ‘takyin’ untuk memulai tari, agar masing-masing peserta memusatkan kekuatan (concentration). Atasnama kalimat tauhid inilah gerak group bermula. “Rengum” diucapkan dalam suara minor yang mampu menggetarkan jiwa-jiwa yang mati dan perasaan kuyu menjadi garang. Kalimat tauhid ini sengaja disisipkan sjèh Saman (tokoh penemu Saman) sebagai missi jihad dan dakwah Islam lewat tari Saman yang sebelumnya diperankan dalam “Pok Ane-ané” (permainan rakyat yang dimainkan secara bebas). Keseragaman dalam gerak “rengum”, bagaikan sebilah pedang Samurai yang sudah diisi dengan kalimat tauhid untuk melakukan berapa varian gerak berikutnya. Gerak ini menukar rasa ke-aku-an (individualism) kepada rasa ke-kami-an dan akhirnya wujud rasa ke-kita-an (collectivism) dan melarutkan diri masing-masing ke dalam lautan gerak dan irama hidup. Mereka layaknya seperti pasukan lebah menyerang, dimana sang ratu lebah tidak nampak; semua penari adalah komandan dan anak buah. Inilah yang disebut “ratip sara nanguk, nyawa sara peluk” (“ratip satu angguk, nyawa satu peluk”). Dalam falsafah Aceh dikatakan: “hudép beusaré, maté beusadjan, sikrék kapan saboh keureunda”. Gerak “rengum”, selain dikenal dalam Saman, terdapat juga dalam pengantar mantra doa untuk menghidupkan ‘pedang berkunci’, yaitu: alat perang yang khas di tanah Gayo. Inilah proses pengenalan diri dalam jiwa masing-masing.

Tahap kedua adalah gerak “Dering”, yaitu: varian gerak yang dimainkan oleh semua penari. Gerak ini diantarkan oleh irama ‘Ulu ni lagu’ ( ‘kepala lagu)’. Para penari akan memasuki tahap memperagakan pelbagai ragam gerak. Proses perubahan dari gerak “rengum” kepada “dering” hanya berlangsung dalam seketita saja. Setelah dirangsang oleh suara syèh, secara perlahan-lahan penari memperagakan variasi gerak tangan, menepuk dada, gesekan badan dan putaran kepala. Pada peringkat ini, suara dan gerakannya masih datar dan lamban.

“Dering” adalah sylabus pengajaran kepada masyarakat yang berbeda tingkat kesadaran, pengetahuan dan pemahaman; tidak ada unsur paksaan, disuarakan dalam bahasa asli (Gayo) yang sopan dan jelas. Barulah kemudian, syèh mengalunkan suara melengking, sekaligus memberi aba-aba akan memasuki tahap gerak cepat. ‘Warning’ itu berbunyi: “Inget-inget pongku male i guncang” (“Ingat-ingat teman akan diguncang”). Inilah klimaks gerakan tari saman, dimana penari secara optimal mengetengahkan varian gerak putaran kepala yang mengangguk (girik), tangan yang menepuk dada dan paha maupun gerakan badan ke atas-bawah, miring ke kiri-kanan bersilang (singkéh) maupun petikan jari (kertèk). Di sini tidak terdapat lirik, irama dan suara. Sepenuhnya aksi. Di tengah kemucak itu, tiba-tiba menyusul gerak “Uak ni kemuh” (“obatnya gerak”) atau gerak neutral yang disenyawakan dengan nada minor yang datar. Saat stamina penari pulih semula, aksi gerak cepat beraksi kembali. Inilah tahap kesaksian dan pengenalan fakta yang disaksikan dengan mata kepala sendiri.

Tahap ketiga adalah: gerak “Redet”. Menampilkan lagu dalam lirik singkat dan jelas. Ianya pesan singkat yang harus didengar sambil menanti arahan selanjutnya. Pengkabaran (informasi) agar orang tahu persis akan pesan yang disampaikan. Yang berarti, manusia adalah pelaku dari informasi yang didengarnya!

Tahap keempat adalah: gerak “Syèh”. Menyampaikan warkah. Pada peringkat ini, syèh mengalunkan lagu dengan suara tinggi melengking dan panjang, sebagai aba-aba akan terjadi pertukaran gerak. Inilah kiat dari roda kehidupan manusia yang sarat dengan perubahan. Penciptaan dan penghancuran; penjajahan dan kemerdekaan; kekayaan dan kemiskinan; kehidupan dan kematian.

Tahap kelima (terakhir) adalah: gerak “Saur” atau penutup. Gerak ini adalah pengulangan bunyi reff yang disuarakan syèh oleh seluruh penari. Ini mengisaratkan tentang bay’ah massal, dedikasi, setia dan taat kepada pemimpin. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa: “Rengum” adalah kesadaran, kesaksian dan komitmen; “dering” berarti introspeksi, pengenalan, pengajaran dan kesopanan; “Redet” adalah pesan singkat, nota penting dan harapan; “Syèh” ialah seruan umum, imamah dan tanggungjawab dan “Saur” yang berarti pernyataan kesetiaan, dedikasi dan kekompakan.

Keseluruhan variasi gerak Saman seperti: guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua bahasa Gayo) adalah refleksi dari pesan-pesan, hanya saja orang acuh dan hanya terpaku dengan geraknya. Saman bukan konsep hijrah dan menyerang (ofensive) melainkan konsep bertahan (defensive). Di sini dibuktikan bahwa, refleksi ruh tari Saman terpantul dalam perang melawan Belanda di Kuta Rèh, Penosan, dll tahun 1907. Ketika pasukan Van Dallen merambah masuk ke Gayo Luwes; hanya orang yang sudah melewati “rengum”, “dering”, “Redet”, “Syèh” dan “Saur” saja yang bersabung dengan serdadu Belanda. Selebihnya: anak-anak, perempuan dan lekaki tidak menyelamatkan diri ke dalam hutan. Mereka membentuk gerak Saman dengan cara merapatkan shaff (ingat: barisan penari Saman yang membentuk garis horizontal) dan mengurung diri dalam satu kawasan yang dipagar dengan babu runcing. Tidak mau bergeming. Inilah sumpah tentang: tanah, negara dan kehormatan. Di atas yang bertuah ini kami lahir dan mati dengan darah. Darah adalah rahasia! Dalam konteks ini, Van Dallen berkata: “sepanjang sejarah penaklukan bangsa-bangsa lain, belum pernah kami mendapati orang yang begitu berani dan fanatik, kecuali: orang Gayo.”

Orang Gayo hanya tahu mempertahankan diri, bukan melarikan diri. Itu sebabnya, semasa perang melawan Belanda, mereka tidak menyelamatkan diri ke luar Aceh. Bagaimana aplikasi jiwa Saman dalam situasi sekarang? Haruskah mengisolasi diri dalam pagar “kuta Rèh”?, No! Saatnya orang Gayo Luwes menyatukan diri dalam kebulatan tekad dan suara untuk menentukan nasib masa depan Daerah ke arah yang lebih maju dan gerak Saman perlu ditafsirkan semula dalam konteks kehidupan ke-kini-an kita. Insya-Allah!

* Penulis adalah Director Institute for Ethnics Civilization Research

Tidak ada komentar:

Posting Komentar