by hanif sofyan
Menilik judulnya, mungkin agak aneh, dan cenderung seperti kelakar, mengingat sustainable berarti "berkelanjutan". Jikalau tsunami menjadi sesuatu yang sustainable, sisi buruknya sudah pasti, terutama dampak yang ditimbulkan, namun apa sisi baiknya?. Apa lantas tsunami harus berkelanjutan dahulu, baru bisa memberi efek?.
Judul ini, sebenarnya muncul dari sebuah keinginan "perubahan", meskipun hanya sebagai "pengingat". Tsunami 26 Desember 2004, setidaknya memberikan indikasi tersebut. Ketika sebagian orang yang selamat merasa bahwa ini merupakan kesempatan hidup kedua dari kematian akibat ie beuna dahsyat, sekaligus "tiket hijrah" menjadi lebih baik. Kisah tsunami menjadi "guru" bagi banyak orang.
Melalui media lain, tsunami yang "sustainable" juga dihadirkan kembali melalui sebuah film dokumentasi di ruang audio visual Museum Tsunami Aceh, dalam bentuk ruang teater ber-layar empat dimensi,berbentuk gambar animasi, berkapasitas 24 orang penonton dan berdurasi 15 menit. Pihak museum mencoba mengulang rekaman peristiwa serta gelagat binatang pada detik-detik terjadi peristiwa besar itu, sebagai pengingat layaknya peristiwa itu seolah datang lagi secara terus menerus untuk memberi hikmah.
Sajian secara visual setidaknya akan memberi dampak lebih besar daripada sekedar tulisan, "sebuah gambar akan bercerita seribu kali lebih baik daripada kata-kata". Hikmah ini pula yang diambil oleh warga Pulau Simeulue yang selamat dari amuk ie beuna-tsunami, karena belajar secara turun temurun, terus menerus melalui kisah yang ditulis dan dilantunkan sebagai kisah "smong/tsunami. Kearifan lokal ini pula yang secara kontinyu akan dipetik oleh lintas generasi melalui film dokumenter tadi, untuk memahami bahwa kita hidup dalam lempeng bumi jalur bencana. Bencana harus dijadikan teman, semakin memahami bencana, semakin mengerti bagaimana kita harus bertindak.
Dalam paket visit banda aceh Year 2011, melalui museum tsunami yang semakin apik dipoles, dan dapat diakses sepanjang hari kecuali Jum'at, pemerintah Aceh berusaha terus mendorong, sosialiasi, pemahaman masyarakat tentang kebencanaan.Tsunami 2004 menjadi pijakan awal dan pengalaman berharga, karena untuk pertama kalinya di tahun itu, kita mengalaminya langsung, setelah sebelumnya kita hanya membaca dari media, berbagai kisah pilu dari Jepang, Iran, China dan berbagai negara lain. Media ini menjadi tempat belajar bagi siapapun, namun dengan catatan, khusus film empat dimensi "terlarang" bagi mereka yang berpenyakit jantung, fobia, wanita hamil serta balita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar